0

Acara 1 Pengamatan Profil Dan Pengambilan Sampel Tanah : Bab 2 Tinjauan Pustaka

Posted by andi telaumbanua on Jan 14, 2019 in TAnah

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah dan Proses Pembentukannya

Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran sebagai penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan hara ke akar tanaman; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (baik berupa senyawa organik maupun anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial, seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologis berfungsi sebagai habitat dari organisme tanah yang turut berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif bagi tanaman; yang ketiganya (fisik, kimiawi, dan biologi) secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman sayur-sayuran, tanaman hortikultura, tanaman obat-obatan, tanaman perkebunan, dan tanaman kehutanan (Fitriani dkk., 2018).

Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang menempati sebagian besar permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula (Darmawijaya, 1990). Dari definisi tersebut Darmawijaya (1990) mengatakan bahwa terdapat lima faktor yang berpengaruh dalam pembentukan tanah, yaitu iklim, jasad hidup, bahan induk, relief, dan waktu. Peranan dari masing-masing faktor pembentuk tanah tersebut antara lain :

  1. Bahan induk (bahan asal) : bahan asal yang nantinya akan terbentuk tanah, dapat berupa mineral, batuan, dan bahan organik (sisa-sisa bahan organik/zat organik yang telah mati).
  2. Iklim : unsur iklim yang berperan dalam proses pembentukan tanah adalah temperatur udara dan curah hujan.
  3. Temperatur udara: dalam proses pembentukan tanah (pelapukan), fluktuasi harian dari temperatur udara mempunyai peranan penting dalam proses desintegrasi. Semakin besar fluktuasi temperatur harian semakin cepat proses desintegrasi berlangsung. Temperatur udara mempengaruhi besarnya evapotranspirasi sehingga mempengaruhi pula gerakan air dalam tanah,  temperatur juga berpengaruh terhadap reaksi kimia dalam tanah dan aktivitas bakteri pembusuk.
  4. Curah hujan : aktivitas hujan berpengaruh dimulai dari adanya tetesan air hujan yang mampu mengkikis batuan (bahan yang lain) yang ada di permukaan tanah. Di samping itu adanya air hujan yang meresap ke dalam tanah akan mempercepat berbagai reksi kimia yang ada dalam tanah, sehingga mempercepat proses pembentukan tanah.
  5. Organisme : semua makhluk hidup, baik selama masih hidup maupun setelah mati mempunyai pengaruh dalam pembentukan tanah. Akar-akar vegetasi mampu dalam melakukan pelapukan fisik karena tekanannya dan mampu melakukan pelapukan kimia karena unsur-unsur kimia yang dikeluarkan oleh akar, sehingga tanah-tanah di sekitar akar akan banyak mengandung bikarbonat. Di samping itu vegetasi yang telah mati akan menjadi bahan induk terbentuknya tanah, terutama tanah-tanah organik (humus).
  6.  Relief/topografi : berpengaruh dalam mempercepat atau memperlambat proses pembentukan tanah, pada daerah yang mempunyai relief miring proses erosi tanah lebih intensif sehingga tanah yang terbentuk di lereng seperti terhambat. Sedangkan pada daerah datar aliran air permukaan lambat, erosi kecil, sehingga proses pembentukan tanah lebih cepat.
  7. Waktu : lama waktu pembentukan tanah terutama tergantung dari bahan induk dan iklim, batuan yang keras lebih sulit terbentuk tanah daripada batuan yang lunak. Demikian juga iklim di daerah tropis akan lebih mudah dalam proses pembentukan tanah daripada iklim di daerah sedang atau arid. Oleh karena itu tanah-tanah di daerah tropis biasanya lebih tebal dibandingkan dengan tempat lainnya.

Pelapukan merupakan proses hancurnya/lapuknya batuan dari ukuran besar menjadi lebih kecil. Faktor penyebab utama pelapukan adalah iklim. Unsur iklim yang paling berperan adalah temperatur udara dan curah hujan. Pelapukan dapat terjadi dengan tanpa adanya perubahan susunan kimia bahan asal (desintegrasi), tetapi dapat juga terjadi perubahan kimia dari bahan asal dan bahan yang terbentuk (dekomposisi) (Ekosari, 2011).

a. Desintegrasi : dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  1. Desintegrasi akibat temperatur : Fluktuasi temperatur udara harian merupakan faktor utama terjadinya desintegrasi. Adanya suhu yang panas pada siang hari dan dingin pada malam hari menyebabkan proses pengembangan dan pengkerutan berjalan intensif, sehingga batuan mudah lapuk.
  2. Desintegrasi oleh air : air mempunyai peranan dalam proses desintegrasi mulai dari adanya tetesan air hujan sampai dengan aliran permukaan. Tetesan air hujan dalam waktu yang lama jika mengenai batuan dapat menyebabkan lapisan batuan paling atas mengalami pengelupasan sedikit demi sedikit. Sedangkan adanya aliran air permukaan yang membawa sedimen dapat menyebabkan terjadinya proses pengikisan batuan.
  3. Desintegrasi akibat angin : di daerah tropis, desintegrasi yang diakibatkan oleh aktivitas angin sangat kecil, namun di daerah arid atau gurun angin mempunyai peranan yang cukup besar. Kecepatan angin yang tinggi di daerah gurun dapat menerbangkan pasir-pasir dan menggerus batuan sehingga banyak batuan yang bentuknya seperti jamur (Ekosari, 2011).

b. Dekomposisi

Pelapukan kimia adalah pecahnya batuan dari ukuran besar menjadi lebih kecil dengan terjadi perubahan susunan kimia. Syarat berlangsungnya pelapukan kimia ialah adanya air. Oleh karena itu di daerah humid pada umumnya proses dekomposisi lebih dominan dibandingkan dengan proses desintegrasi. Pelapukan kimia akan menyebabkan mineral terlarut dan mengubah strukturnya sehingga mudah terfragmentasi. Tanah yang dihasilkan oleh adanya dekomposisi sangat berbeda dengan susunan kimia bahan induknya. Pada dasarnya proses dekomposisi dapat disebabkan oleh aktivitas tumbuh-tumbuhan, hewan dan bahan yang terlarut (Ekosari, 2011).

  1. Dekomposisi oleh tumbuh-tumbuhan : akar tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi mempunyai peranan yang kuat dalam proses dekomposisi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kandungan bikarbonat pada tanah di sekitar akar. Kandungan bikarbonat ini akan memicu terjadinya pelapukan batuan.
  2. Dekomposisi oleh hewan : adanya hewan-hewan yang membuat lubang dalam tanah menyebabkan air hujan lebih banyak masuk ke dalam tanah sehingga membantu proses dekomposisi.
  3. Dekomposisi oleh air larutan : pada umumnya air yang ada di bumi ini mengandung mineral-mineral tertentu. Air yang mendekati murni adalah air hujan. Pada prinsipnya air berperan sebagai katalisator dalam berbagai reaksi kimia di dalam tanah. Peranan air tersebut antara lain dalam proses: solution, hidrolisis, karbonatasi, reduksi – oksidasi , hidratasi

2.2. Profil Tanah dan Horizon

Horizon tanah adalah lapisan-lapisan tanah yang terbentuk karena hasil proses pembentukan tanah. Proses pembentukan horizon-horizon tanah tersebut akan menghasilkan tanah. Penampang tegak dari tanah menunjukkan susunan horizon tanah yang disebut profil tanah. Dalam pembuatan profil tanah di lapangan, terdapat tiga syarat yang harus diperhatikan yaitu: vertikal, baru, dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Profil tanah yang sempurna berturut-turut dari atas ke bawah memiliki horizon O, A,E, B,C, dan R (Sutanto, 2005).

