0

Acara 1 Pengamatan Profil Dan Pengambilan Sampel Tanah : Bab 1 Pendahuluan

Posted by andi telaumbanua on Jan 14, 2019 in TAnah

LAPORAN PRAKTIKUM

SIFAT ALAMI TANAH

TPT 2022

ACARA 1

PENGAMATAN PROFIL DAN PENGAMBILAN SAMPEL TANAH

DISUSUN OLEH :

NAMA           : Andi Saputra Telaumbanua

NIM                : 17/413930/TP/11872

GOL               : Rabu C

PJ ACARA    : Finda Meyditia

LABORATORIUM BIOFISIK

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2018

BAB  I

PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang

Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran sebagai penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan hara ke akar tanaman; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (baik berupa senyawa organik maupun anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial, seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologis berfungsi sebagai habitat dari organisme tanah yang turut berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif bagi tanaman. Ketiganya (fisik, kimiawi, dan biologi) secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman sayur-sayuran, tanaman hortikultura, tanaman obat-obatan, tanaman perkebunan, dan tanaman kehutanan (Fitriani dkk., 2018). Tanah berasal dari hasil pelapukan baik secara desintegrasi maupun dekomposisi, yang dipengaruhi oleh: iklim, jasad hidup, bahan induk, relief, dan waktu.

Horizon tanah adalah lapisan-lapisan tanah yang terbentuk karena hasil proses pembentukan tanah. Proses pembentukan horizon-horizon tanah tersebut akan menghasilkan tanah. Penampang tegak dari tanah menunjukkan susunan horizon tanah yang disebut profil tanah. Dalam pembuatan profil tanah di lapangan, terdapat tiga syarat yang harus diperhatikan yaitu: vertikal, baru, dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Profil tanah yang sempurna berturut-turut dari atas ke bawah memiliki horizon O, A,E, B,C, dan R. Setiap horizon tanah memiliki ciri-ciri morfologi, sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi yang khas (Sutanto, 2005).

Menurut Pusat penelitian tanah dan agroklimat (2004), mengatakan bahwa pengambilan contoh tanah dimaksudkan untuk memperoleh data karakteristik tanah yang tidak dapat diperoleh langsung dari pengamatan lapangan. Lokasi pengambilan contoh tanah harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat mewakili areal yang diambil contoh tanahnya. Penetapan sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium memerlukan tiga macam contoh tanah yaitu : tanah utuh (Undisturbed Soil Sample), tanah terganggu (disturbed soil), tanah agregat Utuh (Undisturbed Soil Agregat).

Sifat-sifat yang dimiliki oleh tanah yang dapat diamati, diukur, dan diidentifikasi di lapangan, antara lain warna tanah, tekstur tanah, struktur tanah, konsistensi tanah, pH tanah, dan lain-lain. Mempelajari sifat fisik tanah sangat penting bagi mahasiswa Teknik Pertanian dan Biosistem karena dengan mempelajari sifat fisik tanah diharapkan mahasiswa mampu menentukan tanaman yang cocok untuk ditanami di suatu daerah, serta mengetahui bagaimana irigasi yang sesuai dan mekanisasi yang paling mungkin untuk diterapkan. Oleh karena itu, untuk mengetahui profil tanah, karakteristik horizon tanah, dan pengambilan sampel tanah, maka dilakukan praktikum pengamatan profil tanah dan pengambilan sampel tanah.

1.2. Tujuan

Praktikum pengamatan profil dan pengambilan sampel tanah ini, bertujuan agar: mahasiswa mampu melakukan pengamatan profil tanah dan mendeskripsikan karakteristik horizon tanah. Mahasiswa mampu melakukan pengambilan contoh (sampel) tanah terusik (disturbed) dan tak terusik (undisturbed).

 
0

Acara 1 Pengamatan Profil Dan Pengambilan Sampel Tanah : Bab 2 Tinjauan Pustaka

Posted by andi telaumbanua on Jan 14, 2019 in TAnah

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah dan Proses Pembentukannya

Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran sebagai penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan hara ke akar tanaman; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (baik berupa senyawa organik maupun anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial, seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologis berfungsi sebagai habitat dari organisme tanah yang turut berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif bagi tanaman; yang ketiganya (fisik, kimiawi, dan biologi) secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman sayur-sayuran, tanaman hortikultura, tanaman obat-obatan, tanaman perkebunan, dan tanaman kehutanan (Fitriani dkk., 2018).

Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang menempati sebagian besar permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula (Darmawijaya, 1990). Dari definisi tersebut Darmawijaya (1990) mengatakan bahwa terdapat lima faktor yang berpengaruh dalam pembentukan tanah, yaitu iklim, jasad hidup, bahan induk, relief, dan waktu. Peranan dari masing-masing faktor pembentuk tanah tersebut antara lain :

  1. Bahan induk (bahan asal) : bahan asal yang nantinya akan terbentuk tanah, dapat berupa mineral, batuan, dan bahan organik (sisa-sisa bahan organik/zat organik yang telah mati).
  2. Iklim : unsur iklim yang berperan dalam proses pembentukan tanah adalah temperatur udara dan curah hujan.
  3. Temperatur udara: dalam proses pembentukan tanah (pelapukan), fluktuasi harian dari temperatur udara mempunyai peranan penting dalam proses desintegrasi. Semakin besar fluktuasi temperatur harian semakin cepat proses desintegrasi berlangsung. Temperatur udara mempengaruhi besarnya evapotranspirasi sehingga mempengaruhi pula gerakan air dalam tanah,  temperatur juga berpengaruh terhadap reaksi kimia dalam tanah dan aktivitas bakteri pembusuk.
  4. Curah hujan : aktivitas hujan berpengaruh dimulai dari adanya tetesan air hujan yang mampu mengkikis batuan (bahan yang lain) yang ada di permukaan tanah. Di samping itu adanya air hujan yang meresap ke dalam tanah akan mempercepat berbagai reksi kimia yang ada dalam tanah, sehingga mempercepat proses pembentukan tanah.
  5. Organisme : semua makhluk hidup, baik selama masih hidup maupun setelah mati mempunyai pengaruh dalam pembentukan tanah. Akar-akar vegetasi mampu dalam melakukan pelapukan fisik karena tekanannya dan mampu melakukan pelapukan kimia karena unsur-unsur kimia yang dikeluarkan oleh akar, sehingga tanah-tanah di sekitar akar akan banyak mengandung bikarbonat. Di samping itu vegetasi yang telah mati akan menjadi bahan induk terbentuknya tanah, terutama tanah-tanah organik (humus).
  6.  Relief/topografi : berpengaruh dalam mempercepat atau memperlambat proses pembentukan tanah, pada daerah yang mempunyai relief miring proses erosi tanah lebih intensif sehingga tanah yang terbentuk di lereng seperti terhambat. Sedangkan pada daerah datar aliran air permukaan lambat, erosi kecil, sehingga proses pembentukan tanah lebih cepat.
  7. Waktu : lama waktu pembentukan tanah terutama tergantung dari bahan induk dan iklim, batuan yang keras lebih sulit terbentuk tanah daripada batuan yang lunak. Demikian juga iklim di daerah tropis akan lebih mudah dalam proses pembentukan tanah daripada iklim di daerah sedang atau arid. Oleh karena itu tanah-tanah di daerah tropis biasanya lebih tebal dibandingkan dengan tempat lainnya.

Pelapukan merupakan proses hancurnya/lapuknya batuan dari ukuran besar menjadi lebih kecil. Faktor penyebab utama pelapukan adalah iklim. Unsur iklim yang paling berperan adalah temperatur udara dan curah hujan. Pelapukan dapat terjadi dengan tanpa adanya perubahan susunan kimia bahan asal (desintegrasi), tetapi dapat juga terjadi perubahan kimia dari bahan asal dan bahan yang terbentuk (dekomposisi) (Ekosari, 2011).

a. Desintegrasi : dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  1. Desintegrasi akibat temperatur : Fluktuasi temperatur udara harian merupakan faktor utama terjadinya desintegrasi. Adanya suhu yang panas pada siang hari dan dingin pada malam hari menyebabkan proses pengembangan dan pengkerutan berjalan intensif, sehingga batuan mudah lapuk.
  2. Desintegrasi oleh air : air mempunyai peranan dalam proses desintegrasi mulai dari adanya tetesan air hujan sampai dengan aliran permukaan. Tetesan air hujan dalam waktu yang lama jika mengenai batuan dapat menyebabkan lapisan batuan paling atas mengalami pengelupasan sedikit demi sedikit. Sedangkan adanya aliran air permukaan yang membawa sedimen dapat menyebabkan terjadinya proses pengikisan batuan.
  3. Desintegrasi akibat angin : di daerah tropis, desintegrasi yang diakibatkan oleh aktivitas angin sangat kecil, namun di daerah arid atau gurun angin mempunyai peranan yang cukup besar. Kecepatan angin yang tinggi di daerah gurun dapat menerbangkan pasir-pasir dan menggerus batuan sehingga banyak batuan yang bentuknya seperti jamur (Ekosari, 2011).

b. Dekomposisi

Pelapukan kimia adalah pecahnya batuan dari ukuran besar menjadi lebih kecil dengan terjadi perubahan susunan kimia. Syarat berlangsungnya pelapukan kimia ialah adanya air. Oleh karena itu di daerah humid pada umumnya proses dekomposisi lebih dominan dibandingkan dengan proses desintegrasi. Pelapukan kimia akan menyebabkan mineral terlarut dan mengubah strukturnya sehingga mudah terfragmentasi. Tanah yang dihasilkan oleh adanya dekomposisi sangat berbeda dengan susunan kimia bahan induknya. Pada dasarnya proses dekomposisi dapat disebabkan oleh aktivitas tumbuh-tumbuhan, hewan dan bahan yang terlarut (Ekosari, 2011).

  1. Dekomposisi oleh tumbuh-tumbuhan : akar tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi mempunyai peranan yang kuat dalam proses dekomposisi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kandungan bikarbonat pada tanah di sekitar akar. Kandungan bikarbonat ini akan memicu terjadinya pelapukan batuan.
  2. Dekomposisi oleh hewan : adanya hewan-hewan yang membuat lubang dalam tanah menyebabkan air hujan lebih banyak masuk ke dalam tanah sehingga membantu proses dekomposisi.
  3. Dekomposisi oleh air larutan : pada umumnya air yang ada di bumi ini mengandung mineral-mineral tertentu. Air yang mendekati murni adalah air hujan. Pada prinsipnya air berperan sebagai katalisator dalam berbagai reaksi kimia di dalam tanah. Peranan air tersebut antara lain dalam proses: solution, hidrolisis, karbonatasi, reduksi – oksidasi , hidratasi

2.2. Profil Tanah dan Horizon

Horizon tanah adalah lapisan-lapisan tanah yang terbentuk karena hasil proses pembentukan tanah. Proses pembentukan horizon-horizon tanah tersebut akan menghasilkan tanah. Penampang tegak dari tanah menunjukkan susunan horizon tanah yang disebut profil tanah. Dalam pembuatan profil tanah di lapangan, terdapat tiga syarat yang harus diperhatikan yaitu: vertikal, baru, dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Profil tanah yang sempurna berturut-turut dari atas ke bawah memiliki horizon O, A,E, B,C, dan R (Sutanto, 2005).

