Hitung integral dari ∫_1^5 |x-2| dx
Tentukanlah integral dari

Jawab:

sehingga:
= [{-1/2 (4) + 2(2)} – {-1/2 (1) + 2(1)}] + [{1/2 (25) – 2(5)} – {1/2 (4) – 2(2)}]
= – 2 + 4 + 0,5 – 2 + 12,5 – 10 – 2 + 4
= 5
= [{-1/2 (4) + 2(2)} – {-1/2 (1) + 2(1)}] + [{1/2 (25) – 2(5)} – {1/2 (4) – 2(2)}]
= – 2 + 4 + 0,5 – 2 + 12,5 – 10 – 2 + 4
= 5
Proses perencanaan, dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan sasaran perseorangan dan organisasi (The American Marketing Association)
Proses sosial yang di dalamnya terdapat individu dan kelompok yang mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler dan Lane, 2007)
Penetrasi pasar
Usaha meningkatkan penjualan dari produk yang sama (lama) dan dalam pasar yang sekarang (atau lokasi yang sekarang) melalui peningkatan usaha penjualan dan periklanan.
Segmentasi pasar adalah strategi untuk memilah pasar yang massal dengan membagi-bagi mereka ke dalam kelompok-kelompok yang lebih homogen (berperilaku sama)
Targeting adalah memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dijadikan target
Untuk menentukan kepada siapa saja produk akan dijual
Kategori segmentasi
Pengembangan pasar
Meningkatkan penjualan dengan memperkenalkan produk atau jasa yang sama (lama) pada pasar atau segmen baru
Positioning: upaya mengkomunikasikan produk dan brand dalam benak konsumen
Branding: penamaan merek yang membedakan produk dari para pesaing
Brand terdiri dari:
Diferensiasi: upaya menciptakan perbedaan yang positif di mata pelanggan dan berbeda dari yang ditawarkan pesaing (Kotler, 1991)
Sumber utama untuk diferensiasi;
Diferensiasi harus menciptakan perbedaan sejati dan produk yang khas bagi pelanggan, dalam hal
Produk bagus akan selalu ditiru atau didompleng
– Tanpa diferensiasi, merek hanya sekedar komoditi (produk tanpa nama) yang hanya dibeli karena murah.
– Peniruan: nama, identitas (warna, logo, bentuk kemasan), produk
– Pelawak dalam Grup Srimulat: penampilan berbeda- beda secara signifikan menjadi brand (personal brand)
Bauran pemasaran (marketing mix)
Kombinasi alat-alat pemasaran yang digunakan untuk mempengaruhi dan mempertahankan pembeli:
Product (produk)
Adalah apa saja yang ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, digunakan atau dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan konsumen
Yang diperhatikan:
Price (Harga)
■ Alat untuk mengkomunikasikan nilai produk
■ Penetapan harga (Griffin dan Ebert, 2002):
Place (tempat)
Kesuksesan pemasaran tergantung distribusi
Distribusi : tempat (place) yang berarti bagaimana anda melakukan kombinasi saluran-saluran distribusi untuk menyampaikan produk pada pengguna akhir
Saluran | 1 : | Produsen > Pemakai | |
Saluran | 2 : | Produsen > Pengecer > Konsumen | |
Saluran | 3 : | Produsen > Grosir > Pengecer > Konsumen
|
Saluran 4 : Produsen > Agen/Broker > Grosir >Pengecer > Konsumen
Promotion (promosi)
Teknik komunikasi yang dirancang untuk menstimulasi konsumen untuk membeli
Tujuan:
Tujuan akhir promosi: meningkatkan penjualan
Cara promosi
MAKALAH PROFESI KETEKNIKAN
PERAN SARJANA TEKNIK PERTANIAN DALAM UPAYA PENGENDALIAN TANAH LONGSOR
Dosen Pengampu:
Dr. Ir. Saiful Rochdyanto, MS.
Disusun Oleh:
Nama : Andi Saputra Telaumbanua
NIM : 17/413930/TP/11872
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Peran sarjana teknik pertanian dalam upaya pengendalian tanah longsor” disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah profesi keteknikan yang diampu oleh Bapak Dr. Ir. Saiful Rochdyanto, MS. Penulis juga mengucapkan trimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan pikiran/gagasam lewat jurnal, artikel dan bukunya yang digunakan oleh penulis sebagai referensi.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas bagaimana peran sarjana teknik pertanian dalam upaya pengendalian tanah longsor, sehingga dampak tanah longsor seperti kerugian materi dan korban jiwa, serta kerusakan lingkungan dapat dicegah sedini mungkin. Meski telah disusun secara maksimal, penulis sebagai manusia menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan makalah ini kedepannya.
Demikian apa yang bisa penulis sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah ini.
Yogyakarta, 01 Juni 2018
Andi Saputra Telaumbanua
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………………………………………… i
Kata Pengantar………………………………………………………………………………… ii
Daftar Isi………………………………………………………………………………………… iii
Abstrak…………………………………………………………………………………………… iv
Bab 1 Pendahuluan………………………………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………. 2
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………… 2
Bab 2 Isi…………………………………………………………………………………………. 3
2.1 Pengertian dan jenis Tanah longsor…………………………………….. 3 – 4
2.2 Penyebab terjadinya tanah longsor……………………………………… 4 – 6
2.3 Upaya pengendalian (mitigasi) tanah longsor………………………. 6 – 7
2.4. Peran Sarjana Teknik pertanian dan Biosistem dalam Pengendalian Tanah Longsor 7 – 9
Bab 3 Penutup…………………………………………………………………………………. 10
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………… 10
3.2 Saran………………………………………………………………………………. 10
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………… 11
ABSTRAK
Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas bagaimana peran sarjana teknik pertanian dalam upaya pengendalian tanah longsor, sehingga dampak tanah longsor seperti kerugian materi dan korban jiwa, serta kerusakan lingkungan dapat dicegah sedini mungkin. Adapun yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini adalah melihat banyaknya kejadian tanah longsor di Indonesia terutama saat terjadi musim penghujan. Longsor merupakan gerakan massa (mass movement) tanah, batuan atau kombinasinya pada bidang longsor. Longsor dapat terjadi karena faktor alam itu sendiri (uncontrolling factor) dan faktor pemicu (triggering factor). Faktor alam erat kaitannya dengan kondisi topografi dan kondisi geologi seperti tekstur tanah, batuan, stratigrafi batuan, serta struktur batuan, sedangkan faktor pemicu antara lain curah hujan yang tinggi, gempa bumi, dan kegiatan manusia untuk membuka dan memanfaatkan lahan pada lereng. Faktor pemicu tersebut dapat dikendalikan dengan berbagai upaya rekayasa lingkungan. Sarjana teknik pertanian merupakan salah satu lulusan yang mempunyai peran dalam pembuatan rekayasa lingkungan tersebut.