Setiap horizon tanah memiliki ciri-ciri morfologi, sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi yang khas. Menurut Sutanto (2005), secara umum horizon tanah dibedakan menjadi beberapa lapisan utama, yaitu sebagai berikut:

  1. Horizon O: Jenis ini terdiri dari berbagai material organik seperti sisa dedaunan serta bangkai hewan maupun tumbuhan. Horizon O ini biasanya terdapat di permukaan tanah paling atas tapi juga dapat terkubur.
  2. Horizon A: Jenis ini terdiri dari topsoil yaitu materi organik berwarna gelap yang bercampur dengan butiran mineral akibat aktivitas organisme. Pada partikel yang lebih halus akan mudah larut dan terbawa ke lapisan bawah.
  3. Horizon E: Jenis ini terdiri dari lapisan di bawah permukaan yang telah kehilangan sebagian besar kandungan mineralnya. Pada lapisan jenis ini sering melekat pada jenis Horizon A atau menggantikan lapisan tersebut.
  4. Horizon B: Jenis ini terdiri dari partikel dan liat yang tercuci oleh Horizon E yang terakumulasi. Pada lapisan ini hanya terdapat sedikit material organik.
  5. Horizon C: Jenis ini merupakan lapisan tanah paling bawah yang terdiri dari bahan induk tanah seperti batuan dasar atau sedimen yang belum padat.
  6. Horizon D atau R: Jenis ini menjadi dasar tanah yang terdiri dari batuan yang sangat padat, pejal dan belum mengalami pelapukan.

Pembentukan horizon tanah meliputi:

  1. Horizon organik : lapisan tanah yang sebagian besar terdiri dari bahan organik, baik masih segar maupun sudah membusuk, terbentuk paling atas di atas horizon mineral.
  2. Horizon mineral : lapisan tanah yang sebagian besar mengandung mineral, terbentuk pada horizon A dan B, di atas sedikit horizon C. Horizon ini memiliki ciri sebagai berikut: akumulasi basa, lempung besi, aluminium, dan bahan organik, terdapat residu lempung karena larutnya karbonat dan garam-garam, hasil perubahan (alterasi) dari bahan asalnya, berwarna kelam, teksturnya berat dan strukturnya lebih rapat.
  3. Regolith : lapisan batuan yang cukup besar yang terbentuk oleh pelapukan batuan induk, sementasi, gleisasi, sedimentasi, dan sebagainya.

2.3. Pengambilan Sampel Tanah

Menurut Pusat penelitian tanah dan agroklimat (2004), mengatakan bahwa pengambilan contoh tanah dimaksudkan untuk memperoleh data karakteristik tanah yang tidak dapat diperoleh langsung dari pengamatan lapangan. Lokasi pengambilan contoh tanah harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat mewakili areal yang diambil contoh tanahnya. Berdasarkan cara pemilihan lokasi pengambilan contoh tanah, dihasilkan beberapa macam contoh tanah, antara lain:

  1. Contoh terduga (Judgement Sample)

Satu atau lebih contoh tanah yang diambil dipilih berdasarkan satuan pemetaan yang ditemui pada areal survei. Lokasi pengambilan contoh tanah ditentukan secara subyektif sehingga agak bias. Tingkat kepercayaan data yang diperoleh bisa tinggi bisa rendah tergantung dari tingkat pengalaman (keahlian) si pengambil contoh.

  • Contoh acak (Random Sample)

Contoh tanah diambil sedemikian rupa sehingga setiap tanah di dalam daerah survei mempunyai kesempatan yang sama. Pemilihan lokasi dilakukan dengan menggunakan tabel bilangan random. Satu pasangan angka random yang diperlukan untuk pemilihan lokasi contoh berdasarkan atas sistem koordinat.

  • Contoh acak bertingkat (Stratified Random Sample)

Pengelompokkan populasi dari yang heterogen ke strata homogen adalah suatu cara yang paling efektif untuk dapat meningkatkan akurasi pengambilan contoh. Hal ini berarti dapat meningkatkan akurasi atau mengurangi jumlah contoh tanah yang diperlukan apabila kita dapat mengelompokkan areal survei ke dalam areal yang seragam. Pemilihan lokasi pada masing-masing satuan pemetaan ditentukan dengan bilangan random.

  • Contoh sistematik (Systematic Sample)

Lokasi pengambilan contoh tanah dengan cara ini ditentukan dengan sistim Grid yaitu berjarak sama pada kedua arah. Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan praktis terutama bagi tenaga yang kurang terampil.

Penetapan sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium memerlukan tiga macam contoh tanah yaitu :

  1. Contoh Tanah Utuh (Undisturbed Soil Sample) untuk penetapan bobot isi (bulk density), susunan pori tanah, pF, dan permeabilitas tanah. Tanah utuh merupakan contoh tanah yang diambil dari lapisan tanah tertentu dalam keadaan tidak terganggu, sehingga kondisinya hampir menyamai kondisi di lapangan. Contoh tanah tersebut digunakan untuk penetapan angka berat volume (berat isi, bulk density), distribusi pori pada berbagai tekanan (pF 1, pF 2, pF 2,54, dan pF 4,2 dan permeabilitas.

Gambar 2.1.  contoh tanah utuh

  • Contoh tanah terganggu lebih dikenal sebagai contoh tanah biasa (disturbed soil sample), merupakan contoh tanah yang diambil dengan menggunakan cangkul, sekop atau bor tanah dari kedalaman tertentu sebanyak 1-2 kg. Contoh tanah terganggu digunakan untuk keperluan analisis kandungan air, tekstur tanah, perkolasi, batas cair, batas plastis, batas kerut, dan lain-lain.

Gambar 4.2. contoh tanah tidak utuh

  • Contoh Tanah Agregat Utuh (Undisturbed Soil Agregat) untuk penetapan stabilitas agregat, berupa bongkahan alami yang kokoh dan tidak mudah pecah. Contoh tanah ini diperuntukkan bagi analisis indeks kestabilitas agregat (IKA). Contoh diambil menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm. Bongkahan tanah dimasukkan ke dalam boks yang terbuat dari kotak seng, kotak kayu atau kantong plastik tebal. Dalam mengangkut contoh tanah yang dimasukkan ke dalam kantong plastik harus hati-hati, agar bongkahan tanah tidak hancur di perjalanan, dengan cara dimasukkan ke dalam peti kayu atau kardus yang kokoh.

Gambar 4.3 contoh tanah agregat utuh

 (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • Sifat-Sifat Tanah
    • Sifat Fisik Tanah
  • Tekstur

Ukuran relatif  partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur, yang mengacu pada kehalusan atau kekasaran tanah. Lebih khasnya, tekstur adalah perbandingan relatif pasir, debu, dan tanah liat. Laju dan berapa jauh berbagai reaksi fisika dan kimia penting dalam pertumbuhan tanaman diatur oleh tekstur karena tekstur ini menentukan jumlah permukaan tempat terjadinya reaksi (Rayes, 2012).

Menurut Rayes (2012), tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara manual yaitu dengan memijit tanah basah di antara jari jempol dengan jari telunjuk, sambil dirasakan halus kasarnya yang meliputi rasa keberadaan butir-butir pasir, debu dan liat, dengan cara sebagai berikut:

  1. Pasir : apabila rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola dan gulungan.
  2. Pasir berlempung : apabila rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, dan dapat dibentuk bola tetapi mudah sekali hancur.
  3. Lempung berpasir : apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah hancur.
  4. Lempung : apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat.
  5. Lempung berdebu : apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan dengan permukaan mengkilat.
  6. Debu : apabila terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan dapat digulung dengan permukaan mengkilat.
  7. Lempung berliat : apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan yang agak mudah hancur.
  8. Lempung liat berpasir : apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur.
  9. Lempung liat berdebu : apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat.
  10. Liat berpasir : apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan.
  11. Berdebu : apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan.
  12. Liat : apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan mudah dibuat gulungan.
  • Struktur

Struktur tanah adalah pengelompokan/pengaturan partikel tanah kedalam agregat atau kumpulan yang mantap. Struktur yang baik ditandai dengan penetrasi air menjadi lebih baik, kemampuan tanah memegang air tinggi, mudah untuk digarap, mudah ditembus akar, air dapat mengalir dengan baik, tersedianya nutrisi dan internal drainasenya bagus. Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpulan kecil dari tanah akibat melekatnya butir-butir tanah satu sama lain (Sutanto, 2005). Struktur tanah menurut Sutanto (2005) dikelompokkan dalam 6 bentuk yaitu :