Setiap horizon tanah memiliki ciri-ciri morfologi, sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi yang khas. Menurut Sutanto (2005), secara umum horizon tanah dibedakan menjadi beberapa lapisan utama, yaitu sebagai berikut:

  1. Horizon O: Jenis ini terdiri dari berbagai material organik seperti sisa dedaunan serta bangkai hewan maupun tumbuhan. Horizon O ini biasanya terdapat di permukaan tanah paling atas tapi juga dapat terkubur.
  2. Horizon A: Jenis ini terdiri dari topsoil yaitu materi organik berwarna gelap yang bercampur dengan butiran mineral akibat aktivitas organisme. Pada partikel yang lebih halus akan mudah larut dan terbawa ke lapisan bawah.
  3. Horizon E: Jenis ini terdiri dari lapisan di bawah permukaan yang telah kehilangan sebagian besar kandungan mineralnya. Pada lapisan jenis ini sering melekat pada jenis Horizon A atau menggantikan lapisan tersebut.
  4. Horizon B: Jenis ini terdiri dari partikel dan liat yang tercuci oleh Horizon E yang terakumulasi. Pada lapisan ini hanya terdapat sedikit material organik.
  5. Horizon C: Jenis ini merupakan lapisan tanah paling bawah yang terdiri dari bahan induk tanah seperti batuan dasar atau sedimen yang belum padat.
  6. Horizon D atau R: Jenis ini menjadi dasar tanah yang terdiri dari batuan yang sangat padat, pejal dan belum mengalami pelapukan.

Pembentukan horizon tanah meliputi:

  1. Horizon organik : lapisan tanah yang sebagian besar terdiri dari bahan organik, baik masih segar maupun sudah membusuk, terbentuk paling atas di atas horizon mineral.
  2. Horizon mineral : lapisan tanah yang sebagian besar mengandung mineral, terbentuk pada horizon A dan B, di atas sedikit horizon C. Horizon ini memiliki ciri sebagai berikut: akumulasi basa, lempung besi, aluminium, dan bahan organik, terdapat residu lempung karena larutnya karbonat dan garam-garam, hasil perubahan (alterasi) dari bahan asalnya, berwarna kelam, teksturnya berat dan strukturnya lebih rapat.
  3. Regolith : lapisan batuan yang cukup besar yang terbentuk oleh pelapukan batuan induk, sementasi, gleisasi, sedimentasi, dan sebagainya.

2.3. Pengambilan Sampel Tanah

Menurut Pusat penelitian tanah dan agroklimat (2004), mengatakan bahwa pengambilan contoh tanah dimaksudkan untuk memperoleh data karakteristik tanah yang tidak dapat diperoleh langsung dari pengamatan lapangan. Lokasi pengambilan contoh tanah harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat mewakili areal yang diambil contoh tanahnya. Berdasarkan cara pemilihan lokasi pengambilan contoh tanah, dihasilkan beberapa macam contoh tanah, antara lain:

  1. Contoh terduga (Judgement Sample)

Satu atau lebih contoh tanah yang diambil dipilih berdasarkan satuan pemetaan yang ditemui pada areal survei. Lokasi pengambilan contoh tanah ditentukan secara subyektif sehingga agak bias. Tingkat kepercayaan data yang diperoleh bisa tinggi bisa rendah tergantung dari tingkat pengalaman (keahlian) si pengambil contoh.

  • Contoh acak (Random Sample)

Contoh tanah diambil sedemikian rupa sehingga setiap tanah di dalam daerah survei mempunyai kesempatan yang sama. Pemilihan lokasi dilakukan dengan menggunakan tabel bilangan random. Satu pasangan angka random yang diperlukan untuk pemilihan lokasi contoh berdasarkan atas sistem koordinat.

  • Contoh acak bertingkat (Stratified Random Sample)

Pengelompokkan populasi dari yang heterogen ke strata homogen adalah suatu cara yang paling efektif untuk dapat meningkatkan akurasi pengambilan contoh. Hal ini berarti dapat meningkatkan akurasi atau mengurangi jumlah contoh tanah yang diperlukan apabila kita dapat mengelompokkan areal survei ke dalam areal yang seragam. Pemilihan lokasi pada masing-masing satuan pemetaan ditentukan dengan bilangan random.

  • Contoh sistematik (Systematic Sample)

Lokasi pengambilan contoh tanah dengan cara ini ditentukan dengan sistim Grid yaitu berjarak sama pada kedua arah. Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan praktis terutama bagi tenaga yang kurang terampil.

Penetapan sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium memerlukan tiga macam contoh tanah yaitu :

  1. Contoh Tanah Utuh (Undisturbed Soil Sample) untuk penetapan bobot isi (bulk density), susunan pori tanah, pF, dan permeabilitas tanah. Tanah utuh merupakan contoh tanah yang diambil dari lapisan tanah tertentu dalam keadaan tidak terganggu, sehingga kondisinya hampir menyamai kondisi di lapangan. Contoh tanah tersebut digunakan untuk penetapan angka berat volume (berat isi, bulk density), distribusi pori pada berbagai tekanan (pF 1, pF 2, pF 2,54, dan pF 4,2 dan permeabilitas.

Gambar 2.1.  contoh tanah utuh

  • Contoh tanah terganggu lebih dikenal sebagai contoh tanah biasa (disturbed soil sample), merupakan contoh tanah yang diambil dengan menggunakan cangkul, sekop atau bor tanah dari kedalaman tertentu sebanyak 1-2 kg. Contoh tanah terganggu digunakan untuk keperluan analisis kandungan air, tekstur tanah, perkolasi, batas cair, batas plastis, batas kerut, dan lain-lain.

Gambar 4.2. contoh tanah tidak utuh

  • Contoh Tanah Agregat Utuh (Undisturbed Soil Agregat) untuk penetapan stabilitas agregat, berupa bongkahan alami yang kokoh dan tidak mudah pecah. Contoh tanah ini diperuntukkan bagi analisis indeks kestabilitas agregat (IKA). Contoh diambil menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm. Bongkahan tanah dimasukkan ke dalam boks yang terbuat dari kotak seng, kotak kayu atau kantong plastik tebal. Dalam mengangkut contoh tanah yang dimasukkan ke dalam kantong plastik harus hati-hati, agar bongkahan tanah tidak hancur di perjalanan, dengan cara dimasukkan ke dalam peti kayu atau kardus yang kokoh.

Gambar 4.3 contoh tanah agregat utuh

 (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • Sifat-Sifat Tanah
    • Sifat Fisik Tanah
  • Tekstur

Ukuran relatif  partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur, yang mengacu pada kehalusan atau kekasaran tanah. Lebih khasnya, tekstur adalah perbandingan relatif pasir, debu, dan tanah liat. Laju dan berapa jauh berbagai reaksi fisika dan kimia penting dalam pertumbuhan tanaman diatur oleh tekstur karena tekstur ini menentukan jumlah permukaan tempat terjadinya reaksi (Rayes, 2012).

Menurut Rayes (2012), tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara manual yaitu dengan memijit tanah basah di antara jari jempol dengan jari telunjuk, sambil dirasakan halus kasarnya yang meliputi rasa keberadaan butir-butir pasir, debu dan liat, dengan cara sebagai berikut:

  1. Pasir : apabila rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola dan gulungan.
  2. Pasir berlempung : apabila rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, dan dapat dibentuk bola tetapi mudah sekali hancur.
  3. Lempung berpasir : apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah hancur.
  4. Lempung : apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat.
  5. Lempung berdebu : apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan dengan permukaan mengkilat.
  6. Debu : apabila terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan dapat digulung dengan permukaan mengkilat.
  7. Lempung berliat : apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan yang agak mudah hancur.
  8. Lempung liat berpasir : apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur.
  9. Lempung liat berdebu : apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat.
  10. Liat berpasir : apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan.
  11. Berdebu : apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan.
  12. Liat : apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan mudah dibuat gulungan.
  • Struktur

Struktur tanah adalah pengelompokan/pengaturan partikel tanah kedalam agregat atau kumpulan yang mantap. Struktur yang baik ditandai dengan penetrasi air menjadi lebih baik, kemampuan tanah memegang air tinggi, mudah untuk digarap, mudah ditembus akar, air dapat mengalir dengan baik, tersedianya nutrisi dan internal drainasenya bagus. Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpulan kecil dari tanah akibat melekatnya butir-butir tanah satu sama lain (Sutanto, 2005). Struktur tanah menurut Sutanto (2005) dikelompokkan dalam 6 bentuk yaitu :

  1. Granular, yaitu struktur tanah yang berbentuk granul, bulat dan porous, struktur ini terdapat pada horison A.
  2. Gumpal (blocky), yaitu struktur tanah yang berbentuk gumpal membuat dan gumpal bersudut, bentuknya menyerupai kubus dengan sudut-sudut membulat untuk gumpal membulat dan bersudut tajam untuk gumpal bersudut, dengan sumbu horisontal setara dengan sumbu vertikal, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim basah.
  3. Prisma (prismatik), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertikal lebih besar daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya rata, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim kering.
  4. Tiang (columnar), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya membulot, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim kering.
  5. Lempeng (platy), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertikal lebih kecil daripada sumbu horizontal, struktur ini ditemukan di horison A2 atau pada lapisan padas liat.
  6. Remah (single grain), yaitu struktur tanah dengan bentuk bulat dan sangat porous, struktur ini terdapat pada horizon A.
  • Konsistensi

Konsistensi tanah merupakan kekuatan daya kohesi butir – butir tanah atau daya adhesi butir – butir tanah dengan benda ain. Hal ini ditunjukan oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Tanah yang memilki konsistensi yang baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Oleh karena tanah dapat ditemukan dalam keadaan lembab, basah atau kering maka penyifatan konsistensi tanah harus disesuaikan dengan keadaan tanah tersebut (Rahayu dkk., 2014). Konsistensi tanah dapat dibedakan antara lain:

  1. Konsistensi basah
    1. tidak lekat
    1. agak lekat
    1. lekat sangat
    1. lekat
  2. Konsistensi lembab
  3. Lepas-lepas
  4. Sangat gembur
  5. Gembur
  6. Teguh
  7. Sangat teguh
  8. Luar biasa teguh
  9. Konsistensi kering
  10. Lepas-lepas
  11. Lunak
  12. Agak keras
  13. Keras
  14. Sangat keras
  15. Luar biasa keras
  16. Porositas