Ada 6 jenis tanah longsor yaitu : Longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu rayapan,tanah Aliran, dan bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi yang paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Gejala umum tanah longsor adalah munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru secara tiba-tiba, tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
Peran Sarjana teknik pertanian dalam pengendalian tanah longsor yaitu: Secara Vegetatif → agroforestri : merekayasa pola tanam yang tepat, memilih tanaman berkayu, rerumputan dan komoditas pertanian yang memiliki akar kuat namun bermassa kecil, mengatur pola jarak antar vegetasi, merekayasa iklim mikro melalui tanaman disekitar lereng untuk mempercepat laju evaporasi, evapotraspirasi, dan intersepsi. Secara mekanik : Pembuatan bangunan drainase permukaan, drainase bawah permukaan, pemotongan lereng, buttress fill work, pile, past in si tu Pile , anchor, retaining wall, saluran pengelak, saluran teras, saluran pembuangan air (SPA), bangunan terjunan air (BTA), bronjong, bangunan penguat tebing, trap-trap terasering, dan dam pengendali sistem bangunan permanen (check dam)
Kata kunci : Tanah longsor, mitigasi, agroforestri, kode etik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunungapi, dan sebaran sumber gempabumi (Putro, 2017).
Gunungapi yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka itu merupakan 13% dari jumlah gunungapi aktif dunia. Dengan demikian wilayah Indonesia banyak terdepat lereng- lereng pegunungan yang notabene rentan terhadap tanah longsor. Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunungapi. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor (Putro, 2017).
Menurut Suryolelono (2002), tanah longsor merupakan fenomena alam yang berupa gerakan massa tanah dalam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan dari luar yang menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah dan meningkatnya tegangan geser tanah. Pengurangan parameter kuat geser tanah disebabkan karena bertambahnya kadar air tanah dan menurunnya ikatan antar butiran tanah. Sedangkan tegangan geser tanah meningkat akibat meningkatnya berat satuan tanah. Kuat geser tanah adalah kemampuan intenal tanah dalam menahan keruntuhan akibat geseran sepanjang bidang keruntuhanya. Teori tentang kekuatan geser tanah sangat diperlukan dalam analisis kapasitas dukung pondasi, stabilitas lereng ataupun tegangan lateral tanah. mengungkapkan bahwa keruntuhan material tanah disebabkan oleh kombinasi kritis dari tegangan normal dan tegangan gesernya.
Longsor merupakan gerakan massa (mass movement) tanah, batuan atau kombinasinya pada bidang longsor. Longsor dapat terjadi karena faktor alam itu sendiri (controlling factor) dan faktor pemicu (triggering factor). Faktor alam erat kaitannya dengan kondisi topografi dan kondisi geologi seperti tekstur tanah, batuan, stratigrafi batuan, serta struktur batuan, sedangkan faktor pemicu antara lain curah hujan yang tinggi, gempa bumi, dan kegiatan manusia untuk membuka dan memanfaatkan lahan pada lereng (Amris dan Agus, 2015). Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas bagaimana peran sarjana teknik pertanian dalam upaya pengendalian tanah longsor, sehingga dampak tanah longsor seperti kerugian materi dan korban jiwa, serta kerusakan lingkungan dapat dicegah sedini mungkin.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini dibatasi oleh penulis sebagai batasan dalam pembahasan pada bab isi, sebagai berikut:
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
BAB II
ISI
2.1. Pengertian dan jenis Tanah longsor
Menurut Suryolelono (2002), tanah longsor merupakan fenomena alam yang berupa gerakan massa tanah dalam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan dari luar yang menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah dan meningkatnya tegangan geser tanah. Pengurangan parameter kuat geser tanah disebabkan karena bertambahnya kadar air tanah dan menurunnya ikatan antar butiran tanah. Sedangkan tegangan geser tanah meningkat akibat meningkatnya berat satuan tanah. Kuat geser tanah adalah kemampuan intenal tanah dalam menahan keruntuhan akibat geseran sepanjang bidang keruntuhanya. Teori tentang kekuatan geser tanah sangat diperlukan dalam analisis kapasitas dukung pondasi, stabilitas lereng ataupun tegangan lateral tanah. mengungkapkan bahwa keruntuhan material tanah disebabkan oleh kombinasi kritis dari tegangan normal dan tegangan gesernya.
Longsor merupakan gerakan massa (mass movement) tanah, batuan atau kombinasinya pada bidang longsor. Longsor dapat terjadi karena faktor alam itu sendiri (controlling factor) dan faktor pemicu (triggering factor). Faktor alam erat kaitannya dengan kondisi topografi dan kondisi geologi seperti tekstur tanah, batuan, stratigrafi batuan, serta struktur batuan, sedangkan faktor pemicu antara lain curah hujan yang tinggi, gempa bumi, dan kegiatan manusia untuk membuka dan memanfaatkan lahan pada lereng (Amris dan Agus, 2015).
Ada 6 jenis tanah longsor, menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2006) yakni:
Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Gejala umum tanah longsor adalah munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru secara tiba-tiba, tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
Tipe gerakan tanah menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2006), karakteristik gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi enam macam sebagai berikut ini.
2.2. Penyebab terjadinya tanah longsor
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2006), faktor-faktor penyebab tanah longsor yaitu :
Menurut Suranto ( 2008 ) dalam Amris dan Agus (2015) mengatakan bahwa tekstur tanah merupakan salah satu faktor penyebab kejadian gerakan tanah yang diukur berdasarkan sifat tanah dan kondisi fisik batuan. Longsor akan mudah terjadi pada lereng yang tersusun oleh tanah penutup yang tebal (>2 m), bersifat gembur dan mudah lolos air seperti tanah residual atau kolovial. Apabila lapisan tanah menerima beban yang melampaui tahanan geser tanah, maka lapisan tanah yang gembur dan mudah lolos air pada lereng akan mudah longsor.