  1. Granular, yaitu struktur tanah yang berbentuk granul, bulat dan porous, struktur ini terdapat pada horison A.
  2. Gumpal (blocky), yaitu struktur tanah yang berbentuk gumpal membuat dan gumpal bersudut, bentuknya menyerupai kubus dengan sudut-sudut membulat untuk gumpal membulat dan bersudut tajam untuk gumpal bersudut, dengan sumbu horisontal setara dengan sumbu vertikal, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim basah.
  3. Prisma (prismatik), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertikal lebih besar daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya rata, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim kering.
  4. Tiang (columnar), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya membulot, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim kering.
  5. Lempeng (platy), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertikal lebih kecil daripada sumbu horizontal, struktur ini ditemukan di horison A2 atau pada lapisan padas liat.
  6. Remah (single grain), yaitu struktur tanah dengan bentuk bulat dan sangat porous, struktur ini terdapat pada horizon A.
  • Konsistensi

Konsistensi tanah merupakan kekuatan daya kohesi butir – butir tanah atau daya adhesi butir – butir tanah dengan benda ain. Hal ini ditunjukan oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Tanah yang memilki konsistensi yang baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Oleh karena tanah dapat ditemukan dalam keadaan lembab, basah atau kering maka penyifatan konsistensi tanah harus disesuaikan dengan keadaan tanah tersebut (Rahayu dkk., 2014). Konsistensi tanah dapat dibedakan antara lain:

  1. Konsistensi basah
    1. tidak lekat
    1. agak lekat
    1. lekat sangat
    1. lekat
  2. Konsistensi lembab
  3. Lepas-lepas
  4. Sangat gembur
  5. Gembur
  6. Teguh
  7. Sangat teguh
  8. Luar biasa teguh
  9. Konsistensi kering
  10. Lepas-lepas
  11. Lunak
  12. Agak keras
  13. Keras
  14. Sangat keras
  15. Luar biasa keras
  16. Porositas

Porositas adalah total pori dalam tanah yaitu ruang dalam tanah yang ditempati oleh air dan udara. Pada keadaan basah seluruh pori baik makro, meso, maupun mikro terisi oleh air, pada keadaan kering pori makro dan sebagian pori meso terisi oleh udara. Porositas perlu diketahui karena merupakan gambaran aerasi dan drainase tanah Pori tanah adalah ruang antara butiran padat tanah yang pada umumnya pori kasar ditempati udara dan pori kecil ditempati air, kecuali bila tanah kurang. Porositas tanah adalah persentase volume tanah yang ditempati butiran padat (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • Suhu

Suhu tanah demikian berpengaruh pada tanaman, pengukuran biasanya dilakukan pada kedalam 5 cm, 10 cm, 20 cm, 50 cm dan 100cm. Pengaruh suhu tanah terhadap tanaman yaitu pada perkecambahan biji, pada aktivasi mikroorganisme, dan perkembangan penyakit tanaman. Faktor pengaruh suhu tanah yaitu faktor luar (eksternal) dan faktor dalam (internal). Faktor eksternal yaitu radiasi matahari keawanan,curah hujan, angin dan kelembapan udara sedangkan faktor internal yaitu tekstur tanah, struktur dan kadar air tanah, kandungan bahan organik dan warna tanah (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • Warna tanah

Warna tanah yang sering kita jumpai adalah warna kuning, merah, coklat, putih, dan hitam serta warna-warna tanah di antara warna-warna tersebut, sedangkan yang berwarna hijau dan lembayung jarang sekali ditemui. Warna tanah itu tidak murni, dalam suatu warna coklat misalnya, di sana sini sering terdapat tambahan berupa kumpulan titik dan corengan merah, kuning, atau warna gelap (hitam). Warna coklat merupakan warna dasar, sedangkan warna merah, kuning, ataupun hitam merupakan warna noda atau warna bercak. Warna tanah sangat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya kadar bahan organic, kadar mineral, kadar lengas, dan tingkat drainase tanah. Tanah dengan kadar bahan organic tinggi ditandai oleh warna tanah gelap (Ulfiyah. 2009).

Dalam Darmawidjaya (1980), Ulfiyah mengaatkan bahwa warna tanah dapat menunjukkan : (a) jenis dan kadar bahan organik, (b) keadaan pengatusan dan aerasi tanah yang berhubungan dengan hidratasi, oksidasi dan proses pencucian, (c) tingkat perkembangan tanah, (d) kadar air tanah termasuk pula dalamnya permukaan air tanah, dan atau (e) adanya bahan bahan tetentu. Warna tanah dipengaruhi oleh empat jenis bahan, yaitu senyawa-senyawa besi, senyawa mangan dan magnesium, kuarsa dan feldspar, dan bahan organik. Berdasarkan Munsell Soil Color Chart,yang berupa buku yang berupa diagram warna baku yang tersusun atas 3 variabel yaitu:

  1. Hue : warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya.
  2. Value: menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan.
  3. Chroma : menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefiniskan juga sebagai gradasi kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral (0) ke warna lainnya.

(Ulfiyah. 2009).

2.2.2    Sifat Kimia Tanah

  1. Derajat Kemasaman Tanah (pH)

pH tanah adalah satuan derajat yang dipergunakan untuk menentukan tingkat keasaman atau kebasaan terhadap tanah. pH tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung berupa ion hidrogen sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu tersedianya unsur-unsur hara tertentu dan adanya unsur beracun. Kisaran pH tanah mineral biasanya antara 3,5–10 atau lebih. Sebaliknya untuk tanah gembur, pH tanah dapat kurang dari 3,0. Alkalis dapat menunjukkan pH lebih dari 3,6. Kebanyakan pH tanah toleran pada yang ekstrim rendah atau tinggi, asalkan tanah mempunyai persediaan hara yang cukup bagi pertumbuhan suatu tanaman (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • C-Organik

Bahan organik tanah merupakan hasil perombakan dan penyusunan yang dilakukan jasad renik tanah, senyawa penyusunnya adalah tidak jauh berbeda dengan senyawa aslinya, yang tentunya dalam hal ini ada berbagai tambahan bahan seperti glukosamin (hasil metabolis jasad renik) Sifat fisika yang dipengaruhi bahan organik adalah kemantapan agregat tanah, dan selain itu sebagai penyedia unsur-unsur hara, tenaga maupun komponen pembentuk tubuh jasad dalam tanah (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • N-Total

Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein. Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah (bahan organik halus dan bahan organik kasar), pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, pupuk, dan air hujan (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

No Deskripsi Profil Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3 Lapisan 4 Lapisan 5
1 25 24 23 15
2 Nature Lower Boundary bergelombang bergelombang bergelombang bergelombang bergelombang
3 Kedalaman Horizon (cm) 0 – 25 25-49 49-72 72-87 >87
4 Karakteristik Horizon          
5 Kelembapan Sangat kering kering agak basah basah basah
6 Bahan Organik  ada sedikit  Sangat sedikit   Sangat sedikit  Sangat sedikit
7 Warna 7,5 YR 5/6 (strong brown) 10 YR 5/6 (yellowish brown)      
8 Tekstur lempung liat berdebu lempung berliat      
9 Konsistensi kering: keras lembap: lepas lepas basah: agak kuat kering: keras      
lembap: teguh
basah: lekat
10 Struktur blocky granular      
11 Pori Sangat banyak banyak banyak  sedikit  Lebih sedikit 
12 Akar ada ada ada ada ada
13 Aktivitas Biologis Sangat banyak banyak sedikit sedikit Sangat sedikit
14 Keberadaan Garam tidak ada tidak ada      
15 pH 5 6.6      

BAB 3

METODOLOGI

3.1. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini  antara lain: aquadest untuk membasahi massa tanah, sampel tanah sebagai objek yang diamati, kantong plastik untuk tempat sampel tanah terusik, karet gelang untuk mengikat kantong plastik, kertas label untuk memberi tanda pada sampel tanah, munsell soil color chart pedoman penentuan warna tanah, kertas formulir untuk mengisi data sampel tanah yang diamati, buku petunjuk praktikum, dan alat tulis.

Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain: cangkul dan sekop untuk mengambil sampel tanah terusik, GPS(Global Positioning system) untuk menentukan posisi koordinat, palu geologi untuk memasukkan ring sampler, pisau belati untuk menandai batas lapisan tanah, sekop tanah untuk membantu mengelurkan ring sampler, ring sampler tempat sampel tanah tak terusik, rol meter untuk mengukur ketebalan lapisan tanah, balok kayu, kaca pembesar (lup) untuk mengamati bentuk partikel tanah, dan pH stick untuk mengukur pH.

3.2. Cara Kerja

1. Pengamatan dan Deskripsi Profil Tanah

Untuk mengetahui perbedaan batas lapisan pada profil tanah yang telah tersedia di lapangan, dilakukan dengan tanah ditusuk-tusuk dengan pisau belati dan sekop tanah sambil dirasakan kekerasan tanah sebagai parameter pembeda antar lapisan. Setelah diketahui adanya horizon yang berbeda, lalu diukur ketebalan dan kedalaman  antar lapisan dengan rol meter. Kemudian horizon satu dengan horizon yang lainnya diamati nature lower boundary, kelembaban, kandungan bahan organik, warna, motel, pori, perakaran, aktivitas biologis, konkresi , rockiness dan stoniness. Lalu, disekitar profil tanah diamati vegetasi tanaman yang ada, pengaruh manusia, overwashed, erosi, banjir, dan drainase hasilnya dicatat di kertas tabel pengamatan

2. Pengambilan Sampel Tanah

a. Sampel tanah terusik

Permukaan tanah dibersihkan dari seresah dan akar tanama, lalu tanah diambil dengan pisau belati dan sekop tanah pada lapisan 1, satu kantong plastik dan pada lapisan kedua diambil 1 kantong plasik. Kemudian diberi kertas label dengan keterangan jenis lapisan, hari, dan kelopok. Lalu kertas label, dimasukkan kedalam kantong plastik tadi dan diikat dengan karet gelang.

b. Sampel tanah tak terusik

Untuk pengambilan sampel tanah tidak terusik dilakukan dengan cara membersihkan permukaan tanah sekitar terlebih dahulu yang hendak diambil sampel tanahnya, kemudian ring sampler diletakkan diatas permukaan tanah. Lalu, di atas ring sampler ditaruh balok kayu kecil sebagai alas agar tekanan merata, kemudian dipalu ke dalam hingga ring sampel masuk kepermukaan tanah. Setelah masuk, diambil dengan sekop kecil yang datar dan denag pisau belati. Lalu, permukaan tanah di ring sampler diratakan. Kemudian Ring sampler dimasukkan ke dalam plastik, lalu diberi kertas label dengan keterangan berupa jenis lapisan, hari, golongan. kemudian ditutup rapat dan diikat.

3. Identifikasi sifat dan karakteristik tanah

a. Warna tanah

Warna tanah diidentifikasi dengan cara sampel tanah terusik yang telah diambil pada horizon yang bersangkutan diambil dan ditentukan warnanya dengan buku warna tanah (munsell soil color chart). Warna yang dipilih adalah warna yang sesuai dengan buku warna tanah dan ditulis “hue”, “value”, dan “chrome” pada tabel pengamatan.

b. Tekstur Tanah

Tekstur tanah diidentifikasi dengan cara sampel tanah terusik diambil secukupnya dan diletakkan dalam tapak tangan. Kemudian dibasahi dengan air dan diremas-remas diantara jari-jari dengan tapak tangan. Kemudian dirasakan kekasarannya lalu dicocokkan dengan tabel tekstur tanah pada buku panduan.Lalu hasilnya dicatat dan dimasukkan kedalam tabel pengamatan.

c. Struktur tanah

Struktur tanah diamati dengan mengambil sebongkah sampel tanah terusik yang telah diambil tadi, diambil dan dijatuhkan di atas permukaan kertas. Kemudian, diamati bentuk partikel tanahnya dengan kaca pembeasar (lup). Tipe struktur yang terjadi dan besar struktur tersebut diamati lalu ditentukan berdasarkan gambar 1.3 pada buku panduan praktikum.

d. Konsistensi

Konsistensi tanah diidentifikasi dengan cara sebongkah tanah diambil, kemudian diletakkan di tapak tangan dan diberi tekanan, lalu diamati apakah tanah mudah pecah atau tidak, ada adhesi tanah pada tapak tangan, tanah lengket atau tidak pada tapak tangan. Tanah tersebut diklasifikasikan berdasarkan teori dan Tabel 2.2 pada buku panduan praktikum.

pH tanah diidentifikasi dengan cara tanah diambil lalu dimasukkan ke dalam tabung plastik kecil dan diberi aquades dengan perbandingan tanah-aquades 1:2. Lalu dikocok sampai tanah dan aquades bercampur, kemudian pH tanah tersebut diukur dengan pH stik. Kemudian kejadian-kejadian lain seperti konkresi, bercak-bercak, perakaran, dan pori-pori tanah diamati.

  1. Pengambilan Sampel Tanah Utuh
  2. Ratakan dan bersihkan lapisan yang akan diambil, kemudian letakkan ring sampel tegak lurus.
  3. Tekan ring sampel sampai ¾ bagiannya masuk ke dalam tanah.
  4. Letakkan ring sampel lain tepat diatas ring sampel pertama, kemudian tekan lagi sampai bagian bawah dari ring sampel kedua masuk ke dalam tanah (± 10 cm).
  5. Ring sampel beserta tanah di dalamnya digali dengan skop atau linggis.
  6. Pisahkan ring kedua dari ring sampel pertama dengan hati-hati, kemudian potonglah kelebihan tanah yang ada pada permukaan dan bawah ring smpel sampai permukaan tanah rata dengan permukaan ring sampel.
  7. Tutuplah ring sampel denga plastik, lalu simpan dalam tempat yang telah disediakan.
    1. Pengambilan Sampel Tanah Terganggu

BAB V

Daftar Pustaka

Darmawijaya, M. Isa. 1990. Klasifikasi Tanah : Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah                 Dan Pelaksana Pertanian Di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada                   University Press.

Ekosari, R. 2011. Pedogenesis. http://staff.uny.ac.id/sites/default/file                                    s/PEDOGENESIS %2 0E KO%20[Com patibility%20Mode].pdf .              Diakses pada tanggal 27 September 2018.

Fitriani, N.A., Ganjar, F., dan Enriyani, R. 2018. Pengujian Kualitas Tanah             sebagai Indikator Cemaran Lingkungan di Sekitar Pantai Tanjung Lesung.                      Indonesian Journal of Chemical Analysis  1(1) : 29.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2004. Badan                           penelitian dan Pengembangan pertanian. Departemen Pertanian.

Rayes, M.L. 2012. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Malang: UB press.

Rahayu, A. Utami, S.R.,dan  Mochtar, L. 2014. 2014. Karakteristik Dan    Klasifikasi Tanah Pada Lahan Kering Dan Lahan Yang Disawahkan Di       Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya                    Lahan 1(2):81.

Sugeng. 2012. Morfologi dan Sifat fisik Tanah         .http://sugeng.lecture.ub.ac.id/files/2012/09/Bab-3-Morfologi-dan-Sifat-        Fisik.pdf . Diakses pada tanggal 27 September.

Sutanto, R. 2005. Dasar-dasar ilmu tanah, konsep dan kenyataan. Yogyakarta :      Kanisius. Halaman 119-125.

Ulfiyah , A.R. 2009. Kajian Tingkat Perkembangan Tanah Pada Lahan       Persawahan Di Desa Kaluku Tinggu Kabupaten Donggala Sulawesi                       Tengah. Jurnal  Agroland 16 (1) : 48.