Porositas adalah total pori dalam tanah yaitu ruang dalam tanah yang ditempati oleh air dan udara. Pada keadaan basah seluruh pori baik makro, meso, maupun mikro terisi oleh air, pada keadaan kering pori makro dan sebagian pori meso terisi oleh udara. Porositas perlu diketahui karena merupakan gambaran aerasi dan drainase tanah Pori tanah adalah ruang antara butiran padat tanah yang pada umumnya pori kasar ditempati udara dan pori kecil ditempati air, kecuali bila tanah kurang. Porositas tanah adalah persentase volume tanah yang ditempati butiran padat (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • Suhu

Suhu tanah demikian berpengaruh pada tanaman, pengukuran biasanya dilakukan pada kedalam 5 cm, 10 cm, 20 cm, 50 cm dan 100cm. Pengaruh suhu tanah terhadap tanaman yaitu pada perkecambahan biji, pada aktivasi mikroorganisme, dan perkembangan penyakit tanaman. Faktor pengaruh suhu tanah yaitu faktor luar (eksternal) dan faktor dalam (internal). Faktor eksternal yaitu radiasi matahari keawanan,curah hujan, angin dan kelembapan udara sedangkan faktor internal yaitu tekstur tanah, struktur dan kadar air tanah, kandungan bahan organik dan warna tanah (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • Warna tanah

Warna tanah yang sering kita jumpai adalah warna kuning, merah, coklat, putih, dan hitam serta warna-warna tanah di antara warna-warna tersebut, sedangkan yang berwarna hijau dan lembayung jarang sekali ditemui. Warna tanah itu tidak murni, dalam suatu warna coklat misalnya, di sana sini sering terdapat tambahan berupa kumpulan titik dan corengan merah, kuning, atau warna gelap (hitam). Warna coklat merupakan warna dasar, sedangkan warna merah, kuning, ataupun hitam merupakan warna noda atau warna bercak. Warna tanah sangat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya kadar bahan organic, kadar mineral, kadar lengas, dan tingkat drainase tanah. Tanah dengan kadar bahan organic tinggi ditandai oleh warna tanah gelap (Ulfiyah. 2009).

Dalam Darmawidjaya (1980), Ulfiyah mengaatkan bahwa warna tanah dapat menunjukkan : (a) jenis dan kadar bahan organik, (b) keadaan pengatusan dan aerasi tanah yang berhubungan dengan hidratasi, oksidasi dan proses pencucian, (c) tingkat perkembangan tanah, (d) kadar air tanah termasuk pula dalamnya permukaan air tanah, dan atau (e) adanya bahan bahan tetentu. Warna tanah dipengaruhi oleh empat jenis bahan, yaitu senyawa-senyawa besi, senyawa mangan dan magnesium, kuarsa dan feldspar, dan bahan organik. Berdasarkan Munsell Soil Color Chart,yang berupa buku yang berupa diagram warna baku yang tersusun atas 3 variabel yaitu:

  1. Hue : warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya.
  2. Value: menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan.
  3. Chroma : menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefiniskan juga sebagai gradasi kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral (0) ke warna lainnya.

(Ulfiyah. 2009).

2.2.2    Sifat Kimia Tanah

  1. Derajat Kemasaman Tanah (pH)

pH tanah adalah satuan derajat yang dipergunakan untuk menentukan tingkat keasaman atau kebasaan terhadap tanah. pH tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung berupa ion hidrogen sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu tersedianya unsur-unsur hara tertentu dan adanya unsur beracun. Kisaran pH tanah mineral biasanya antara 3,5–10 atau lebih. Sebaliknya untuk tanah gembur, pH tanah dapat kurang dari 3,0. Alkalis dapat menunjukkan pH lebih dari 3,6. Kebanyakan pH tanah toleran pada yang ekstrim rendah atau tinggi, asalkan tanah mempunyai persediaan hara yang cukup bagi pertumbuhan suatu tanaman (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • C-Organik

Bahan organik tanah merupakan hasil perombakan dan penyusunan yang dilakukan jasad renik tanah, senyawa penyusunnya adalah tidak jauh berbeda dengan senyawa aslinya, yang tentunya dalam hal ini ada berbagai tambahan bahan seperti glukosamin (hasil metabolis jasad renik) Sifat fisika yang dipengaruhi bahan organik adalah kemantapan agregat tanah, dan selain itu sebagai penyedia unsur-unsur hara, tenaga maupun komponen pembentuk tubuh jasad dalam tanah (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • N-Total

Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein. Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah (bahan organik halus dan bahan organik kasar), pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, pupuk, dan air hujan (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

No Deskripsi Profil Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3 Lapisan 4 Lapisan 5
1 25 24 23 15
2 Nature Lower Boundary bergelombang bergelombang bergelombang bergelombang bergelombang
3 Kedalaman Horizon (cm) 0 – 25 25-49 49-72 72-87 >87
4 Karakteristik Horizon          
5 Kelembapan Sangat kering kering agak basah basah basah
6 Bahan Organik  ada sedikit  Sangat sedikit   Sangat sedikit  Sangat sedikit
7 Warna 7,5 YR 5/6 (strong brown) 10 YR 5/6 (yellowish brown)      
8 Tekstur lempung liat berdebu lempung berliat      
9 Konsistensi kering: keras lembap: lepas lepas basah: agak kuat kering: keras      
lembap: teguh
basah: lekat
10 Struktur blocky granular      
11 Pori Sangat banyak banyak banyak  sedikit  Lebih sedikit 
12 Akar ada ada ada ada ada
13 Aktivitas Biologis Sangat banyak banyak sedikit sedikit Sangat sedikit
14 Keberadaan Garam tidak ada tidak ada      
15 pH 5 6.6      

BAB 3

METODOLOGI

3.1. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini  antara lain: aquadest untuk membasahi massa tanah, sampel tanah sebagai objek yang diamati, kantong plastik untuk tempat sampel tanah terusik, karet gelang untuk mengikat kantong plastik, kertas label untuk memberi tanda pada sampel tanah, munsell soil color chart pedoman penentuan warna tanah, kertas formulir untuk mengisi data sampel tanah yang diamati, buku petunjuk praktikum, dan alat tulis.

Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain: cangkul dan sekop untuk mengambil sampel tanah terusik, GPS(Global Positioning system) untuk menentukan posisi koordinat, palu geologi untuk memasukkan ring sampler, pisau belati untuk menandai batas lapisan tanah, sekop tanah untuk membantu mengelurkan ring sampler, ring sampler tempat sampel tanah tak terusik, rol meter untuk mengukur ketebalan lapisan tanah, balok kayu, kaca pembesar (lup) untuk mengamati bentuk partikel tanah, dan pH stick untuk mengukur pH.

3.2. Cara Kerja

1. Pengamatan dan Deskripsi Profil Tanah

Untuk mengetahui perbedaan batas lapisan pada profil tanah yang telah tersedia di lapangan, dilakukan dengan tanah ditusuk-tusuk dengan pisau belati dan sekop tanah sambil dirasakan kekerasan tanah sebagai parameter pembeda antar lapisan. Setelah diketahui adanya horizon yang berbeda, lalu diukur ketebalan dan kedalaman  antar lapisan dengan rol meter. Kemudian horizon satu dengan horizon yang lainnya diamati nature lower boundary, kelembaban, kandungan bahan organik, warna, motel, pori, perakaran, aktivitas biologis, konkresi , rockiness dan stoniness. Lalu, disekitar profil tanah diamati vegetasi tanaman yang ada, pengaruh manusia, overwashed, erosi, banjir, dan drainase hasilnya dicatat di kertas tabel pengamatan

2. Pengambilan Sampel Tanah

a. Sampel tanah terusik

Permukaan tanah dibersihkan dari seresah dan akar tanama, lalu tanah diambil dengan pisau belati dan sekop tanah pada lapisan 1, satu kantong plastik dan pada lapisan kedua diambil 1 kantong plasik. Kemudian diberi kertas label dengan keterangan jenis lapisan, hari, dan kelopok. Lalu kertas label, dimasukkan kedalam kantong plastik tadi dan diikat dengan karet gelang.

b. Sampel tanah tak terusik

Untuk pengambilan sampel tanah tidak terusik dilakukan dengan cara membersihkan permukaan tanah sekitar terlebih dahulu yang hendak diambil sampel tanahnya, kemudian ring sampler diletakkan diatas permukaan tanah. Lalu, di atas ring sampler ditaruh balok kayu kecil sebagai alas agar tekanan merata, kemudian dipalu ke dalam hingga ring sampel masuk kepermukaan tanah. Setelah masuk, diambil dengan sekop kecil yang datar dan denag pisau belati. Lalu, permukaan tanah di ring sampler diratakan. Kemudian Ring sampler dimasukkan ke dalam plastik, lalu diberi kertas label dengan keterangan berupa jenis lapisan, hari, golongan. kemudian ditutup rapat dan diikat.

3. Identifikasi sifat dan karakteristik tanah

a. Warna tanah

Warna tanah diidentifikasi dengan cara sampel tanah terusik yang telah diambil pada horizon yang bersangkutan diambil dan ditentukan warnanya dengan buku warna tanah (munsell soil color chart). Warna yang dipilih adalah warna yang sesuai dengan buku warna tanah dan ditulis “hue”, “value”, dan “chrome” pada tabel pengamatan.

b. Tekstur Tanah

Tekstur tanah diidentifikasi dengan cara sampel tanah terusik diambil secukupnya dan diletakkan dalam tapak tangan. Kemudian dibasahi dengan air dan diremas-remas diantara jari-jari dengan tapak tangan. Kemudian dirasakan kekasarannya lalu dicocokkan dengan tabel tekstur tanah pada buku panduan.Lalu hasilnya dicatat dan dimasukkan kedalam tabel pengamatan.

c. Struktur tanah

Struktur tanah diamati dengan mengambil sebongkah sampel tanah terusik yang telah diambil tadi, diambil dan dijatuhkan di atas permukaan kertas. Kemudian, diamati bentuk partikel tanahnya dengan kaca pembeasar (lup). Tipe struktur yang terjadi dan besar struktur tersebut diamati lalu ditentukan berdasarkan gambar 1.3 pada buku panduan praktikum.

d. Konsistensi

Konsistensi tanah diidentifikasi dengan cara sebongkah tanah diambil, kemudian diletakkan di tapak tangan dan diberi tekanan, lalu diamati apakah tanah mudah pecah atau tidak, ada adhesi tanah pada tapak tangan, tanah lengket atau tidak pada tapak tangan. Tanah tersebut diklasifikasikan berdasarkan teori dan Tabel 2.2 pada buku panduan praktikum.

pH tanah diidentifikasi dengan cara tanah diambil lalu dimasukkan ke dalam tabung plastik kecil dan diberi aquades dengan perbandingan tanah-aquades 1:2. Lalu dikocok sampai tanah dan aquades bercampur, kemudian pH tanah tersebut diukur dengan pH stik. Kemudian kejadian-kejadian lain seperti konkresi, bercak-bercak, perakaran, dan pori-pori tanah diamati.