Menurut Salim (2010), kejadian longsor dipicu perubahan fungsi hutan menjadi areal pertanian yang tidak seimbang, perubahan areal resapan air menjadi pemukiman, eksploitasi lahan untuk pertambangan, dan kondisi vegetasi hutan yang jarang. Pemanfaatan lahan pada lereng dengan kemiringan lebih dari 40% yang ditanami tumbuhan berakar pendek yang tidak mampu menahan erosi di bawah tekanan curah hujan dapat menimbulkan bencana tanah longsor.
Menurut Hardiyatmo (2012), tanaman dengan akar yang dalam dapat memperkuat lereng, terutama untuk mencegah longsor dangkal. Jenis tumbuhan atau vegetasi yang dapat merugikan adalah tumbuh-tumbuhan besar dengan perakaran yang tidak dalam karena akan menambah beban pada lereng. Kejadian bencana alam yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia banyak yang disebabkan oleh kekeliruan pengelolaan lingkungan. Akar dari krisis dan bencana lingkungan adalah faktor cara pandang manusia, faktor paradigma pembangunan dan kebijakan pemerintah, faktor kelemahan komitmen moral, dan faktor kelemahan penegakan hukum.
2.3. Upaya pengendalian (mitigasi) tanah longsor
Upaya pencegahan tanah longsor Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2006) dapat dilakukan dengan cara; Tidak mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman, membuat terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman, menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui, tidak melakukan penggalian di bawah lereng terjal, dan tidak menebang pohon di lereng.
Tahapan mitigasi bencana tanah longsor menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2006) yaitu:
2.4. Peran Sarjana Teknik pertanian dan Biosistem dalam Pengendalian Tanah Longsor
Menurut The Japan Landslide Society (1996) dalam Apriyono (2009) Countermeasure merupakan usaha untuk menambah kestabilan lereng dengan cara mengurangi gaya penggerak dan menambah gaya penahan. Secara garis besar, countermeasure dapat dibedakan menjadi dua:
1) Control Work: yang terdiri dari: a. drainase permukaan b. drainase bawah permukaan c. pemotongan lereng d. buttress fill work e. struktur sungai
2) Restrain Work: yang terdiri dari: a. pile b. past in si tu Pile c. anchor d. retaining wall
Pemilihan countermeasure, disesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan. Faktor-faktor seperti lokasi lereng, topografi lereng, kondisi material tanah, dan biaya menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan jenis countermeasure.
Untuk menanggulangi kerusakan lingkungan dan bencana alam tanah longsor, Hardiyatmo (2012) menyarankan dengan cara rekayasa vegetatif, dan rekayasa mekanis. Rekayasa vegetatif adalah usaha pencegahan atau mengurangi potensi longsor dengan menanam vegetasi tanaman keras yang ringan dan mempunyai akar yang dalam. Peran vegetasi terhadap pengendalian longsor lahan dimulai dari peran tajuk menyimpan air intersepsi. Peran kedua adalah evapotranspirasi, dan peran ketiga adalah sistem perakaran. Berbagai jenis vegetasi memiliki ciri khas sistem perakaran yang beragam.
Agroforestri juga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh sarjana teknik pertanian, yaitu dengan memadukan tanaman berkayu (pepohonan, perdu,durian, rambutan, rotan,dll) dengan tanaman tidak berkayu seperti rerumputan dan tanaman budidaya pertanian.Keberadaan pohon di sepanjang tebing sangat mempengaruhi stabilitas tebing melalui fungsi perakaran yang melindungi tanah sehingga mempengaruhi ketahanan geser (shear strength) tanah. Akar pohon dapat berfungsi dalam mempertahankan stabilitas tebing melalui dua mekanisme yaitu : (1) mencengkeram tanah lapisan atas (0-5 cm), dan (2) mengurangi daya dorong masa tanah akibat pecahnya gumpalan tanah. Rerumputan dapat digunakan sebagai pakan ternak dan tanaman budidaya pertanian dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan. Jadi, kegiatan ini selain mencegah tanah longsor juga memiliki manfaat ekonomis.
Teknologi pengendalian longsor secara umum bertujuan untuk :
Ada dua cara pengendalian longsor yang dapat dilakukan oleh sarjana teknik pertanian yakni secara vegetatif dan secara mekanik;
Fungsi :
Fungsi :
Fungsi :
Fungsi : Mencegah masuknya aliran permukaan dari daerah di atasnya ke daerah bawah yang rawan longsor, mengalirkan kelebihan air ke saluran pembuangan air (SPA),m emotong/memperpendek panjang lereng sehingga mengurangi erosi.
Fungsi : menampung air yang mengalir dari tampingan teras, memberikan kesempatan bagi air untuk masuk ke dalam tanah.
Fungsi : menampung dan mengalirkan air dari saluran pengelak dan atau saluran teras ke sungai atau tempat penampungan/pembuangan air lainnya tanpa menyebabkan erosi.
Fungsi : mengurangi kecepatan aliran pada SPA sehingga air mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak, memperpendek panjang lereng untuk memperkecil erosi.
Fungsí : Penahan material longsor dengan volume yang kecil. Konstruksi bangunan tersebut dapat menggunakan bahan yang tersedia di tempat misalnya bambu, batang dan ranting kayu, untuk menanggulangi longsor dengan volume besar maka bronjong dibuat dari susunan batu dalam anyaman kawat. Sistem ini juga cocok kalau batu yang ada tidak terlalu besar (diameter antara 30-40 cm) untuk membangun sistem dari batuan lepas
Fungsi : menahan longsoran tanah pada tebing yang sangat curam (kemiringan lebih dari 100%) yang sudah tidak mampu dikendalikan secara vegetatif, memperkuat tebing.
Fungsi : menahan longsoran tanah pada tebing/lahan yang curam, memperkuat lahan berteras, agar bidang olah dan tampingan teras lebih stabil, melengkapi dan memperkuat cara vegetatif.