 
0

Faktor-Faktor Pembentukan Tanah

Posted by andi telaumbanua on Oct 10, 2018 in TAnah

Faktor-Faktor Pembentukan Tanah

Tanah berkembang dari bahan induk berupa bebatuan. Bebatuan ini melapuk sebagai akibat interaksi faktor-faktor lingkungan, termasuk makhluk hidup. Bidang ilmu yang mempelajari pembentukan tanah dari bahan induknya dinamakan dengan genesa tanah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tanah pada dasarnya dapat dibedakan menjadi lima komponen (Jenny, 1946), yakni (1) iklim, (2) bahan induk, (3) organisme, (4) topografi, dan (5) waktu. Hubungan antara kelima faktor pembentukan tanah disajikan pada Gambar 4.

  1. Iklim

Iklim adalah faktor yang sangat penting dalam pemben­tukan tanah. Komponen iklim yang paling penting dalam hal ini adalah suhu dan curah hujan. Kedua komponen iklim ini sangat berpengaruh terhadap intensitas reaksi kimia dan fisika tanah.

Suhu merupakan faktor yang sangat penting dalam kecepatan reaksi kimia tanah. Setiap kenaikan suhu sebesar 10o C akan mempercepat reaksi kimia 2 kali lipat. Selanjutnya,  reaksi yang dilakukan oleh mikroorganisme tanah juga sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungannya.

Curah hujan merupakan faktor yang sangat penting dalam pelarutan dan pengangkutan (pencucian koloid tanah serta kation yang dikandung tanah). Di daerah tropis, curah hujan serta suhu biasanya cukup tinggi sehingga proses pelapukan serta pencucian berjalan dengan sangat cepat. Hal ini akan menghasilkan pelapu­kan lanjut, tanah miskin hara serta memiliki reaksi masam. Sebaliknya pada daerah kering, proses pencucian berjalan sangat lambat sehingga menghasilkan tanah yang kurang masam dan kandungan kation basa lebih tinggi.

  1. Bahan Induk

Bahan induk merupakan bahan asal terbentuknya tanah. Sifat-sifat bahan induk akan sangat mempengaruhi sifat tanah yang dihasilkan. Sifat-sifat ini bahkan masih dapat dilihat pada tanah yang terdapat di daerah humid yang telah mengalami pelapukan lanjut. Salah satu contoh adalah apabila tanah bertek­stur pasir, maka tentu dia berkembang dari bahan induk yang mengandung pasir dalam jumlah tinggi.

Susunan kimia dan mineral bahan induk tidak hanya mempenga­ruhi intensitas tingkat pelapukan, akan tetapi juga menentukan jenis vegetasi yang tumbuh di atasnya. Sebagai contoh, tanah mineral yang kaya kapur akan menghambat terjadinya pemasaman tanah. Di samping itu vegetasi yang tumbuh di atasnya juga kaya akan kapur. Pengembalian vegetasi ini ke dalam tanah akan meng­hambat kemasaman tanah.

Bahan induk tanah pada dasarnya dibedakan menjadi tiga bagian, yakni (1) batuan beku, (2) batuan sedimen, dan (3) batuan metamorfosa.

(1) Batuan beku

Batuan beku terbentuk karena magma yang membeku. Berdasarkan tempat pembekuannya, batuan ini dibedakan menjadi :

  1. Batuan beku atas (batuan vulkanik) yakni magma yang membeku di permukaan bumi.
  2. Batuan beku gang yakni magma yang membeku di saluran (antara sarang magma dan permukaan bumi).
  3. Batuan beku dalam yakni magma yang membeku di sarang magma.

            Berdasarkan kandungan SiO2 nya, batuan beku dibedakan menjadi batuan beku masam, batuan beku intermedier, dan batuan beku basa. Semakin tinggi kadar SiO2 maka sifat batuan semakin asam.

(2) Batuan Sedimen

            Batuan sedimen (endapan) dibedakan menjadi batuan endapan tua dan batuan endapan baru.

  1. Batuan endapan tua yakni bahan endapan (pada umumnya endapan laut) yang telah diendapkan berjuta tahun yang lalu sehingga membentuk batuan yang keras. Contoh batuan ini adalah batuan gamping, batuan pasir serta batuan liat.
  2. Batuan endapan baru yakni bahan endapan yang masih baru sehingga belum menjadi batu. Contohnya adalah bahan yang diendapkan oleh air (di daerah banjir) dan bahan yang diendapkan oleh angin (di daerah pantai).

(3) Batuan Metamorfose

            Batuan ini berasal dari batuan beku atau batuan sedimen yang karena tekanan dan suhu yang tinggi akan berubah menjadi jenis batuan yang lain. Batuan ini pada umumnya bertekstur lembar (foliated texture) sebagai akibat rekristalisasi beberapa mineral dan orientasi mineral menjadi paralel sehingga membentuk lembaran. Beberapa contoh batuan ini adalah :

  1. Batuan metamorf dengan lembaran halus yang disebut dengan schist, misalnya mika schist.
  2. Batuan metamorf dengan lembaran kasar disebut dengan Ggneis, misalnya granit gneis.
  3. Beberapa batuan metamorf tidak menunjukkan tekstur lembar, misalnya kwarsit (dari batu pasir) dan marmer (dari batu kapur karbonat).

(4) Bahan Induk Organik

Pada daerah rawa yang selalu tergenang air, penghancuran bahan organik terjadi sangat lambat (lebih lambat daripada penimbunannya), sehingga terjadi penimbunan bahan organik. Bahan organik ini Selanjutnya,  akan menjadi bahan induk tanah gambut yang banyak dijumpai di daerah pantai di Indone­sia, misalnya di sepanjang Timur pantai Sumatera, pantai Barat, Selatan dan Timur Kalimantan, dan batas Selatan Irian Jaya.

  1. Organisme

Selain sebagai sumber bahan organik, organisme juga membantu dalam siklus hara, menstabilkan struktur serta mampu menghambat erosi tanah. Perbedaan jenis vegetasi antara lingkungan hutan dan padang rumput akan menghasilkan jenis tanah yang berbeda pula. Selain itu, kandungan unsur kimia pada tanaman juga mempengaruhi sifat tanah yang ada di sekitarnya. Misalnya, jenis cemara tertentu mengandung kation Ca, Mg, dan K yang rendah. Dengan demikian, , siklus hara yang berada di bawah tanaman ini akan lebih rendah dari pada yang terjadi di bawah tanaman yang berdaun lebar yang lebih kaya basa. Jadi, tanah yang berada di bawah pohon pinus/cemara akan lebih masam. Selain itu pencucian basa pada lingkungan ini juga lebih intensif.

  1. Topografi

Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk le­reng. Topografi ini mempengaruhi pembentukan tanah dengan cara :

1).    Mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap atau ditahan oleh tanah.

2).    Mempengaruhi kedalaman air tanah.

3).    Mempengaruhi besarnya erosi.

4).    Mengarahkan gerakan air dan bahan yang terlarut di dalamnya.

Topografi suatu daerah dapat menghambat ataupun mempercepat pengaruh iklim dalam proses penghancuran bebatuan. Pada daerah datar atau cekung, air tidak begitu nampak. Sebaliknya di daerah bergelombang, drainase tanah lebih baik sehingga pengaruh iklim (curah hujan dan temperatur) lebih jelas dan pelapukan serta pencucian berjalan lebih cepat. Pada daerah lereng, erosi biasanya terjadi lebih cepat sehingga mengakibatkan tanah lebih dangkal. Sebaliknya pada daerah kaki bukit, terjadi penim­bunan bahan-bahan dari daerah atas sehingga tanah lebih tebal.

Sifat-sifat tanah yang biasanya berkaitan dengan relief ini antara lain :

1).    Ketebalan solum

2).    Ketebalan dan kadar bahan organik pada horizon A

3).    Kandungan air tanah

4).    Warna tanah

5).    Tingkat perkembangan horizon

6).    Kejenuhan basa

  1. Waktu

Tanah adalah benda alam yang terus menerus mengalami peruba­han. Adanya pencucian serta pelapukan yang berlangsung terus menerus akan menghasilkan tanah yang semakin tua dan semakin kurus. Pada tanah ini, mineral yang mudah lapuk sudah habis dan yang tert­inggal hanya mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Selain itu, seiring meningkatnya usia tanah, maka profil tanah juga semakin berkembang.