  1. Pengambilan Sampel Tanah Utuh
  2. Ratakan dan bersihkan lapisan yang akan diambil, kemudian letakkan ring sampel tegak lurus.
  3. Tekan ring sampel sampai ¾ bagiannya masuk ke dalam tanah.
  4. Letakkan ring sampel lain tepat diatas ring sampel pertama, kemudian tekan lagi sampai bagian bawah dari ring sampel kedua masuk ke dalam tanah (± 10 cm).
  5. Ring sampel beserta tanah di dalamnya digali dengan skop atau linggis.
  6. Pisahkan ring kedua dari ring sampel pertama dengan hati-hati, kemudian potonglah kelebihan tanah yang ada pada permukaan dan bawah ring smpel sampai permukaan tanah rata dengan permukaan ring sampel.
  7. Tutuplah ring sampel denga plastik, lalu simpan dalam tempat yang telah disediakan.
    1. Pengambilan Sampel Tanah Terganggu

BAB V

Daftar Pustaka

Darmawijaya, M. Isa. 1990. Klasifikasi Tanah : Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah                 Dan Pelaksana Pertanian Di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada                   University Press.

Ekosari, R. 2011. Pedogenesis. http://staff.uny.ac.id/sites/default/file                                    s/PEDOGENESIS %2 0E KO%20[Com patibility%20Mode].pdf .              Diakses pada tanggal 27 September 2018.

Fitriani, N.A., Ganjar, F., dan Enriyani, R. 2018. Pengujian Kualitas Tanah             sebagai Indikator Cemaran Lingkungan di Sekitar Pantai Tanjung Lesung.                      Indonesian Journal of Chemical Analysis  1(1) : 29.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2004. Badan                           penelitian dan Pengembangan pertanian. Departemen Pertanian.

Rayes, M.L. 2012. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Malang: UB press.

Rahayu, A. Utami, S.R.,dan  Mochtar, L. 2014. 2014. Karakteristik Dan    Klasifikasi Tanah Pada Lahan Kering Dan Lahan Yang Disawahkan Di       Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya                    Lahan 1(2):81.

Sugeng. 2012. Morfologi dan Sifat fisik Tanah         .http://sugeng.lecture.ub.ac.id/files/2012/09/Bab-3-Morfologi-dan-Sifat-        Fisik.pdf . Diakses pada tanggal 27 September.

Sutanto, R. 2005. Dasar-dasar ilmu tanah, konsep dan kenyataan. Yogyakarta :      Kanisius. Halaman 119-125.

Ulfiyah , A.R. 2009. Kajian Tingkat Perkembangan Tanah Pada Lahan       Persawahan Di Desa Kaluku Tinggu Kabupaten Donggala Sulawesi                       Tengah. Jurnal  Agroland 16 (1) : 48.

 
0

Acara 6 Pengukuran Kapasitas & Efisiensi Kerja Lapang: Bab 3 Metodologi & Bab 4 Hasil Pengamatan Dan Analisa Data & Bab 6 Penutup

Posted by andi telaumbanua on Jan 14, 2019 in ALAT Dan MESIN PERTANIAN

BAB III

METODOLOGI

  1. Alat

Alat yang digunakan pada praktikum pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja lapang ini antara lain;

  • Traktor mini, untuk membajak tanah
  • Bajak singkal, untuk memotong, mengangkat, dan membalikkan tanah
  • Patok besi, sebagai pembatas bidang tanah yang mau diolah
  • Rollmeter, untuk mengukur bidang olahan, lebar kerja, panjang lintasan, lebar kerja dari bajak singkal, dan diameter roda,
  • Stopwatch, untuk mengukur waktu yang diperlukan untuk berbagai proses selama pembajakan.
  • Penggaris, untuk mengukur kedalaman kerja
  • Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja lapang ini antara lain;

  • Alat tulis dan form isian data, untuk mencatat hasil pengujian
  • Buku panduan praktikum, sebagai panduan dalam melakukan pengujian terhadap kinerja traktor
  • Bahan bakar solar, sebagai energi penggerak traktor
  • Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan pada praktikum pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja lapang ini yaitu; pertama traktor mini, bahan bakar, dan alat pengolah (bajak singkal), serta peralatan ukur yang diperlukan, disiapkan. Kedua, bajak singkal digandengkan pada traktor mini. Ketiga, sistem penggandengan dari peralatan yang dipakai diatur dengan cermat. Keempat, patok – patok bambu (8 patok bambu) pada lahan uji yang telah diperkirakan posisinya atau ukurannya dipasang.

Kelima, 4 patok bambu sebagai batas dari lintasan lurus pengolahan tanah saat pengujian dan 4 patok bambu lainnya sebagai batas belok kegiatan pengolahan tanah saat pengujian dipasang, Keenam, panjang dan lebar bidang olahan berdasarkan keempat batas patok untuk lintasan lurus pengolahan tanah dengan menggunakan rollmeter 25 meteran diukur, kemudian dihitung luas bidang olah tersebut. Ketujuh, traktor dihidupkan dan ditempatkan pada salah satu sisi pojok bidang olah sebagai tempat awal mulainya traktor bekerja. Kedelapan, posisi bajak diatur pada posisi yang siap untuk digunakan atau siap kerja. Kesembilan, tenaga penguji dibagi menjadi lima bagian, yaitu: operator traktor, pencatat waktu, pengukur kedalaman dan lebar kerja, pencatat jumlah putaran roda traktor, dan pencatat data-data pengujian.

Kesepuluh, kegiatan pengolahan tanah dimulai, jalur pertama yang dipilih untuk jalur olah yaitu diluar area olahan utama, guna menentukan lebar kerja, kedalaman, dan waktu teoritis. Pencatat waktu dibagi menjadi dua, yaitu satu orang sebagai pencatat waktu belok (waktu tidak efeltif) dan satunya lagi sebagai pencatat waktu belok (waktu tidak efektif). Stopwatch dihidupkan untuk mengukur waktu efektif pada saat traktor mulai berjalan mengolah tanah pada lintasan lurus, kemudian dihentikan ketika traktor sudah sampai di ujung batas akhir lintasan lurus pengolahan.

Saat traktor berjalan lurus melakukan pengolahan tanah, jumlah putaran roda dihitung dan pada waktu belok tidak dihitung oleh pencatat jumlah putaran roda. Posisi bajak diubah ke kondisi tidak siap kerja saat traktor berjalan membelok. Kemudian, stopwatch diaktifkan oleh pencatat waktu belok ketika traktor bergerak lurus, kemudian menghentikan stopwatch ketikan traktor selesai membelok dan siap berjalan lurus kembali. Lalu, posisi bajak diubah lagi ke posisi siap kerja ketika traktor berjalan lurus. Kemudian, kedalaman dan lebar kerja hasil pengolahan selanjutnya diukur dengan meteran dan dicatat hasilnya. Kemudian, semua tahapan diulangi sampai lahan olahan selesai terolah. Lalu, semua data yang diperoleh direkap dan selanjutnya dilakukan perhitungan dan analisis terhadap data yang diperoleh.

LINTASAN LURUS  

Skema Lintasan Traktor

Gambar 3.1. Skema lintasan traktor saat mengolah tanah  

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN ANALISA DATA

4.1. Spesifikasi Traktor Mini dan Bajak Singkal

  1. Spesifikasi Alat Pengolah Tanah

Nama                                       : Traktor Mini Roda 4

Merek                                      : Yanmar

Model                                      : B-400

Tipe                             : Four Wheel Drive (4WD)

No. seri                                    : B66706-47-29

Negara pembuat                      : Jepang

Tahun pembuatan                    : 1970

a. Motor Penggerak

Merek                                      : Kubota

Model                                      : B650

Tipe                             : Vertical water cold and four cycle engine

HP/RPM                                 : 12,5/2700

Jumlah Silinder                       : 2

Ø silinder                                : 64

Panjang langkah (mm)            : 70

Volume silinder (cc)                : 675

Perbandingan kompresi           : 23 : 1

Urutan Penyalaan                    : 1-2-3

Sistem Pendinginan                : Radiator

Sistem Pelumasan                   : Sistem tekanan dengan pompa

Saringan Udara                       : Udara kering

b.  Sistem Transmisi

Versneling                               : Kombinasi 6 kecepatan maju, 2 kecepatan                                                        mundur

Kopling                                   : Mekanis

PTO                             : Searah jarum jam

Rem                             : Kering tipe mekanis

Kemudi                                   : Mekanis

Tipe Penggandengan   : Three point hitch

c.  Ukuran Traktor

Panjang (mm)              : 2300 mm

Lebar (mm)                             : 940 mm

Tinggi (mm)                            : 1750 mm

Berat (kg)                                : –

Jarak poros roda depan dan belakang (mm)   : 1250

Jarak antara roda (mm)

  • Depan                            : 750
  • Belakang                        : 700

Renggang dengan tanah (mm)            : 270

Ukuran roda

  • Depan                            : (15 inch – 13 inch), 2 PR
  • Belakang                        : (9 inch – 7 inch), 4 PR

d. Kapasitas

Tangki bahan bakar (lt)           : 15

Tangki pendingin (lt)              : 4,6

Pelumas (lt)

  • Mesin                             : 3,9
  • Transmisi                       : 11,5
  • Saringan udara   : –
  • Bajak Singkal

Nama                                       : Bajak Singkal (moldboard plow)

Merk                                       : Sears

Model                                      : Mounted

Tipe                                         : Bajak Singkal

No. Seri                                   : 917253010

Negara Pembuat                      : USA (Canada)

Tahun Pembuatan                   : –

Jumlah singkal (moldboard)    : 1

Jenis Singkal                           : General purpose

Jenis Kajen (share)                  : Landside

Singkal Bajak (coulter)                       : Ada

  • Jenis                               : Plain blade
  • Ukuran                           : 25 cm

Jointer                                                             : tidak ada

Roda Alur (furrow wheel)                               : tidak ada

Roda Dukung (land wheel)                             : tidak ada

  • Jumlah                                       : 0

Lebar kerja bajak (mm)                                   : 300

Dimensi (p : l : t) (mm)                                    : 530 : 330 : 210

Berat (kg)                                                                    : –

Tipe Penggandengan                                       : Three point hitch

Tipe daya penarik                                            : traktor roda 4

4.2.  Hasil Pengukuran dan perhitungan Kinerja Traktor Mini

Berdasarkan praktikum pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja lapang yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut;