Fungsi : merupakan prioritas terakhir dari metoda pengendalian longsor secara mekanik karena sistem ini membutuhkan biaya yang sangat mahal, hanya dilakukan apabila metoda lain sudah tidak efektif atau tidak mampu lagi mengendalikan longsor, merupakan pelengkap dari metoda-metoda vegetatif dan mekanik lainnya, mengendalikan dan mencegah bahaya banjir, sehingga tidak menjadi bencana yang lebih besar bagi penduduk dan lahan yang berada di bawahnya.
(Rachman dkk., 2012)
Semua,cara diatas merupakan bagian dari peran sarjana lulusan teknik pertanian, Khususnya pembutan bangunan penahan dan penampung air tersebut. Mengingat kegiatan ini, sangat penting selain untuk menjaga kestabilan daerah lereng juga mencegah terjadinya tanah longsor yang dapat memakan korban, maka dari itu lulusan sarjana teknik pertanian harus bekerja sesuai dengan kode etik profesi yaitu suatu pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, dengan memahami dan melaksanakan kode etik tersebut, maka sarjana teknik pertanian dapat bekerja dengan penuh tanggungjawab.
BAB III
Kesimpulan
3.1.Kesimpulan
3.2.Saran
Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi saat musim hujan, khususnya didaerah – daerah yang rawan longsor, upaya-upaya pencegahan harus segera dilaksanakan, hal supaya kerugian material dan jiwa serta ,kerusakan lingkungan dapat dicegah sedini mungkin. Sosialisasi dan pembinaan tentang tindakan saat terjadi dan pasca bencana longsor saat perlu digalakkan, terutama didaerah yang masuk wilayah rawan longsor.
DAFTAR PUSTAKA
Amris, A. dan Agus S. 2015. Kajian Pengendalian Longsor Secara Vegetatif di Desa Binangun kecamatan Banyumas. Jurnal Techno 16(2): 64-65
Apriyono, A. 2009. Analisis Penyebab Tanah Longsor di Kalitlaga Banjarnegara Landslide Caused Analysis In Kalitlaga Banjarnegara. Jurnal Dinamika Rekayasa 5(1): 14-15,18.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2006. Pengenalan Gerakan Tanah. Dalam https://www.esdm.go.id . Diakses pada tanggal Kamis, 01 juni 2018.
Hardiyatmo. 2012. Tanah Longsor dan Erosi Kejadian dan Penanganannya. Gadjah Mada Uinersity Press: Yogyakarta.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2006. Pengenalan Gerakan Tanah. Dalam http://merapi.vsi.esdm.go.id/vsi. Diakses pada tanggal Kamis, 01 juni 2018.
Putro, G. 2017. Daftar Gunung Berapi di Indonesia yang Berisiko Dikunjungi. Dalam https://www.cnnindonesia.com. Diakses pada tanggal Kamis, 01 juni 2018.
Rachman, A. Dariah, Sidik H., dan Haryati. 2012.Petunjuk teknis teknologi pengendalian longsor. Dalam https://vetiverindonesia.files.wordpress.com. Diakses pada tanggal Kamis, 01 juni 2018.
Salim, E. 2010. Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi. KOMPAS: Jakarta.
Suryolelono. 2002. Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu Geoteknik. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Yogyakarta: Fakultas Teknik UGM.
MAKALAH PROFESI KETEKNIKAN
ETIKA MORAL MAHASISWA DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI)
Dosen Pengampu:
Dr. Ir. Saiful Rochdyanto, MS.
Nama : Andi Saputra Telaumbanua
NIM : 17/413930/TP/11872
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Etika Moral Mahasiswa dalam Unjuk Rasa” disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah profesi keteknikan yang diampu oleh Bapak Dr. Ir. Saiful Rochdyanto, MS. Penulis juga mengucapkan trimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan pikiran/gagasam lewat jurnal dan bukunya yang digunakan oleh penulis sebagai referensi.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas bagaimana etika moral dalam berdemonstrasi oleh mahasiswa agar terhindar dari tindakan anarkisme sehingga aspirasi atau tuntutan yang disampaikan oleh mahasiswa dapat tersampaikan dengan baik dan benar, sehingga fungsi mahasiswa sebagai penyalur aspirasi masyarakat dapat terlaksana. Meski telah disusun secara maksimal, penulis sebagai manusia menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan makalah ini kedepannya.
Demikian apa yang bisa penulis sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah ini.
Yogyakarta, 12 Mei 2018
Andi Saputra Telaumbanua
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………………………………………… i
Kata Pengantar………………………………………………………………………………… ii
Daftar Isi………………………………………………………………………………………… iii
Abstrak…………………………………………………………………………………………… iv
Bab 1 Pendahuluan………………………………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………. 1- 2
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………… 2
Bab 2 Isi…………………………………………………………………………………………. 2
2.1 Pengertian, Awal Mula, Dasar Hukum, dan Tata Pelaksanaan
Demonstrasi di Indonesia………………………………………………….. 2 – 4
2.2 Anarkisme Demokrasi Oleh Mahasiswa………………………………. 5 – 7
2.3 Krisis Moral dan Peran Pendidikan Moral Mahasiswa………….. 7 – 9
2.4. Etika Moral Mahasiswa dalam Berdemonstrasi…………………… 9 – 10
Bab 3 Penutup…………………………………………………………………………………. 10
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………… 10 – 11
3.2 Saran………………………………………………………………………………. 11
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………… 12
ABSTRAK
Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas bagaimana etika moral dalam berdemonstrasi oleh mahasiswa agar terhindar dari tindakan anarkisme sehingga aspirasi atau tuntutan yang disampaikan oleh mahasiswa dapat tersampaikan dengan baik dan benar, sehingga fungsi mahasiswa sebagai penyalur aspirasi masyarakat dapat terlaksana. Adapun yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini adalah melihat aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa belakangan ini menunjukkan kekurang-dewasaan dalam menyampai-kan aspirasi di mana aksi-aksi mereka justru cenderung melanggar hukum dan melenceng dari etika dan moralitas. Hal ini disebabkan karena terjadinya krisis jati diri yang merusak moral dan etika mahasiswa saat ini, akibat dari kurang menyadari tugas dan tanggung jawabnya serta identitasnya sebagai mahasiswa, didikan keluarga yang kurang, dan lingkungan pergaulan yang salah, sehingga ia tidak bisa lagi membedakan benar atau salah, baik atau buruk. Akibatnya ia bertindak sesuai dengan kehendaknya demi untuk kepentingan diri dan kelompok tanpa memperhatikan orang lain. Krisis moral pada dasarnya sama dengan krisis kemanusiaan. Dalam Kondisi seperti ini manusia telah lupa akan hakikatnya, baik sebagai makhluk yang bertuhan, makhluk sosial, maupun sebagai makhluk pribadi.