Berdasarkan waktu pembentukannya, tanah dibedakan menjadi :

1).    Tanah muda (immature atau young soil)

2).    Tanah dewasa (mature soil)

3).    Tanah tua (old soil).

 

Tingkat Perkembangan Tanah

  1. a)Tanah muda

Pada tanah ini, pembentukan tanah baru pada tahap pencampu­ran bahan organik dengan bahan mineral yang terdapat di permukaan tanah. Pembentukan struktur tanah terjadi karena adanya pengaruh bahan organik. Horizon yang terbentuk pada tanah ini baru horizon A dan C. Pada tanah ini, sifat tanahnya masih didominasi oleh sifat-sifat bahan induknya. Contoh tanah ini adalah Entisol (Aluvial, Regosol).

  1. b)Tanah dewasa

Tanah muda masih akan terus mengalami pelapukan serta pencucian lanjut sehingga terbentuklah horizon B. Tingkat kesubu­ran tanah ini adalah yang paling tinggi karena di satu fihak unsur hara dari mineral telah tersedia dan di lain fihak pencucian belum begitu intensif. Contoh tanah ini adalah Inceptisol (latosol coklat, andosol), Vertisol, dan Mollisol.

  1. c)Tanah tua

Pada tanah ini pelapukan serta pencucian bahan-bahan telah berjalan secara lanjut. Kondisi ini mengakibatkan horizon tanah telah mengalami diferensiasi secara nyata. Pada horizon A dan B terbentuk horizon A1, A2, A3, B1, B2, dan B3. Adanya pencucian yang tinggi mengakibatkan tanah mengalami kekurangan kation basa sehingga tanah menjadi masam dan miskin unsur hara. Contoh tanah tua adalah Ultisol (P.M.K) dan Oxisol (Laterit).

Waktu yang diperlukan untuk pembentukan setiap jenis tanah berbeda-beda. Tanah yang berkembang dari bebatuan yang keras akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk pembentukan tanahnya dibandingkan dengan tanah yang berkembang dari bahan induk yang lunak dan lepas.

Adanya kekeringan serta erosi dapat menghambat perkembangan tanah. Dengan demikian, , tua atau mudanya tanah tidak dapat dinya­takan dari umur tanah tersebut dalam tahun, tetapi didasar­kan kepada tingkat perkembangan horizon-horizon tanah yang ada. Pembentukan tanah mula-mula berjalan agak cepat, tetapi semakin tua tanah proses ini berjalan semakin lambat.

 
0

Jenis – jenis tanah utama di Indonesia

Posted by andi telaumbanua on Oct 10, 2018 in TAnah

Jenis – jenis tanah utama di Indonesia

1. Jenis-jenis tanah pada lahan kering
Tanah-tanah yang biasa terdapat dilahan kering di Indonesia meliputi ordo ultisol (podsolid merah-kuning), Oxisol, Alfisol, inceptisol, dan Andosol.

  1. Ultisol
    Ultisol adalah tanah tua yang sudah mengalami tingkat pelapukan yang lanjut. Tanah ini dibentuk dari tufa masam, batu pasir, batu endapan pasir masam ; terletak diatas medan bergelombang hingga berbukit. Vegetasi utama adalah hutan tropic, padang alang-alang, melastoma dan pepakuan.
    Kandungan mineral tanah mineral ini yang dapat dilapuk sangat rendah, sehingga suplai hara yang berasal dari tanah sangat kecil. Tanah ini bersifat masam (pH rendah). Kejenuhan basa kurang dari 35 %, kandungan liat tinggi, dengan kestabilan agregat yang sangat tinggi, kandungan bahan organik sangat rendah, sehingga miskin akan cadangan haranya.
  2. Oxisol
    Oxisol adalah tanah mineral yang kaya akan seskuioksida, telah mengalami pelapukan lanjut. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga KTK rendah (< 16 Me/100 g liat). Banyak mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. sifat-sifat khusus tanah ini antara lain cadangan unsur hara sangat rendah, kesuburan alami sangat rendah, kandungan Al yang dapat dipertukarkan tinggi, permeabilitas baik, tahan trhadap erosi.
    Proses pembentukan tanah yang utama pada tanah oxisol adalah proses desilikasi dan konsentrasi besi bebas dan kadang-kadang gibsit yang kemudian mempengaruhi jenis mineral dominan pada tanah tersebut.
  3. Alfisol
    Alfosol merupakan tanah-tanah yang mempunyai kandungan liat tinggi di horison B (horison argilik). Pelapukannya belum lanjut, tanah alfisol banyak ditemukan di daerah beriklim sedang, tetapi dapat pula ditemukan didaerah tropika dan subtropika terutama ditempat-tempat dengan tingkat pelapukan sedang.
    Ada dua syarat untuk terbentuknya alfisol yaitu:
    • Mineral liat kristalin jumlahnya sedang
    • Terjadi akumulasi liat di horison B yang jumlahnya memenuhi syarat horison argilik, atau kandik.
    Tanah alfisol adalah tanah yang ralatif muda, masih banyak mengandung mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin, dan kaya unsur hara. Alfisol dapat ditemukan di daerah datar sampai berbukit. Alfisol merupakan tanah yang subur, banyak digunakan untuk pertanian, rumput ternak, atau hutan. Tanah ini mempunyai kejenuuhan basa tinggi, KTK tinggi, dan cadangan unsur hara tinggi.
  4. Inceptisol
    Inceptisol adalah tanah-tanah yang kecuali dapat memiliki epipedon okrik dan horison albik. Inceptisol merupakan tanah yang belum matang dengan perkembangan profil yang lebih lemah disbanding dengan tanah matang, dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya.
    Beberapa faktor yang memprngaruhi pembentukan inceptisol adalah :
    • Bahan induk yang sangat resisten
    • Posisi dalam landsekap yang ekstrim yaitu daerah curam atau lembah
    • Permukaan geomorfologi yang muda, sehingga pembentukan tanah belum lanjut.
  5. Andosol
    Tanah ini dujumapi didaerah curah hujan 2000 mm/tahun tanpa bulan kering yang pasti, iklim tergolong Afs, Cfa, atau CW terbentuk dari bahan induk tufa atau abu vulkan, terletak diatas medan datar, agak miring, bergelombang sampai di sekitar puncak gunung berapi. Vegetasi utama adalah hutan tropic lebat atau hutan daerah iklim sedang. Proses pembentukan tanah adalah alterasi lemah.
    Solum tanah andosol agak tebal, berwarna hitam sampai kuning, mempunyai horison Al yang jelas dan B lemah, struktur kersai, konsistensi gembur, berminyak, tidak berbalik bila kering yang kadang-kadang membentuk pasir palsu dan fragipan, tekstur kaya debu. Reaksi tanah berkisar dari agak masam sampai netral, berkadar bahan organik kaya dilapidsan permukaan tetapi menurun dengan jeluk; kerapatan isi < 0,85, kejenuhan basa sedang dengan KTK liat > 24 Me/100 g, fiksasi P tinggi, mineral liat dominan alofan, permeabilitas sedang dan peka erosi air atau angin.