  1. Penghitungan Kapasitas Kerja Efektif / Aktual

Waktu : mulai        : pk 16.10 WIB

              Selesai      : pk 16.33 WIB

              T =

Luas hasil kerja (A) = (23,5 x 14,5) m2 = 340,75 m2

  • Penghitungan Efisiensi Kerja
  • Kerugian karena terjadinya tumpang tindih hasil kerja pengolahan

(L1 =

Lebar kerja teoritis (W1) = 30 cm

Lebar kerja aktual (W2) =

Tabel 4.1. Hasil pengamatan lebar kerja aktual
No Lebar kerja aktual (cm)
Kiri Kanan
1 75 45
2 35 45
3 55 43
4 40 34
5 25 35
6 15 30
7 88 48
8 34 40
9 35 39
10 43 41
11 38 40
12 42 38
13 32 32
14 50 42
15 43 38
16 39 40
17 13 58
Jumlah Total 1410
Rerata 39,17
  • Kerugian karena slip roda (L2), %

Panjang jarak tempuh (M)           : 23,5 m

Diameter luar roda (D)                : 0,688 m

Jumlah putaran roda (N) sepanjang lintasan M adalah : 13 putaran

Tabel  4.2. Hasil pengamatan jumlah putaran roda
Jumlah putaran roda kiri (putaran)
No N kiri No N kiri NO N kiri
1 14 13 14 24 11
2 13 14 14 25 15
3 13 15 17 26 13
4 15 16 14 27 14
5 14 17 14 28 15
6 14 18 13 29 14
7 14 19 12 30 13
8 14 20 15 31 15
9 15 21 13 32 14
10 14 22 14 33 13
11 16 23 14 34 13
12 16 35 13
Jumlah 489
Rerata 13,97
Jumlah putaran roda kanan(putaran)
No N kanan No N kanan No N kanan
1 12 13 12 24 10
2 20 14 11 25 12
3 11 15 10 26 11
4 12 16 11 27 10
5 19 17 10 28 12
6 11 18 10 29 10
7 12 19 11 30 11
8 11 20 12 31 7
9 12 21 11 32 10
10 13 22 12 33 12
11 10 23 11 34 12
12 11 35 11
Jumlah 403
Rerata 11,51
  • N rerata

N rerata

atau

Nilai L2 dapat juga dihitung dengan nilai slip sebagai berikut;

Tabel 4.3. Hasil pengamatan slip
slip kiri slip kanan
No   No   No   No  
1 2 10 0 1 1 10 2
2 0 11 0 2 2 11 2
3 0 12 0 3 5 12 2
4 1 13 0 4 10 13 6
5 1 14 0 5 6 14 1
6 2 15 0 6 7 15 2
7 0 16 0 7 5 16 1
8 0 17 0 8 6 17 4
9 1 18 0 9 6 18 0
Jumlah 7   45
Rereta 0,38888889 2,5
Total rerata  
Total rerata kira – kira 2 putaran

Nilainya hampir mendekati

  • Kerugian karena belok (L3)

t1           = waktu efektif, dt

t2           = waktu tidak efektif, dt

Tabel 4.4. Hasil pengukuran waktu efektif dan tidak efektif
t1 (detik) t2 (detik)
No No No No No No
1 30,6 13 26,6 25 37,8 1 16,51 13 10,11 25 8,35
2 35,7 14 23,4 26 22,9 2 22,29 14 10,01 26 10,14
3 28,9 15 31,7 27 23,6 3 15,05 15 10,04 27 14,08
4 30,1 16 23,3 28 23,1 4 15,48 16 9,38 28 10,43
5 28,7 17 27,7 29 23,8 5 14,53 17 9,39 29 8,49
6 28,6 18 23,3 30 24 6 14,23 18 10,91 30 11,55
7 28 19 23,5 31 24 7 13,5 19 8,69 31 17,04
8 29,5 20 24 32 23,8 8 13,29 20 10,56 32 15,44
9 28,6 21 24,3 33 25,4 9 13,18 21 8,5 33 19,47
10 25,3 22 23,5 34 25,1 10 12,08 22 11,89 34 24,52
11 28,7 23 23,8 35 29 11 26,03 23 7,9 35 24,19
12 19,8 24 24 36 23,3 12 11,15 24 12,84
Jumlah 947,4 Jumlah 471,24
rerata 26,3166667 rerata 13,464
  • Kerugian untuk pengaturan, mengatasi kemacetan dan kerusakan kecil (L4)

Waktu total pengerjan (T) = 0,383 jam

Waktu untuk pengaturan mengatasi kemacetan dan kerusakan kecil (T2) = 0 jam ® (pada praktikum ini tidak dihitung)

Tabel 4.5. Hasil pengukuran kedalaman kerja

Kedalaman Kerja
No Kki No Kka
1 11.5 1 14
2 13 2 15
3 9 3 18
4 15 4 14.5
5 15.5 5 15
6 15 6 10
7 15 7 14.5
8 10 8 15
9 11 9 14.3
10 12 10 16.5
11 16.5 11 13
12 13 12 18
13 12 13 16.5
14 14 14 17.5
15 14 15 13.5
16 11.8 16 15.5
17 15 17 14.5
Rerata 13.1353   15.0176
Rerata 14.076    
  • Penentuan efisiensi kerja total teoritis dan aktual
  • Efisiensi aktual
  • Efisiensi aktual

kapasitas teoritis =

Maka;

  • Perbandingan efisiensi aktual dengan teoritis:

Ea : Et =

atau E aktual : E teoritis  =

  • Penentuan kecepatan aktual dengan teoritis
  • Kecepatan teoritis

atau

  • Kecepatan aktual

atau

4.3. Perhitungan Biaya Operasional Alat/Mesin

Tabel 4.5. Data biaya operasional alat/mesin
Variabel Biaya (Rp)
Harga Pembelian Mesin = P 30000000
Harga Akhir = S 3000000
Umur Ekonomis =  N (tahun) 6
Tingkat bunga modal = r 0,12
Nilai gudang = h 0,005
Pajak = i 0,01
Asuransi = t 0,01
Daya motor = Pm (HP) 10
Jam kerja per tahun = Wt (jam/tahun) 1200
Harga bahan bakar per liter = Fp (Rp/liter) 7500
Harga minyak pelumas per liter = Op (Rp/liter ) 35000
Upah operator per jam = Wop (Rp/jam) 30000
Upah tenaga pembantu operator per jam = Wi (Rp/jam) 15000
Jumlah ban =  N 4
Harga ban per buah = Tp (Rp/buah) 80000
Umur pakai ban = Nt (jam) 2000
Nilai pemeliharaan dan perbaikan = M 0,05
  1. Biaya tetap per tahun
  2. Penyusutan

Penyusutan (i)

Penyusutan (i)

  • Bunga modal

Bunga modal (ii)

Bunga modal (ii)

  • Pemeliharaan dan perbaikan

Pemeliharaan dan perbaikan (iii) =

Pemeliharaan dan perbaikan (iii) =

  • Gudang

Gudang (iv) =

Gudang (iv) =

  • Asuransi dan Pajak
  • Pajak (v) =

Pajak (v) =

  • Asuransi (vi) =

Asuransi (vi) =

Total biaya tetap per tahun =

Total biaya tetap per tahun =

Total biaya tetap per tahun =

  • Biaya kerja per tahun
  • Bahan bakar (a)

Bahan bakar =

Bahan bakar =

Bahan bakar =

  • Minyak Pelumas (b)

Minyak Pelumas =

Minyak Pelumas =

Minyak Pelumas =168000000

  • Grease (c)

Grease =

Grease = 168000000  = 100800000

  • Operator (d)

Operator =

Operator =

  • Tenaga pembantu Operator (e)

Tenaga pembantu Operator =

Tenaga pembantu Operator =

  • Ban  (f)

Ban =

Ban =

  • Maka total biaya kerja per tahun adalah :

Total biaya kerja per tahun

Total biaya kerja per tahun

Total biaya kerja per tahun

  • Jadi, total biaya operasional mesin per tahun tahun = Total biaya tetap per tahun + Total biaya kerja per tahun =
  • Besarnya biaya operasional mesin per jam =
  • Besarnya biaya operasional per satuan luas

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum dan pembahasan yang telah dilakukan  diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

  1. Kapasitas kerja suatu alat didefinisikan sebagai suatu kemampuan kerja suatu alat atau mesin memberikan hasil (hektar, kilogram, liter) per satuan waktu. Kapasitas kerja suatu alat pengolahan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: ukuran dan bentuk petakan, topografi wilayah, keadaan traktor, keadaan vegetasi, keadaan tanah , tingkat keterampilan operator, dan pola pengolahan tanah .
  2. Kapasitas lapang teoritis yaitu kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang tanah jika berjalan maju sepenuhnya, waktunya 100% dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum (100%). Kapasitas lapang efektif yaitu rata-rata kerja dari alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan luas lahan yang diolah dengan waktu kerja total. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas lapang yaitu; kinerja lapang alat mesin pertanian , waktu hilang untuk belok, istirahat dan penyetelan atau pemeriksaan alat, kerusakan, penyetelan, pembetulan, penyumbatan/penggumpalan, atau berhenti,dan slip.
  • Hasil pengujian pada pengolahan tanah pada praktikum ini : kapasitas aktual
    Ka=0,08896. Kerugian karena terjadinya tumpang tindih hasil kerja pengolahan (L1 = . Kerugian karena slip roda (L2 =). Kerugian karena belok (L3 = ). Kerugian untuk pengaturan, mengatasi kemacetan dan kerusakan kecil (L4 = 0 %). Efisiensi aktual

, , dan .

  • Biaya tersebut terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya  yang  umumnya  dikeluarkan pada awal kegiatan usaha dalam jumlah yang cukup besar. Biaya pengoprasian merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan meliputi biaya  bahan  baku, upah tenaga kerja langsung, dan pemeliharaan. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap    dan biaya tidak tetap.
  • Total biaya tetap per tahun = . Total biaya kerja per tahun . Jadi, total biaya operasional mesin per tahun Besarnya biaya operasional mesin per jam. Besarnya biaya operasional per satuan luas
    • Saran

Praktikumnya sudah berjalan dengan baik, namun kedepannya data yang mau diambil dilapangan lebih teliti dan cermat lagi, seperti bahan bakar yang dikomsumsi, waktu belok, jumlah putaran roda, lebar kerja, slip, serta waktu istrahat, perbaikan, dll. Laporannya dalam bentuk file saja agar menghemat kertas, uang praktikan, dan mendukung kelestarian alam (1000 lembar kertas yang digunakan setara dengan 1 pohon ditebang, jika sebuah organisasi terdiri dari 100 orang dapat menghemat 3 lembar kertas setiap hari, maka dalam setahun ada 156 batang pohon yang dapat diselamatkan).