Dalam demonstrasi, peran etika dan moral sangat penting untuk mencegah tindakan anarkis. Untuk itu, peran pemerintah, kampus, orangtua, lingkungan, masyarakat, dan mahasiswa itu sendiri sangat penting untuk mencegah terjadinya degradasi moral dan etika. Untuk meningkatkan etika moral mahasiswa dapat dilakukan dengan berbagai hal seperti: Mewajibkan setiap mahasiswa mengambil mata kuliah pendidikan pancasila, UUD 1945, kewarnegaraan, dan agama, mahasiswa wajib mengikuti ukm-ukm yang ada dikampus, guna mengisi waktu kosong, melibatkan mahasiswa dalam berbagai macam organisasi dan juga event – event seperti: workshop, seminar, diskusi, training, kegiatan – kegiatan sosial, perlombaan- perlombaan, penelitian, dll, guna meningkatkan mental, moral, manajemen waktu, sifat leadership, tanggap, kreatif, dan berjiwa sosial, sehingga mahasiswa tidak terpengaruh dengan lingkungan yang tidak sehat, pergaulan bebas, narkoba, paham radikalisme, dll yang dapat membuat degradasi moral dan akhlak mahasiswa. Dengan demikian mahasiswa dalam melakukan demonstrasi untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dapat terhindar dari tindakan anarkis/ricuh.
Kata kunci : demonstrasi, etika, moral, anarkisme
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Unjuk rasa atau demonstrasi (demo) adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa tersebut biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut untuk menentang kebijakan yang dilaksanakan oleh suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok. Demonstrasi merupakan salah satu wujud nyata kepedulian masyarakat, mahasiswa, dan seluruh elemen yang terlibat berdemonstrasi terhadap perkembangan dan nasib bangsa ini. Demonstrasi juga menjadi pertanda bahwa masih ada aspirasi masyarakat yang tidak tersampaikan dan terealisasikan (Joko Siswanto, 2016).
Mahasiswa sebagai kaum intelektual dan agen perubahan sosial sangatlah sensitif terhadap perubahan dan kebijakan baru, tingkat respons mahasiswa terhadap berbagai kebijakan baik pada tingkat daerah maupun pusat sangat tinggi. Respons mahasiswa melalui demonstrasi menjadi ruang kontrol terhadap kebijakan dan keputusan negara yang sering dianggap tidak memihak pada kepentingan rakyat. Keberadaan mahasiswa melalui rangkaian aksinya menegaskan keberpihakannya terhadap masyarakat. Hal ini karena mahasiswa pada setiap gerakannya berdasarkan pada kegelisahan dan kegalauan menyaksikan berbagai penyimpangan dan penderitaan yang terjadi di masyarakat yang harus disuarakan. Mahasiswa mengemban fungsi media penyalur aspirasi masyarakat sehingga mereka lah sebagai pihak yang dipercayakan untuk menyampaikan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Namun pada sisi lain, aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan selama ini menunjukkan kekurang-dewasaan dalam menyampai-kan aspirasi di mana aksi-aksi mereka justru cenderung melanggar hukum dan melenceng dari etika dan moralitas. Aksi atau demonstrasi tidak jarang merugikan dan menciptakan suasana kurang kondusif di kalangan masyarakat. Kekerasan yang sering terjadi memicu sikap masyarakat yang tidak simpatik lagi. Bahkan, dukungan masyarakat yang awalnya menilai gerakan mahasiswa pro-rakyat serta-merta hilang akibat ulah segelintir oknum mahasiswa yang tidak bersahabat.
Sikap mahasiswa yang menjurus pada tindakan anarkis dinilai telah melenceng dari kapasitas mereka sebagai kaum terpelajar yang seharusnya menyampaikan aspirasi dengan bijak melalui cara-cara yang elegan, bukan dengan cara-cara yang terkesan memaksakan kehendak. Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas bagaimana etika moral dalam berdemonstrasi agar terhindar dari tindakan anarkisme sehingga aspirasi atau tuntutan yang disampaikan oleh mahasiswa dapat tersampaikan dengan baik dan benar, sehingga fungsi mahasiswa sebagai penyalur aspirasi masyarakat dapat terlaksana kembali.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini dibatasi oleh penulis sebagai batasan dalam pembahasan pada bab isi, sebagai berikut:
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
BAB 2 ISI
2.1. Pengertian, Awal Mula, Dasar Hukum, dan Tata Pelaksanaan Demonstrasi di Indonesia
Konsep “demokrasi” dewasa ini dipahami secara beragam oleh berbagai kelompok kepentingan yang melakukan teoritisasi dari perspektif untuk tujuan tertentu. Keragaman konsep tersebut, meskipun terkadang juga sarat dengan aspek-aspek subyektif dari siapa yang merumuskannya, sebenarnya bukan sesuatu yang harus dirisaukan. Karena, hal itu sesungguhnya mengisyaratkan esensi demokrasi itu sendiri yaitu adanya perbedaan pendapat. Dari sini, muncullah aksi unjuk rasa atau yang lebih dikenal dengan istilah “demonstrasi”. Unjuk rasa atau demonstrasi (demo) adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa tersebut biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan oleh suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok (Joko Siswanto, 2016).
Demonstrasi ialah suatu aksi (perbuatan) yang dilakukan oleh sekelompok orang-orang tertentu dimana didalamnya terdapat aksi pemogokan/pemberontakan (unjuk rasa) dengan tujuan untuk menuntut hak mereka masing-masing sebagai bentuk aspirasi mereka terhadap tuntutan tersebut. Demonstrasi merupakan salah satu wujud nyata kepedulian masyarakat terhadap perkembangan dan nasib bangsa ini. Demonstrasi juga menjadi pertanda bahwa masih ada aspirasi masyarakat yang tidak tersampaikan (Joko Siswanto, 2016).