    2. Jenis-jenis Tanah pada Lahan Basah
    Beberapa jenis tanah yang banyak dijumpai pada lahan basah adalah Histosol dan Entisol.
    a.Histosol
    Tanah ini biasa disebut dengan tanah gambut, banyak dijumpai didaerah dengan curah hujan tahunan > 2500 mm/tahun, air tanah dangkal dan tidak mempunyai bulan kering yang berarti, iklim tergolong Af / Cf (koppen). Bahan induk berasal dari bahan organik hutan rawa dan rerumputan. Tanah ini banyak dijumpai didaerah datar pada dataran rendah atau didaerah cekungan dataran tinggi.
    Tanah Histosol terbentuk bila produksi dan penimbunan bahan organik lebih besar dari bahan mineralisasinya. Keadaan demikian terdapat di tempat-tempat yang selalu digenangi air sehingga sirkulasi oksigen sangat terhambat. Akibatnya dekomposisi bahan organic terhambat dan terjadilah akumulasi bahan organik.
    Tanah ini tidak mempunyai horizon, ketebalan solum tidak lebih dari 0,5 m, bewarna kroma mantap, teksturnya beragam, tanpa struktur atau berblok di lapisan atas, bahan organic fibrik, hemik, atau saprik dan bila bertekstur pasir maka berkadar bahan organic 20 % atau bila bertekstur liat berbahan organik 30 %. Untuk dapat digunakan bagi usaha pertanian tanah histosol harus dilakukan perbaikan drainase. Akibat perbaikan drainase tersebut terjadilah penyusunan volume tanah histosol. Kebakaran merupakan bahaya yang sering terjadi pada tanah histosol yang sudah diperbaiki drainasenya. Kebakaran pada tanah ini sering terjadi di bawah permukaan tanah sehingga sulit dikendalikan.
    b. Entisol
    Tanah ini disebut juga tanah alluvial. Jenis tanah ini dapat dijumpai pada daerah dengan beriklim beragam, terbentuk dari bahan induk alluvial atau koluvial. Proses tanpa struktur, konsistensi adalah lembab adalah teguh, basah adalah plastic, dan kering adalah keras. Reaksi tanah beragam, kadar bahan organic tergolong rendah, kejenuhan basa sedang hingga tinggi dengan KTK tinggi, kadar hara tergantung bahan induk, permeabilitas lambat dan peka erosi. Entisol merupakan tanah yang baru berkembang. Tanah entisol yang berasal dari tanah alluvium umumnya merupakan lahan yang subur.

 
0

Proses Pelapukan Batuan dan Mineral Tanah

Posted by andi telaumbanua on Oct 10, 2018 in TAnah

Proses Pelapukan Batuan dan Mineral Tanah

Bebatuan penyusun tanah pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk, yakni batuan keras dan batuan lunak. Batuan keras terdiri atas : batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Sedangkan batuan lunak terdiri atas abu vulkan dan bahan endapan.

Pelapukan batuan mengakibatkan berubahnya bebatuan ini menjadi bahan lebih lunak yang disebut dengan regolit. Bagian atas regolit inilah yang Selanjutnya,  berubah menjadi tanah. Pelapukan batuan ini dapat berlangsung melalui 3 cara, yakni :

  1. Pelapukan secara fisik
  2. Pelapukan secara kimiawi
  3. Pelapukan secara biologi-mekanik.
  1. Pelapukan Secara Fisik

Pelapukan batuan terjadi akibat pengaruh lingkungan yang mengakibatkan berubahnya sifat fisik (terutama ukuran mineral). Pelapukan secara ini dapat terjadi karena perubahan iklim (suhu) atau kiondisi lingkungan yang lain, misalnya gesekan antar batuan sehingga mengakibatkan hancurnya mineral. Beberapa contoh pelapukan secara fisik ini adalah :

(1)    Adanya pengaruh suhu yang mengakibatkan terjadinya pemuaian atau pengkerutan mineral tanah. Oleh karena tingkat pemuaian dan pengkerutan mineral yang terdapat di dalam bebatuan itu berbeda-beda, maka kegiatan ini mengakibat­kan retak/hancurnya batuan yang bersangkutan.

(2)    Di daerah yang beriklim dingin, air yang meresap pada pori-pori batuan akan berubah menjadi es dan bertambah besar volumenya. Pada saat suhu meningkat, terjadi pencairan es dan volumenya mengalami penurunan. Hal ini juga dapat mengakibat­kan pecahnya bebatuan yang bersangkutan.

(3)    Pengangkutan bebatuan dari satu tempat ke tempat lain oleh air (sungai) juga akan mempercepat terjadinya hancuran fisik batuan yang bersangkutan.

  1. Pelapukan Secara Kimiawi

Pelapukan secara kimiawi merupakan tahapan yang sangat penting dalam penyiapan batuan menjadi sumber hara bagi tanaman. Proses ini pada dasarnya hanya terjadi apabila terdapat air sebagai medianya. Akibat kegiatan ini adalah hancurnya mineral-mineral yang semula tergabung di dalam bebatuan sehingga dapat terbentuk mineral-mineral baru dan membebaskan sebagian unsur yang terkandung di dalam mineral tersebut sehingga dapat digunakan oleh tanaman.

Pelapukan secara kimiawi terjadi melalui empat proses utama yakni (1) hidrasi-dehidrasi, (2) oksidasi-reduksi, (3) hidro­lisis, dan (4) pelarutan.

(1)   Hidrasi-dehidrasi

Hidrasi adalah reaksi pengikatan molekul air oleh senyawa tertentu, sedangkan dehidrasi adalah reaksi kebalikannya. Proses ini dapat mengakibatkan di satu fihak terjadinya “pelunakan” mineral-mineral sehingga mudah larut dan di lain fihak mengakibatkan terjadinya penambahan volume mineral sehingga mempercepat pelapukan. Contoh proses ini adalah pengikatan dan pelepasan dua molekul air oleh CaSO4 sebagai berikut :

            CaSO4 + 2H2O ——–> CaSO4.2H2O (hidrasi)

            CaSO4.2H2O ——–> CaSO4 + 2H2O (dehidrasi)

(2)   Oksidasi-reduksi

Oksidasi adalah reaksi pengurangan elektron karena terdapat oksigen, sedangkan reduksi adalah reaksi penambahan elektron pada suasana kekurangan oksigen. Contoh proses ini adalah oksidasi dan reduksi ion besi seperti berikut

            Fe2+ —————-> Fe3+ + e (oksidasi)

            Fe3+ + e ———–> Fe2+ (reduksi)

Oksidasi dan reduksi merupakan proses yang sangat penting bagi pelapukan mineral-mineral yang kaya akan besi fero seperti biotit, glaukonit, hornblende, piroksin, dan sebagainya. Perubahan fero (Fe2+) ke feri (Fe3+) mengakibat­kan terjadinya perubahan ukuran serta muatan sehingga mem­percepat penghancuran mineral. Perubahan dari feri ke fero akan memperbesar mobilitas ion besi sehingga mempercepat pencucian. Apabila fero tidak tercuci, maka ion ini akan bereaksi dengan unsur lain seperti S dan membentuk senyawa FeS serta senyawa lainnya dan memberikan warna hijau kebiruan pada tanah sebagai tanda adanya proses reduksi pada tanah yang bersangkutan (warna gley pada tanah sawah).

(3)   Hidrolisis

Hidrolisis merupakan proses penggantian kation yang terdapat di dalam struktur kristal oleh ion hidrogen (H+). Proses ini mengakibatkan hancurnya struktur kristal mineral yang bersangkutan. Hidrolisis mengakibatkan terjadinya pelapukan yang “sempurna” atau modifikasi yang drastis pada mineral-mineral yang mudah lapuk. Contoh proses ini adalah hancurnya mineral feldspar oleh ion hidrogen seperti berikut

KAlSi3O8 (feldspar) + H+ ———-> HAlSi3O8 + K+

(4)   Pelarutan

Pelarutan terutama terjadi pada garam-garam sederhana seperti karbonat, klorida, dan sebagainya.

CaCO3 + 2H+ ————> H2CO3 + Ca2+

  1. Pelapukan Secara Biologi-Mekanik

Pelapukan batuan dapat diakibatkan oleh kegiatan makhluk hidup seperti akar tanaman dan juga oleh kegiatan mikroorganisme tanah. Kegiatan makhluk hidup ini dapat mengakibatkan hancurnya bebatuan karena tekanan (oleh akar) atau karena pelarutan oleh zat-zat tertentu yang dibebaskan oleh jasad renik yang bersinggungan dengan bebatuan yang bersangkutan.

Pelapukan bebatuan oleh penembusan akar terjadi karena sel-sel tanaman yang berkembang dapat menimbulkan kekuatan pene­kanan yang sangat besar (> 10 atmosfer). Selanjutnya,  beberapa enzim dan asam-asam organik yang dibebaskan oleh jasad renik juga mengakibatkan hancurnya bebatuan yang sangat keras.