 
0

Acara 6 Pengukuran Kapasitas & Efisiensi Kerja Lapang: Bab 2 Tinjauan Pustaka

Posted by andi telaumbanua on Jan 14, 2019 in ALAT Dan MESIN PERTANIAN


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bajak Singkal

Bagian dari bajak dapat terdiri dari satu bottom atau lebih. Bottom ini dibangun dari bagian- bagian utama, yaitu: 1) singkal (moldboard), 2) pisau (share), dan 3) penahan samping (landside). Ketiga bagian utama tersebut diikat pada bagian yang disebut pernyatu (frog). Unit ini dihubungkan dengan rangka (frame) melalui batang penarik (beam) ). Singkal   berfungsi   untuk   menghancurkan   dan   membalik   tanah. Pisau bajak berfungsi untuk memotong tanah secara horizontal. Landside berfungsi untuk menahan tekanan samping dari keratan tanah pada singkal, dan mempertahankan gerak maju bajak agar tetap lurus. Furrow wheel berfungsi untuk menjaga kestabilan pembajakan. Land wheel berfungsi untuk mengatur kedalaman sehingga kedalamannya konstan. Jointer berfungsi untuk memungkinkan penutupan seresah lebih terpasang di atas pisau bajak dengan kedalaman kerja + 5 cm. sempurna dalam pembajakan. Coulter berfungsi untuk memotong serasah tumbuhan atau sampah yang ada diatas tanah sebelum pisau bajak memotong tanah (Daywin et al., 2008).

Prinsip kerja bajak singkal adalah pada saat bajak bergerak maju, maka pisau (share) memotong tanah dan. mengarahkan potongan/keratan tanah (furrow slice) tersebut ke bagian singkal. Singkal akan menerima potongan tanah, dan karena kelengkungannya maka potongan tanah akan dibalik dan pecah. Kelengkungan singkal ini berbeda untuk kondisi dan jenis tanah yang berbeda agar diperoleh pembalikan dan pemecahan tanah yang baik (Daywin et al., 2008).

2.2. Pola Pengolahan Tanah (Pembajakan)

Tujuan dari pola pengolahan tanah ini adalah (Dahono, 1997) :

1. Lebih efisien, dengan menggunakan pola yang sesuai diharapkan : Waktu yang terbuang pada saat pengolahan tanah (pada saat implemen pengolahan tanah diangkat) sesedikit mungkin. Lahan yang diolah tidak diolah lagi sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efisien

2. Lebih efektif: Hasil pengolahan tanah (khususnya untuk pembajakan) bisa merata. Bagian lahan yang diangkat tanahnya akan ditimbun kembali dari alur berikutnya, sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efektif. Beberapa macam pola pengolahan tanah yang disesuaikan dengan bentuk lahan dan jenis alat yang digunakan.

Beberapa pola pengolahan tanah, antara lain :

Gambar 2.1. Pola pengolahan tanah, (a) Continous tilling. (b) Headland pattern from boundaries (c) Circuitous, rounded corners (d) Headland pattern from back furrow

a.      Pola Tengah

Pembajakan dilakukan dari tengah membujur lahan. Pembajakan kedua pada sebelah hasil pembajakan pertama. Traktor diputar ke kanan dan membajak rapat dengan hasil pembajakan pertama. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kanan sampai ke tepi lahan. Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit. Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Dahono, 1997). Pola ini akan menghasilkan alur balik (back furrow) yaitu alur bajakan yang saling berhadapan satu sama lain, sehingga akan terjadi penumpukan lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah lahan (Dahono, 1997).

b.     Pola Tepi

Pengolahan tanah dilakukan dari salah satu titik sudut lahan. Berputar ke kiri sejajar sisi lahan, sampai ke tengah lahan. Lemparan pembajakan ke arah luar lahan. Pada akhir pengolahan, operator akan kesulitan dalam membelokkan traktor. Pola ini cocok untuk lahan yang berbentuk bujur sangkar, dan lahan tidak terlalu luas. Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal lahan. Lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak, diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Gunawan dkk., 2015).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat pembajakan yaitu:

1.      Menjaga agar traktor berjalan lurus. Pada saat membajak, tanah hasil bajakan akan terlempar ke arah sisi tepi (biasanya ke kanan), sehingga bajak akan terdorong ke kiri, dan traktor akan terdorong dan akan berbelok ke kanan. Operator harus menahan agar traktor tetap berjalan lurus. Untuk mengontrol agar jalannya traktor lurus, sesaat sebelum melakukan pembajakan, operator melihat satu titik lurus di depan. Pada saat akan mengontrol, operator dapat melihat kembali titik tadi apakah masih berada lurus di depan.

2.      Menjaga kedalaman pembajakan. Pada saat membajak, tanah akan terangkat ke atas, sehingga bajak akan terdorong ke bawah, dan bagian depan traktor akan terangkat. Operator harus menahan agar posisi traktor stabil. Untuk implemen yang baik, biasanya dilengkapi dengan peralatan yang dapat menahan bajak, sehingga kedalaman bisa dijaga, dan operator tidak perlu menahan. Biasanya di bagian depan traktor juga dilengkapi dengan pemberat untuk menyeimbangkan beban.

3.      Mengangkat implemen, dengan mengangkat implemen, beban traktor akan berkurang. Selain itu juga dapat menjaga agar implemen tidak rusak.

(Ariesman, 2012).

2.3.   Kapasitas Kerja Pengolahan Tanah

Kapasitas kerja suatu alat didefinisikan sebagai suatu kemampuan kerja suatu alat atau mesin memberikan hasil (hektar, kilogram, liter) per satuan waktu. Jadi kapasitas kerja pengolahan tanah adalah berapa hektar kemampuan suatu alat dalam mengolah tanah per satuan waktu, sehingga satuannya adalah hektar per jam atau jam per hektar atau hektar per jam per HP traktor (Suastawa dkk, 2000).

Kapasitas kerja suatu alat pengolahan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu(Ariesman, 2012):

1.      Ukuran dan bentuk petakan : Ukuran dan atau bentuk petakan sangat mempengaruhi efisiensi kerja dari pengolahan tanah yang dilakukan dengan tenaga tarik hewan ataupun dengan traktor, namun pada pencangkulan pengaruhnya tidak begitu besar. Ukuran petakan yang sempit akan mempersulit beloknya hewan penarik atau traktor, sehingga efisiensi kerja dan kapasitas kerjanya rendah.

2.      Topografi wilayah : meliputi keadaan permukaan tanah dalam wilayah secara keseluruhan, misalnya keadaan permukaan wilayah tersebut datar atau berbukit atau bergelombang. Keadaan ini diukur dengan tingkat kemiringan dari permukaan tanah yang dinyatakan dalam (%). Kemiringan yang baik untuk penggunaan tenaga hewan dan traktor dalam pengolahan tanah adalah sampai 3% (relatif datar). Kemirngan tanah yang lebih dari 3% yang masih bisa dikerjakan traktor adalah 3 sampai 8% dimana pengolahan tanahnya dilakukan dangan mengikuti garis ketinggian (contour farming system).

3.      Keadaan traktor : apakah traktor masih baru atau sudah lama. Jadi menyangkut umur ekonomi traktor itu sendiri. Traktor yang sudah lama dipakai berarti umur ekonominya sudah habis atau malah sudah terlewatkan, sehingga sudah banyak bagian traktor yang sudah aus sehingga sering timbul kerusakan. Kerusakan–kerusakan akan menyangkut masalah waktu, tenaga serta biaya, sehingga pekerjaan tidak akan efisien lagi.

4.      Keadaan vegetasi : permukaan tanah yang diolah juga dapat mempengaruhi efektivitas kerja dari bajak atau garu yang digunakan. Tumbuhan semak atau alang-alang memungkinkan kemacetan akibat penggumpalan pada alat karena tertarik atau tidak terpotong. Pengolahan tanah pada alang-alang atau bersemak akan lebih efektif bila digunakan bajak piringan atau garu piring, karena bajak atau garu ini memiliki konstruksi yang berupa piringan dan dapat berputar sehingga kecil kemungkinan untuk macet.

5.      Keadaan tanah : meliputi sifat-sifat fisik tanah, yaitu keadaan basah (sawah), kering, berlempung, liat atau keras. Keadaan ini menentukan jenis alat dan tenaga penarik yang digunakan. Di samping itu juga mempengaruhi kapasitas kerja dari pengolahan tanah. Tanah yang basah memberikan tahanan tanah terhadap tenaga penarik relatif lebih rendah dibanding dengan tanah kering, akan tetapi pada tanah basah (sawah) memungkinkan terjadi slip yang lebih tinggi dibandingkan pada tanah kering.

6.      Tingkat keterampilan operator: Operator yang berpengalaman dan terampil akan memberikan hasil kerja dan efisiensi kerja yang lebih baik dibanding operator yang belum terampil dan belum berpengalaman.

7.      Pola pengolahan tanah : erat hubungannya dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan tanah. Pola pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk memperkecil sebanyak mungkin pengangkatan alat, karena pada waktu diangkat alat itu tidak bekerja. Pola pengolahan tanah yang banyak dikenal dan dilakukan adalah pola spiral, pola tepi, pola tengah dan pola alfa. Pola spiral yang paling banyak digunakan karena pembajakan dilakukan terus menerus tampa pengangkatan alat.

Kapasitas lapang suatu alat/mesin dibagi menjadi dua yaitu kapasitas lapang teoritis atau kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang tanah jika berjalan maju sepenuhnya, waktunya 100% dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum (100%) serta kapasitas lapang efektif yaitu rata-rata kerja dari alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan luas lahan yang diolah dengan waktu kerja total (Ariesman, 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas lapang yaitu                         (Darun dan Sumono , 1983):

1. Kinerja Lapang Alat Mesin Pertanian

a.       Kapasitas lapang teoritis sebuah alat, merupakan kecepatan penggarapan lahan yang akan diperoleh seandainya mesin tersebut melakukan kerjanya memanfaatkan 100% waktunya, pada kecepatan maju teoritisnya dan selalu memenuhi 100% lebar kerja teoritisnya.

b.      Waktu per hektar teoritis, merupakan waktu yang dibutuhkan pada kapasitas lapang teoritis tersebut.

c.       Waktu kerja efektif, merupakan waktu sepanjang mana mesin secara aktual melakukan fungsi/kerjanya. Waktu kerja efektif per hektar akan lebih besar disbanding waktu kerja teoritik per hektar jika lebar kerja terpakai lebih kecil dari lebar kerja teoritisnya.

d.      Kapasitas lapang efektif, suatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja teoritis mesin, presentase lebar teoritis yang secara aktual terpakai, kecepatan jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama pengerjaan. Dengan alat-alat semacam garu, penyiang lapang, pemotong rumput dan pemanen padu, secara praktis tidak mungkin untuk memanfaatkan lebar teoritisnya tanpa adanya tumpang tindih. Besarnya tumpang tindih yang diperlukan terutama merupakan fungsi dari kecepatan, kondisi tanah dan ketrampilan operator.

e.       Efisiensi lapang, merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis, dinyatakan dalam persen. Efisiensi lapang melibatkan pengaruh waktu hilang di lapang dan ketakmampuan untuk memanfaatkan lebar teoritis mesin.

f.       Efisiensi kinerja, merupakan suatu ukuran efektifitas fungsional suatu mesin, misalnya presentase perolehan produk bermanfaat dari penggunaan sebuah mesin pemanen.