Menurut Hasanah (2016) dasar hukum pelaksanaan unjuk rasa di Indonesia Yaitu:
Pasal 19, “Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat; hak ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada suatu pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan tanpa memandang batas-batas wilayah”.
Pasal 23, (2) “Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Pasal 25, “Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Sementara itu, dalam tata cara berdemonstrasi, pengaturan dan pembatasan dilakukan demi kelancaran dari aksi damai yang dilaksanakan, sesuai dengan Undang-Undang 9 Tahun 1998 dalam Mushlihin (2015) menyampaikan sebagai berikut:
Larangan (Pasal 19 ayat (2):
a.Menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Polri yang dilakukan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.
Aksi demonstrasi diawali ketika memasuki dasawarsa 1990-an, pemerintahan Orde Baru mulai menampakkan kekurangannya yang mendapat kritik tajam, karena pemerintahan yang terlalu sentralistis, serta munculnya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) secara signifikan. Masyarakat mulai resah dan takut akan kenyataan-kenyataan yang telah menimpa mereka. Kecemasan masyarakat itu akhirnya terefleksikan dalam aksi-aksi unjuk rasa, terutama dimotori (digerakkan) oleh kalangan mahasiswa (Bacharuddin, 2006).
Memasuki awal tahun 1998 merupakan kiprah awal eksistensi gerakan mahasiswa dalam melakukan aksi mendukung reformasi. Memasuki bulan Maret, dimana pada pertengahan Maret 1998 akan diselenggarakan Sidang Umum MPR RI, yang mana agenda aksi demonstrasi sudah mengarah pada isu-isu politik. Para mahasiswa dalam aksi demonstrasinya, menuntut agar dwifungsi ABRI dicabut dan Paket Undang-Undang Politik direvisi. Menjelang Sidang Umum MPR, aksi demonstrasi meluas hingga ke daerah – daerah luar Jawa (Bacharuddin, 2006).
Aksi demonstrasi semakin marak ketika ditandai dengan insiden meletusnya Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Pada waktu itu, mahasiswa Universitas Trisakti sedang melancarkan aksi unjuk rasa, namun mereka dihadang oleh aparat keamanan, sehingga terjadilah bentrokan yang menewaskan empat orang mahasiswa akibat tembakan peluru tajam. Kondisi semacam ini menimbulkan eskalasi politik menjadi semakin panas. Tragedi ini menjadi bagian pemicu bagi rangkaian kerusuhan yang lebih besar pada tanggal 13-15 Mei 1998.9 Kerusuhan mencapai puncaknya pada tanggal 14 Mei 1998, hampir di setiap sudut kota Jakarta terlihat kepulan asap. Tragedi tersebut telah memicu gerakan mahasiswa yang memuncak pada turunnya pemerintahan mantan Presiden Soeharto dan penunjukan B.J. Habibie sebagai penggantinya pada tanggal 21 Mei 1998 (Sidarta, 1999).
Jatuhnya pemerintahan Orde Baru, 21 Mei 1998, menandai fase baru dalam perjalanan demokratisasi di Indonesia. Gerakan reformasi yang di pandu oleh kekuatan pro-demokrasi, dimana kelompok mahasiswa merupakan basis utama kekuatan, sehingga dapat dikatakan kelompok mahasiswa merupakan gerakan people power untuk merobohkan rezim berkuasa. Kekuatan pro-demokrasi yang terbangun dari unsur mahasiswa dan pemuda, organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kaum profesional yang menjadi penyangga struktur sosial, para intelektual, para tokoh agama, dan masyarakat yang sadar akan politik, bersatu padu menjadi gelombang besar menerjang kekuasaan otoriter (Sidarta, 1999).
2.2. Anarkisme Demonstrasi oleh Mahasiswa
Gerakan unjuk rasa mahasiswa dibagi dalam dua bentuk gerakan yaitu gerakan moral dan gerakan politik. Gerakan moral mendasarkan diri pada pandangan bahwa perubahan politik dapat dilakukan dengan cara menghimbau atau mengingatkan kepada elite politik. Adapun gerakan politik menekankan pada keingingan untuk mengganti sebuah rezim yang berkuasa. Dengan memposisikan gerakan mahasiswa sebagai sebuah gerakan politik, maka cakupan atau jangkauan semakin luas. Dalam konteks ini, mahasiswa berjuang tidak sendiri lagi melainkan berjuang bersama dengan rakyat (Hasse, 2012).
Aksi mahasiswa pada umumnya dilakukan dengan menggelar poster, spanduk dan mimbar bebas yang biasanya didahului dengan pawai keliling Kampus. mereka berpidato bergantian dengan penuh semangat, berapi-api, dan agak emosional. Isi poster, spanduk maupun pidato umumnya mengkritik dan menunjukkan keprihatinan atas perkembangan situasi ekonomi akhir-akhir ini sehingga mereka menuntut agar pemerintah melakukan perbaikan (reformasi, renovasi) ekonomi dan politik agar keadaan menjadi lebih cepat membaik. Unjuk rasa mahasiswa merupakan salah satu bentuk aktivitas atau partisipasi politik mahasiswa dalam melihat persoalan masyarakat, bangsa dan negara (Joko Siswanto, 2016).
Namun, harapan indah tersebut nampaknya belum ada tanda-tanda menjadi kenyataan mengingat belakangan ini aksi demonstrasi cenderung bukan menunjukkan akan kesadaran berdemokrasi dalam arti yang benar dan sehat, akan tetapi mengarah kepada pemaksaan kehendak, kekerasan dan amuk massa yang mengganggu ketentraman dan ketertiban.