 
0

Profil Tanah dan Horizon tanah

Posted by andi telaumbanua on Oct 10, 2018 in TAnah

Profil Tanah dan Horizon tanah

Pedon dan Polipedon

Tanah yang berkembang di bawah pengaruh berbagai faktor pembentukan tanah akan memiliki sifat yang berbeda dalam hal :

  • Profil (jenis dan susunan horizon)
  • Kedalaman solum
  • Kandungan bahan organik
  • Sifat-sifat lainnya.

Perbedaan ini tidak hanya terjadi antara satu daerah dengan daerah yang lain, melainkan juga pada daerah yang sama bahkan hanya dipisahkan oleh jarak beberama meter saja. Dengan demikian, , jelas bahwa pada areal yang luas kita tidak dapat mempelajari sifat tanah hanya pada satu tempat saja sebab mungkin pada areal tadi terdiri atas beberapa jenis tanah.

Satuan individu terkecil dalam tiga dimensi yang masih disebut dengan tanah dinamakan dengan pedon. Sifat-sifat tanah yang tergabung dalam pedon ini memiliki keseragaman yang sama. Biasanya pedon memiliki luas antara 1 hingga 10 m2. Sehingga cukup luas untuk dapat mempelajari sifat tanah dan susunan hori­zon tanah yang ada.

Karena kecilnya pedon yang ada, maka pedon tidak dapat digunakan sebagai satuan dasar untuk pengelompokan tanah di lapang. Guna keperluan ini, maka digunakan kumpulan pedon yang menunjukkan sifat tanah yang sama. Kumpulan pedon ini kita namakan dengan polipedon. Polipedon ini menghasilkan “seri tanah” tertentu pada klasifikasi tanah. Satu satuan polipedon akan memiliki sifat seperti satu seri tanah tertentu.

Profil Tanah adalah irisan vertikal tanah dari lapisan paling atas hingga ke batuan induk tanah. Profil dari tanah yang berkembang lanjut biasanya memiliki horison-horison sbb: O –A – E – B – C – R. Solum Tanah terdiri dari: O – A – E – B. Profil tanah adalah penampang vertikal tanah yang menunjukkan susunan horizon tanah. Sedangkan horizon tanah adalah lapisan-lapisan tanah yang terbentuk karena hasil pembentukan tanah yang hampir sejajar dengan permukaan tanah. Apabila kita membuat irisan tegak tanah (biasanya hingga kedalaman 110 cm), maka kita akan melihat lapisan-lapisan tanah (horizon) ini, yang secara berturut-turut dari permukaan tanah adalah :
Lapisan Tanah Atas meliputi: O – A. Lapisan Tanah Bawah : E – B.
Keterangan:
• O : Serasah / sisa-sisa tanaman (Oi) dan bahan organik tanah (BOT) hasil dekomposisi serasah (Oa).
• A : Horison mineral ber BOT tinggi sehingga berwarna agak gelap.
• E : Horison mineral yang telah tereluviasi (tercuci) sehingga kadar (BOT, liat silikat, Fe dan Al) rendah tetapi pasir dan debu kuarsa (seskuoksida) dan mineral resisten lainnya tinggi, berwarna terang.
• B : Horison illuvial atau horison tempat terakumulasinya bahan-bahan yang tercuci dari harison diatasnya (akumulasi bahan eluvial).
• C : Lapisan yang bahan penyusunnya masih sama dengan bahan induk (R) atau belum terjadi perubahan.
• R : Bahan Induk tanah

          Yang kita namakan tanah pada hakekatnya adalah gabungan horizon A dan B yang disebut solum. Solum berbeda dengan regolit, yakni lapisan batuan yang telah mengalami pelapukan yang berada di atas batuan induk. Regolit meliputi horizon A, B dan C Horizon-horizon pada profil tanah

  • Horizon O : Horizon ini diketemukan pada tanah hutan yang belum terganggu. Horizon ini merupakan horizon organik yang terbentuk di atas lapisan tanah mineral. Horizon O pada dasarnya dibeda­kan menjadi horizon O1 dan O2 :
  • Horizon O1 : bentuk asli sisa-sisa tanaman masih dapat dibe­dakan secara jelas.
  • Horizon O2 : bentuk asli sisa-sisa tanaman tidak lagi dapat dibedakan secara jelas.

  •  Horizon A : merupakan horizon yang berada di permukaan tanah, terdiri atas campuran antara bahan organik dan bahan mineral. Horizon ini merupakan horizon pencucian (eluviasi) dari bahan-bahan seperti liat, asam-asam organik, serta kation tanah terutama Ca2+, K+, Na+, dan Mg2+.

       Secara umum, horizon A dibedakan menjadi tiga (3) bagian, yakni A1, A2 dan A3.

Ø  Horizon A1: bahan mineral bercampur dengan bahan organik (humus) dan memiliki warna yang gelap.

Ø  Horizon A2: horizon A yang telah mengalami pencucian (elu­viasi) yang maksimal terhadap bahan-bahan seper­ti liat, bahan organik dan kation. Warna horizon ini lebih terang dibandingkan dengan horizon A1.

Ø  Horizon A3: merupakan horizon peralihan dari A ke B namun,  masih memiliki sifat-sifat yang lebih menyerupai horizon A (terutama struktur tanahnya).

  • Horizon B: Horizon B merupakan horizon penimbunan (iluviasi) bahan-bahan tercuci dari horizon A.

Horizon B dibedakan menjadi tiga (3) bagian, yakni B1, B2 dan B3.

Ø  Horizon B1 : peralihan horizon A ke B, namun,  sifat-sifatnya lebih menyerupai horizon B.

Ø  Horizon B2 : horizon penimbunan (iluviasi) yang maksimum terhadap bahan-bahan seperti liat, kation, Fe, Al, dan bahan organik.

Ø  Horizon B3 : horizon peralihan dari B ke C, namun,  lebih menyerupai horizon B.

  • Horizon C : merupakan lapisan bahan induk tanah yang telah mengalami pelapukan. Proses pelapukan yang terjadi pada horizon ini baru pada tahap pelapukan fisik dan belum mengalami peruba­han secara kimiawi. Pengaruh makhluk hidup belum mencapai horizon ini.

  • Horizon D atau R: lapisan ini merupakan hamparan batuan yang belum mengalami pelapukan, baik secara fisik maupun kimia. Horizon ini merupa­kan sumber bahan penyusun tanah yang sangat menentukan sifat-sifat tanah yang terbentuk (lihat bahasan lebih lanjut).

Perlu dijelaskan di sini, bahwa tanah yang kita jumpai di alam tidak selalu memiliki horizon seperti yang diterangkan di atas. Perkembangan tanah pada hakekatnya akan mengakibatkan terbentuknya horizon-horizon seperti yang diberikan pada Gambar 1. Semakin lama proses pembentukan tanah, semakin lengkap horizon yang terbentuk. Namun, , berbagai kondisi lingkungan juga sangat menentukan pembentukan horizon ini. Erosi tanah, misalnya, akan mengakibatkan hilangnya horizon A, sehingga yang tertinggal hanya horizon B dan C. Selain itu, pekerjaan/tindakan manusia dapat juga menyebabkan terjadinya penimbunan tanah dari tempat lain, sehingga horizon A tidak lagi terdapat di permukaan tanah melainkan di bawah timbunan tanah tersebut. Horizon O hanya dijumpai pada tanah yang belum pernah diolah. Pengolahan tanah mengakibatkan hilangnya horizon ini. Selanjutnya,  tanah yang masih muda biasanya belum memiliki horizon A2 atau B3, atau bahkan belum memiliki horizon B sehingga hanya terdiri atas A dan C.

Kegunaan Profil Tanah :
a. Untuk mengetahui kedalaman lapisan olah (Lapisan Tanah Atas = O – A) dan solum tanah (O – A – E – B).
b. Kelengkapan atau differensiasi horison pada profil.
c. Warna Tanah.

Komponen Tanah
4 komponen penyusun tanah :
a. Bahan Padatan berupa bahan mineral.
b. Bahan Padatan berupa bahan organik.
c. Air.
d. Udara.

Bahan tanah tersebut rata-rata 50% bahan padatan (45% bahan mineral dan 5% bahan organik), 25% air dan 25% udara.

Copyright © 2024 All rights reserved. Theme by Laptop Geek.