2. Waktu Hilang untuk Belok

Belok di ujung suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Jumlah waktu belok per satuan luas untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 180o per putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 90o per putaran.

Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik, juga dipengaruhi oleh ketakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di headland, kekasaran daerah belok dan lebar alat. Waktu per belokan pada head-land  halus rata-rata hampir  5% lebih besar pada pemanen atau penyiang 4 larik dibanding 2 larik. Perbedaannya ialah 20 – 25% pada head-land kasar. Alat yang lebih lebar, mendapatkan bahwa waktu per belokan rerata 40 – 50% lebih besar untuk penyiang dan penanam 6 larik dibanding 4 larik. Pengoprasian traktor saat melintasi ujung-ujung suatu lapang biasanya menghasilkan kehilangan waktu  yang sering tak terhindarkan jika tanah yang luas dibagi-bagi ke dalam lapang-lapang yang pendek.

3. Waktu Hilang yang Sebanding dengan Luas

Saat pengolahan tanah dengan traktor ada beberapa waktu yang hilang, karena saat istirahat dan penyetelan atau pemeriksaan alat, biasanya cenderung sebanding dengan waktu kerja efektif (atau dengan waktu lapang total) jika kecepatan kerja atau lebar alat ditambah. Waktu per hektar untuk belok pulang-balik pada pengerjaan tanaman larik cenderung tetap konstan (atau turun cuma sedikit) jika kecepatan kerja dinaikkan, karena kecepatan biasanya dikurangi saat belok, kecuali jika kecepatan kerja normalnya memang telah rendah. Waktu hilang yang cenderung sebanding dengan luas menjadi makin penting bila lebar atau kecepatan alat dinaikkan, karena waktu hilang tersebut akan terhitung dengan presentase yang lebih besar dengan berkurangnya total waktu per hektar. Dengan demikian, mengganti penanam 4 larik dengan 6 larik pada kecepatan maju yang sama dapat menaikkan keluaran cuma 30% bukannya 50% (Assa dkk., 2014).

4. Waktu Hilang Berkenaan dengan Kehandalan Mesin

Peluang kerusakan alat, yang akan berakibat hilangnya waktu di lapang, adalah berbanding terbalik dengan kehandalan mesin. Kehandalan keberhasilan dapat didefinisikan sebagai peluang statistik berfungsinya suatu alat secara memuaskan pada kondisi tertentu sepanjang periode waktu tertentu.

Kehandalan pemakaian waktu pada mesin individual menjadi makin penting jika beberapa mesin atau beberapa bagian mesin digunakan secara gabungan. Untuk sebuah alat individual, waktu hilang sebesar 5 atau 10% karena kerusakan, penyetelan, pembetulan, penyumbatan/penggumpalan, atau berhenti yang lain berkaitan dengan mesin, umumnya tidak dianggap serius. Namun jika 4 satuan semacam itu, masing-masing dengan kehandalan pemakaian waktu 98%, digunakan secara berurutan, kehandalan pemakaian waktu keseluruhan gabungan waktu berurutan tersebut akan terkurangi sampai menjadi 66%. Kehandalan pemakaian waktu. Waktu hilang karena belok, istirahat, pengisian wadah benih atau pupuk, dan sebagainya, kira-kira akan tetap sama tak peduli berapa jumlah mesinnya, namun harus dimasukkan dalam penghitungan efisiensi lapang gabungan tersebut (Assa dkk., 2014).

Kapasitas kerja dapat dibedakan menjadi kapasitas efektif dan kapasitas teoritis. Kapasitas efektif merupakan waktu nyata yang diperlukan di lapangan dalam menyelesaikan suatu unit pekerjaan tertentu. Kapasitas teoritis adalah hasil kerja yang akan dicapai alat dan mesin bila seluruh waktu digunakan pada spesifikasi operasinya (Suastawa dkk, 2000).

Kapasitas lapang efektif suatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja teoritis mesin, persentase lebar teoritis yang secara aktual terpakai, kecepatan jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama pengerjaan. Kapasitas lapang teoritis (KLT) dapat dihitung dengan persamaan 2 berikut            (Suastawa dkk, 2000).

KLT = 0.36 (v x lP)…………………………..……………………….(2)

Keterangan : KLT = Kapasitas lapang teoritis (ha/jam)

   v      = Kecepatan rata-rata (m/s)

   lP     = Lebar pembajakan rata-rata (m)

   0.36 = Faktor konversi (1 m2/s = 0.36 ha/jam)

Untuk menghitung kapasitas lapang pengolahan efektif (KLE) diperlukan data waktu kerja keseluruhan  dari mulai bekerja hingga selesai (WK) dan luas tanah hasil pengolahan keseluruhan (L). Persamaan 3 yang digunakan untuk menghitung KLE adalah  dengan rumus sebagai berikut (Suastawa dkk. 2000).

…………………………………………………………….(3)

Keterangan : KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam)

   L      = Luas lahan hasil pengolahan (ha)

          WK  = Waktu kerja (jam)

Kecepatan maju merupakan salah satu metode untuk meningkatkan kapasitas kerja alat pertanian yaitu dengan menambah kecepatan maju berarti meningkatkan kapasitas kerja alat pengolah tanah tanpa harus menambah berat dan jumlah unit tenaga penggerak yang membebani. Semakin dalam kedalaman olah tanah kecepatan kerjanya semakin rendah. Fenomena ini terjadi karena slip roda sangat tinggi pada waktu alat bekerja dan juga banyaknya gulma yang terpotong serta bongkahan tanah yang terolah besar, sehingga waktu untuk menempuh jarak yang ditentukan menjadi lama.

2.4  Efisiensi Pengolahan Tanah

Efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan dalam bentuk (%). Rumus yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pengolahan tanah adalah sesuai persamaan 4 berikut.

……………………………………………………………(4)

dimana :

KLE = kapasitas lapang efektif

KLT = kapasitas lapang teoritis

Ada dua jenis lahan yang dapat diolah menggunakan traktor roda dua yaitu lahan basah atau sawah dan lahan kering atau lahan yang biasa ditanami sayur-sayuran. Pada lahan sawah memerlukan tiga tahapan proses perlakuan dengan menggunakan implemen traktor roda dua hingga lahan siap untuk ditanami. Tahapan itu adalah pembajakan, pengglebekan, dan penggaruan. Sementara pada lahan kering hanya memerlukan dua tahapan yaitu pembajakan dan penggaruan atau pengglebekan tergantung jenis tanah pada lahan kering tersebut dan kebiasaan masyarakat sekitar.

2.5  Slip (Slippage)

Intensitas slip merupakan pengurangan kecepatan maju traktor karena beban operasi pada kondisi lapang. Slip roda yang terjadi pada roda traksi traktor dapat diketahui dari pengurangan kecepatan traktor pada saat operasi dengan beban dibandingkan dengan kecepatan teoritis. Slip roda traktor merupakan salah satu faktor pembatas bagi pengoperasian traktor-traktor pertanian. Slip akan selalu terjadi pada traktor baik pada saat menarik beban maupun saat tidak menarik beban. 

Slip terjadi bila roda meneruskan gaya-gaya pada permukaan alas, pengukuran slip agak rumit akibat pengecilan jari-jari ban efektif statis maupun dinamis. Meningkatkan slip roda dapat menambah kemampuan traksi, gaya tarik traktor masih dapat ditambah dengan menaikkan slip hingga 30%, tetapi slip yang optimum pada operasi traktor adalah 10 -17% . Slip roda traksi merupakan selisih antara jarak tempuh traktor saat dikenai beban dengan jarak tempuh traktor tanpa beban pada putaran roda penggerak yang sama.

……………………………………………………………………(5)

dimana :

St  = Slip roda traksi (%)

Sb = Jarak tempuh traktor saat diberi pembebanan dalam 5  putaran roda (m)

So = Jarak tempuh traktor tanpa beban dalam 5 putaran roda (m)

Besarnya slip dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut (Sembiring dkk, 1990) :

a.       Beban pada roda traksi

b.      Jenis, ukuran, dan kondisi roda traksi

c.       Jenis dan kondisi tanah/landasan traksi

Slip pada roda dapat diperkecil dengan memperhatikan fakror-faktor sebagai berikut : (1) diameter roda (2) lebar roda (3) bentuk lempengan tapak, (4) sudut lempengan tapak terhadapat garis singgung roda dan sumbu roda (5) jarak antara lempengan. Efisiensi tenaga tarik yang tertinggi dalam mengolahan tanah adalah pada tingkat slip antara 15-25%. Pada tanah liat yang basah, tenaga terbesar untuk menarik mungkin dicapai pada slip sekitar 35% .

Tanah basah atau becek slip dapat terjadi sampai 60% dan hanya menghasilkan tanah sekitar 10-20%. Hal ini berarti banyak tenaga yang hilang untuk mengatasi tahanan gelinding dan slip roda serta hasil yang didapat berupa proses pelumpuran oleh roda. Dalam penggunaan traktor pada tanah liat basah atau lumpur, harus diperhatikan luas kotak permukaan roda dengan tanah untuk menaikkan tarikan. Makin luas permukaan, maka tarikan akan makin baik.

Kelengketan tanah pada sirip dari roda besi adalah salah satu hal yang dapat menyebabkan tingginya slip. Jika kelengketan tanah pada sirip sangat banyak akan menimbulkan roda besi ini ditutupi tanah, sehingga gaya angkat yang akan dihasilakan akan kecil dan menyebabkan tingginya slip roda.

2.6. Konsumsi Bahan Bakar

Konsumsi bahan bakar dinyatakan dalam liter/jam, konsumsi bahan bakar tergantung pada ukuran traktor dan beban, semakin berat beban yang ditarik maka semakin besar tenaga yang dibutuhkan dan semakin besar pula konsumsi bahan bakarnya. Perhitungan konsumsi bahan bakar dari traktor dilakukan dengan mengukur volume bahan bakar yang dipakai dalam pengolahan tanah yaitu dengan memberi tanda atau mengisi penuh tangki bahan bakar, kemudian menambah kembali bahan bakar sampai tanda yang telah dibuat.