Menurut Hasse (2016) Anarkisme demonstrasi yang terjadi akhir-akhir ini juga tidak bisa lepas dari tipe gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa. Artinya, antara gerakan moral dan gerakan politik sulit diidentifikasi. Akibatnya, gerakan yang mengatasnamakan kepentingan rakyat tidak tercermin di dalamnya karena yang menonjol adalah ‘bumbu’ dari penyampaian aspirasi yakni mahasiswa cenderung selalu me-lakukan penutupan jalan, pembakaran ban, sweeping mobil pemerintah, bahkan ‘penyanderaan’ pejabat/pegawai pemerintah. Aksi-aksi tersebut berakhir dengan rusuh dan merebak menjadi tindak kekerasan fisik dan pengrusakan terhadap fasilitas-fasilitas umum, bentrok dengan masyarakat penggunan jalan dan aparat kepolisian yang notabene merugikan beberapa kalangan termasuk kalangan yang dibela oleh mahasiswa sendiri, seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Aksi demo mahasiswa Makassar
Sumber: www.kompasiana.com (Diakses pada tanggal Sabtu, 12 Mei 2018)
Gambar 2. Aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Jakarta
Sumber: www.merdeka.com (Diakses pada tanggal Sabtu, 12 Mei 2018)
Gambar 1 diatas adalah aksi Para mahasiswa yang melakukan unjuk rasa menentang kenaikan BBM di Makassar yang sudah melanggar hukum, bahkan kelakuan biadab demonstran itu menyebabkan warga tewas. Warga yang sehari-hari berprofesi tukar parkir itu terkena lemparan benda-benda keras milik mahasiswa hingga tewas. Gambar 2 tersebut adalah aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Jakarta yang berlangsung ricuh. Ratusan mahasiswa dan aparat kepolisian terlibat bentrok di depan Stasiun Gambir. Dari kedua gambar tersebut terlihat jelas bahwa aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa tersebut tidak mencerminkan dirinya sebagai kaum intelektual.
Anarkisme dalam demonstrasi mahasiswa dapat dipicu oleh berbagai faktor. Salah satu fator pemicunya adalah kelambanan respons pemerintah terhadap persoalan yang sedang dihadapi rakyat. Pemerintah dianggap tidak sanggup memberikan solusi terhadap kesulitan-kesulitan yang ada di tengah masyarakat. Pemerintah tidak sensitif terhadap problem sosial yang sedang berlangsung. Akibatnya, gelombang protes berdatangan dari mana-mana termasuk dari mahasiswa melalui demonstrasi. Demikian pula, karakter mahasiswa yang sulit menerima perbedaan (perbedaan pendapat) direspons dengan sikap emosional yang berlebihan.Juga karena terjadinya degradasi moral dan akhlak mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak bertanggungjawab dengan kelakuannya.
2.3.Krisis Moral dan Peran Pendidikan Moral Mahasiswa
Perkataan “moral” berasal dari bahasa Latin yaitu mos, jamak dari mores, yang berarti adat, kebiasaan, kesusilaan.Kata mores masih dipakai dalam arti yang sama dengan etika. Tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan, moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem yang ada. Sedangkan terminologi moralitas menyangkut baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia, keseluruhan norma-norma, nilai-nilai sikap moral seseorang atau sebuah masyarakat. Dengan kata lain, moral merupakan ajaran mengenai baik buruknya suatu perbuatan (Asmaran, 1992).
Terdapat perbedaan yang mendasar antara etika dan moral, yaitu : a. Dalam pembicaraan etika untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik maupun buruk, dengan menggunakan tolak ukur akal pikiran dan rasio. Sedangkan dalam pembicaraan moral, tolok ukur yang dilakukan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang serta yang berlangsung di dalam masyarakat. b. Moral dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai. Sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem yang ada (Asmaran, 1992).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa moral mempunyai peran penting bagi aktivis mahasiswa sebagai modal utama dalam setiap pergerakan dan aktivitas. Memasuki era reformasi di Indonesia, pembinaan akhlak mempunyai nilai yang sangat strategis dalam mewujudkan keberhasilan reformasi. Reformasi yang tidak dilandasi oleh akhlak mulia, hanya akan menjadi slogan dan klise semata.Pembinaan moral tersebut memuat pendidikan nurani yang dapat melatih mahasiswa dalam melakukan pertimbangan – pertimbangan serta pengambilan suatu keputusan moral pribadi maupun bersama secara sadar, bebas, dan bertanggung jawab.
Kampus perguruan tinggi merupakan tempat yang otonom untuk kebebasan mimbar akademik dalam rangka mencari kebenaran ilmiah sekaligus membina moral, etika, dan akhlak. Dari kampuslah harus ada keberanian dan gerakan moral dari civitas akademika untuk menyampaikan bahwa yang benar itu benar dan yang salah memang salah. Dalam kampus, mereka diajarkan tentang hal-hal yang benar dan salah, serta cara-cara mencari kebenaran secara ilmiah. Mereka di didik dengan berbagai metode untuk dapat bersikap kritis, inovatif, berani menyatakan yang benar dikatakan benar dan yang salah dikatakan salah, idealis serta tanggap terhadap persoalan lingkungan (Nurhakim, M. 2005).
Menurut esensinya, mahasiswa memiliki tiga fungsi strategis, yaitu : 1. Penyampai Kebenaran (agent of social control) Penyampai kebenaran sebagaimana kita saksikan di sekitar kita bahwa mahasiswa merupakan elemen yang paling peka merespon problematika bangsa yang menyangkut kepentingan masyarakat umum. Begitu banyak kegiatan yang dijalankan, mulai dari diskusi, seminar sampai pada demonstrasi (unjuk rasa) untuk memperjuangkan kebenaran. 2. Agen Perubahan (agent of change). Mahasiswa sebagai agen perubahan dimaksudkan bahwa dalam mengadakan sebuah perubahan yang holistik dan sistematik demi kemaslahatan bersama, maka mahasiswa memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk itu (Anonim, 2010).
Secara garis besar, setidaknya terdapat tiga peranan mahasiwa, yaitu :
Namun, sungguh sangat disayangkan, banyak mahasiswa yang kurang sadar akan tugas dan tanggung jawab yang diemban itu, bahkan yang paling mengerikan adalah dia lari dari tanggung jawabnya. Padahal ia sadar akan hal itu, ini membuat banyak mahasiswa yang kehilangan jati diri dan identitasnya sebagai generasi penerus bangsa dan agen perubahan umat (the agent of change). Inilah yang akan menyebabkan rusaknya jati diri bangsa yang pada mulanya diawali dengan merosotnya moral, namun pada akhirnya sedikit demi sedikit akan mengikis kualitas bangsa.