WFC   = VFC * DF    ………………………….…………………………..   (10)

EF  = 48998 + 2392.1 * DF – 13078 * DF ^2   …………………………..   (11)

VFC   = volume bahan bakar terpakai, liter

EF   = nilai bakar bahan bakar rata-rata, kJ/kg

1.055  = faktor konversi (1 Btu = 1.055 kJ)

2545  = faktor konversi (1 hp.jam = 2545 Btu)

0.33  = efisiensi panas bahan bakar maksimum motor diesel

SFC   = konsumsi bahan bakar spesifik, kg/hp.jam, atau liter/hp.jam

(Hernandi, 2009).

2.7.  Biaya Pengoprasian

Biaya tersebut terdiri    dari    biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya  yang  umumnya  dikeluarkan pada awal kegiatan usaha dalam jumlah yang cukup besar. Biaya pengoprasian merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan meliputi biaya  bahan  baku, upah tenaga kerja langsung, dan pemeliharaan (Yulia dkk., 2013).

Biaya operasional terdiri dari biaya tetap    dan biaya tidak   tetap. Biaya tetap (fixed cost) adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu. Komponen biaya tetap meliputi penyusutan, biaya pajak alat/mesin pertanian, biaya bunga   modal,   dan   biaya   garasi.   Biaya   jenis   ini selamanya sama atau tidak berubah dalam hubungannya dengan  jumlah  satuan  yang  diproduksi.  Biaya  tidak tetap  (variable  cost)  adalah  biaya  yang  dikeluarkan pada saat alat/mesin    beroperasi yang    besarnya tergantung    dari    jumlah    jam  kerjanya.  Komponen biaya   tidak tetap   meliputi biaya bahan bakar, biaya pelumas, biaya perbaikan dan pemeliharaan, dan biaya operator (Yulia dkk., 2013).

Menurut Santoso et al. (2005), biaya pokok pengolahan tanah dengan traktor adalah besarnya biaya untuk mengolah satu satuan luas lahan hasil olahan, dengan satuan Rp / ha. Adapun rumus   biaya tetapan tidak tetap sebagai berikut :

a.    Biaya Tetap

1)   Penyusutan     dihitung     dengan      menggunakan Persamaan :

    ……………………………..(7)  Dimana :

D = Biaya penyusutan (Rp/tahun)

P   = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp)

S  = Perkiraan harga jual setelah pemakaian (Rp)

n = Umur ekonomis (tahun)

2)   Biaya bunga modal dihitung dengan Persamaan :

……………

I    = Total bunga modal dan asuransi (Rp/tahun)

i    = Suku bunga bank (%/tahun)

P   = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp)

n = Umur ekonomis (tahun)

3)    Biaya    pajak    alat/mesin    peratanian    dihitung menggunakan Persamaan

T  = 2%(P)          

T   = Total biaya pajak (Rp/tahun)

P   = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp)

4)   Biaya   garasi   dihitung   menggunakan  Persamaan berikut :

G = 1%(P)

G  = Biaya garasi (Rp/tahun)

P    = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp)

b.   Biaya tidak tetap

1)   Biaya     bahan     bakar     dihitung     menggunakan Persamaan berikut :

BBB = vp/HP/jam(DM)(hb)  

BBB = Biaya bahan bakar (Rp/jam)

vp      = Volume pemakaian bahan bakar (liter)

DM   = Daya yang dikeluarkan oleh mesin pertanian (HP)

Hb     = Harga bahan bakar (Rp/liter)

2)   Biaya  pelumas dihitung menggunakan Persamaan berikut :

Bp     = Biaya pelumas (Rp/jam)

Ktp    = Kapasitas tangki pelumas (liter)

DM    = Daya yang dikeluarkan oleh mesin pertanian (HP)

hp       = Harga pelumas (Rp/liter)

3)   Biaya    perbaikan    dan    pemeliharaan    dihitung menggunakan Persamaan

•    Mesin per jam

MP   = Biaya mesin perjam (Rp/jam)

P      = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp)

•    Peralatan per jam

PP   = Biaya peratalan perjam (Rp/jam)

P      = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp)

S      = Perkiraan harga jual setelah pemakaian (Rp)

4)   Biaya  operator dihitung menggunakan Persamaan berikut :

BO = JO x UP x JH        

BO        = Biaya operator (Rp/jam)

JO         = Jumlah Operator (Orang/hari)

UP         = Upah Operator (Rp/orang)

JH         = Jam kerja (jam/hari)

DAFTAR PUSTAKA

Ariesman, M. 2012. Mempelajari Pola Pengolahan Tanah  Pada Lahan Kering Menggunakan Traktor Tangan Dengan Bajak Rotari. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Assa, G., Rantung R., Molenaar R., dan Ludong D., 2014. Uji Teknis Traktor Kubota Tipe M9540 Pada Pengolahan Lahan Kering Di Kelurahan Wailan, Kota Tomohon. Jurnal Unsrat 5(4): 1-12.

Dahono. 1997. Pengolahan Tanah Dengan Traktor Tangan, Bagian Proyek Pendidikan Kejuruan Teknik IV, Jakarta.

Darun, S., Matondang, Sumono. 1983. Pengantar Alat dan Mesin-Mesin Perkebunan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Daywin,  Frans Jusuf, dkk. 2008. Mesin-Mesin Budidaya Pertanian Lahan Kering. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut Pertanian      Bogor.

Gunawan S., Lukman A., dan Rohanah. 2015. Studi Banding Kinerja Pengolahan Tanah Pola Tepi Dan Pola Alfa Pada Lahan Sawah Menggunakan Traktor Tangan Bajak Rotari Di  Kecamatan Pangkalan Susu. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian 3( 4); 512-517.

Hernandi . 2009. Kinerja Mesin Pengolahan Tanah Pada Budidaya Tebu Lahan Kering Di Pg Pesantren Baru, Kediri. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Santosa, A. Dan V.Veronica. 2005. Kinerja Traktor Tangan Untuk Pengolahan Tanah. Staf Pengajar Universitas Andalas. Padang.

Suastawa, I. N., W. Hermawan, dan E. N. Sembiring. 2000. Konstruksi dan Pengukuran Kinerja Traktor Pertanian. Teknik Pertanian. Fateta.IPB. Bogor.

Yulia, U. M., Igbal., dan Daniel. 2013. Uji Kinerja dan Analisis Ekonomi Traktor Roda 4 Model AT 6504 dengan Bajak Piring (Disk Plow) pada Lahan Kering . Makalah seminar hasil penelitian Prodi Keteknikan Pertanian Unhas.Makassar.

 
0

Acara 6 Pengukuran Kapasitas & Efisiensi Kerja Lapang: Bab 1 Pendahuluan

Posted by andi telaumbanua on Jan 14, 2019 in ALAT Dan MESIN PERTANIAN

LAPORAN PRAKTIKUM

ALAT DAN MESIN PERTANIAN

(TPT 2028)

ACARA VI

PENGUKURAN KAPASITAS & EFISIENSI KERJA LAPANG

DISUSUN OLEH :

Nama               : Andi Saputra Telaumbanua

NIM                 : 17/413930/TP/11872

Golongan         : Senin B

CO. ASS          : 1. Shadiq Muhammad Shalih

                                                 2. Dintia Ibni

LABORATORIUM ENERGI DAN MESIN PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2018

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Pengolahan tanah dapat dipandang sebagai suatu usaha manusia untuk merubah sifat-sifat yang dimiliki oleh tanah sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki oleh manusia. Di dalam usaha pertanian, pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan kondisi fisik; khemis dan biologis tanah yang lebih baik sampai kedalaman tertentu agar sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Di samping itu pengolahan tanah bertujuan pula untuk : membunuh gulma dan tanaman yang tidak diinginkan; menempatkan seresah atau sisa-sisa tanaman pada tempat yang sesuai agar dekomposisi dapat berjalan dengan baik; menurunkan laju erosi; meratakan tanah untuk memudahkan pekerjaan di lapangan; mempersatukan/pupuk dengan tanah; serta mempersiapkan tanah untuk mempermudah dalam pengaturan air (Rizaldi, 2006).

Kapasitas kerja suatu alat adalah kemampuan kerja suatu alat atau mesin memberikan hasil (hektar, kilogram, liter) per satuan waktu. Kapasitas kerja suatu alat pengolahan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : ukuran dan bentuk petakan, topografi wilayah, keadaan traktor, keadaan vegetasi, keadaan tanah, tingkat keterampilan operator, dan pola pengolahan tanah. Kapasitas lapang suatu alat/mesin dibagi menjadi dua yaitu kapasitas lapang teoritis yaitu kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang tanah jika berjalan maju sepenuhnya, waktunya 100% dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum (100%) serta kapasitas lapang efektif yaitu rata-rata kerja dari alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan luas lahan yang diolah dengan waktu kerja total.

Waktu kerja efektif, merupakan waktu sepanjang mana mesin secara aktual melakukan fungsi/kerjanya. Waktu kerja efektif per hektar akan lebih besar dibanding waktu kerja teoritik per hektar jika lebar kerja terpakai lebih kecil dari lebar kerja teoritisnya. Kapasitas lapang efektif, suatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja teoritis mesin, presentase lebar teoritis yang secara aktual terpakai, kecepatan jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama pengerjaan. Efisiensi lapang, merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis, dinyatakan dalam persen. Efisiensi lapang melibatkan pengaruh waktu hilang di lapang dan ketakmampuan untuk memanfaatkan lebar teoritis mesin.

Pada pengolahan tanah selalu terdapat perbedaan kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang aktual. Hal ini dapat disebabkan karena; slip, belok, seresah/rumput, konsistensi tanah, pola pembajakan, waktu untuk memperbaiki traktor, keahlian operator, dll. Dalam bidang teknik pertanian dan biosistem (TPB), pemahaman terhadap ini, sangatlah dibutuhkan, misalnya untuk menguji kinerja traktor, mengukur kapasitas lapang, melakukan analisis kelayakan ekomomi, dll. Oleh karena itu, dilakukan praktikum pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja lapang, agar praktikan dapat mempelajari kinerja alat mesin pengolah tanah mekanis ditinjau dari aspek operasional, kerekayasaan, dan ekonominya. Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan traktor roda 4, bajak singkal untuk mengolah tanah dengan tipe pengolahan tepi.

  1. Tujuan

Praktikum pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja lapang ini, bertujuan untuk mempelajari kinerja (performance) alat dan mesin pengolah tanah secara mekanis ditinjau dari aspek teknik kerekayasaan, teknik operasional, dan aspek

ekonominya.

  1. Manfaat

Manfaat dilakukannya praktikum pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja lapang ini adalah agar mahasiswa teknik pertanian dan biosistem (TPB) FTP UGM, dapat memahami cara/teknik pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja lapang dari alat dan mesin pertanian, dapat memberikan evaluasi dari hasil pengujian yang dilakukan, dan dapat melakukan analisis kelayakan ekonomi dari suatu alat dan mesin pertanian, serta dapat mempraktikkannnya ketika kerja nanti.

Copyright © 2024 All rights reserved. Theme by Laptop Geek.