Mahasiswa yang sebenarnya merupakan penegak bangsa, kini berubah haluan menjadi penghancur bangsa. Sadar atau tidak, mahasiswa merupakan pundak perjuangan bangsa. Bagaimana tidak, dalam tingkat akademik dia menempati tingkatan yang paling atas sehingga mau tidak mau, ia harus terjun ke tengah-tengah masyarakat dalam rangka menjaga dan membangun kualitas jati diri bangsa. Dengan tugas yang diemban itu, maka mahasiswa mempunyai tanggung jawab besar terhadap bangsa dalam menjaga dan mengembangkan stabilitas bangsa.
Krisis jati diri yang menyebabkan rusaknya moral pemuda atau mahasiswa itu bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a. Faktor individu yang kurang menyadari tugas dan tanggung jawabnya serta identitasnya sebagai mahasiswa. b. Faktor keluarga yang kurang mendukung dan memperhatikan anaknya, sehingga anak berbuat semaunya sendiri. c. Faktor lingkungan yang kurang mendukung untuk mengembangkan potensinya, baik lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Jika individu mahasiswa, keluarga, lembaga, dan lingkungan bersinergi dalam menjaga dan mengembangkan potensi mahasiswa, maka implementasinya akan tampak pada moralnya, yang juga akan ikut membaik (Dadan dkk., 2017).
Krisis nilai dan moral itu terjadi karena manusia sudah tidak bisa lagi membedakan benar atau salah, baik atau buruk. Manusia bertindak sesuai dengan kehendaknya demi untuk kepentingan diri dan kelompok tanpa memperhatikan orang lain. Mereka tidak menyadari bahwa tindakan yang dilakukannya akan merugikan dan mencelakakan diri sendiri maupun orang lain bahkan akibat lebih jauh adalah kesengsaraan umat manusia. Krisis moral pada dasarnya sama dengan krisis kemanusiaan. Dalam Kondisi seperti ini manusia telah lupa akan hakikatnya, baik sebagai makhluk yang bertuhan, makhluk sosial, maupun sebagai makhluk pribadi.
Terutama pada mahasiswa sebagai agen perubahan bangsa ini. Justru para mahasiswa telah melakukan tindakan-tindakan yang dirasa tidak perlu untuk dilakukan seperti pembakaran, pengrusakan, bentrok, khususnya dalam melakukan unjuk rasa, sehingga dapat merusak jati diri seorang mahasiswa yang sesungguhnya.
2.4. Etika Moral Mahasiswa dalam Berdemonstrasi
Dalam demonstrasi, peran etika dan moral sangat penting untuk mencegah tindakan anarkis. Demonstrasi sering diikuti dengan anarkisme seperti kekerasan fisik dan perusakan fasilitas umum. Ketika seseorang bersikap apatis terhadap kerusakan yang ditimbulkannya, maka dapat dikatakan sebagai gejala degradasi moral. Degradasi moral terjadi saat etika tidak lagi dipedulikan sebagai fondasi kehidupan, mengakibatkan manusia tidak lagi mengerti mana yang benar dan yang salah. Degradasi moral inilah yang pada akhirnya membuat anarkisme dibenarkan, meski secara etika salah. Bentuk pembenaran inilah yang harus diubah karena anarkisme hanya akan membawa petaka pada masa depan bangsa ini.
Dalam berdemonstrasi hendaknya mahasiswa melakukan hal ini:
Untuk meningkatkan etika moral mahasiswa dapat dilakukan dengan berbagai hal:
BAB 3. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
3.2. SARAN
Pendidikan moral dan akhlak mahasiswa di perguruan tinggi merupakan cara untuk meningkatkan etika, moral,dan akhlak mahasiswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu: mewajibkan mata kuliah pancasila, UUD 1945, kewarganegaraan, dan agama kepada setiap mahasiswa di semua program studi. Selain itu, melibatkan mahasiswa dalam UKM, organisasi, dan event – event yang dapat membina mental, moral, dan jiwa kepemimpinannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Peranan mahasiswa dalam kehidupan sosial masyarakat. Dalam http://codycoding.wordpress.com. Diakses pada tanggal Sabtu, 12 Mei 2018 Pukul 16.30 WIB.
Asmaran, A. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Rajawali Press: Jakarta. Halaman 8.
Bacharuddin, J. H. 2006. Detik-detik Yang Menentukan (Jalan Panjang Menuju Demokrasi). THC Mandiri: Jakarta. Halaman: 1-4.
Dadan, S., Sahadi H., dan meilanny B. S. 2017. Kenakalan remaja dan penanganannya. Jurnal Penelitian dan PMM 4(2): 347-348.
Hasanah, S. 2016. Demo – Demo yang Dilarang. Dalam http://www.hukumonline.com/ . Diakses pada tanggal Sabtu,12 Mei 2018 Pukul 12.30 WIB.
Hasse, J. 2012. Studi Kasus Pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Jurnal Studi Pemerintahan 3(1): 7-8.
Joko Siswanto. 2016. Reaksi Intelektualis Untuk Demokrasi. Yayasan Bakti Nusantara : Palembang. Halaman: 116 -120
Kusdiono. 2015.Kelakuan Biadab Demo Mahasiswa di Makassar Sebabkan Warga Tewas. Dalam https://www.kompasiana.com. Diakses pada tanggal Sabtu, 12 Mei 2018 Pukul 12.30 WIB.
Mushlihin,A. 2015. Cara Demonstrasi yang Baik. Dalam https://www.kompasiana. com/ . Diakses pada tanggal Sabtu, 12 Mei 2018 Pukul 12.45 WIB.
Nurhakim, M. 2005. Islam Responsif: Agama di Tengah Pergulatan Ideologi Politik dan Budaya Global. UMM Press: Malang. Halaman: 238-239.
Prasetya, E. 2012. Daftar 31 Mahasiswa Tersangka Bentrok dengan Petugas Keamanan saat Demo BBM. Dalam https://www.merdeka.com . Diakses pada tanggal Sabtu, 12 Mei 2018 Pukul 13.00 WIB.
Sidarta, G. 1999. Moralitas Politik dan Pemerintahan yang Bersih. PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta. Halaman 45.
Copyright © 2025 All rights reserved. Theme by Laptop Geek.