Makalah Profesi Keteknikan : Peran Sarjana Teknik Pertanian Dalam Upaya Pengendalian Tanah Longsor
MAKALAH PROFESI KETEKNIKAN
PERAN SARJANA TEKNIK PERTANIAN DALAM UPAYA PENGENDALIAN TANAH LONGSOR
Dosen Pengampu:
Dr. Ir. Saiful Rochdyanto, MS.
Disusun Oleh:
Nama : Andi Saputra Telaumbanua
NIM : 17/413930/TP/11872
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Peran sarjana teknik pertanian dalam upaya pengendalian tanah longsor” disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah profesi keteknikan yang diampu oleh Bapak Dr. Ir. Saiful Rochdyanto, MS. Penulis juga mengucapkan trimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan pikiran/gagasam lewat jurnal, artikel dan bukunya yang digunakan oleh penulis sebagai referensi.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas bagaimana peran sarjana teknik pertanian dalam upaya pengendalian tanah longsor, sehingga dampak tanah longsor seperti kerugian materi dan korban jiwa, serta kerusakan lingkungan dapat dicegah sedini mungkin. Meski telah disusun secara maksimal, penulis sebagai manusia menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan makalah ini kedepannya.
Demikian apa yang bisa penulis sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah ini.
Yogyakarta, 01 Juni 2018
Andi Saputra Telaumbanua
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………………………………………… i
Kata Pengantar………………………………………………………………………………… ii
Daftar Isi………………………………………………………………………………………… iii
Abstrak…………………………………………………………………………………………… iv
Bab 1 Pendahuluan………………………………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………. 2
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………… 2
Bab 2 Isi…………………………………………………………………………………………. 3
2.1 Pengertian dan jenis Tanah longsor…………………………………….. 3 – 4
2.2 Penyebab terjadinya tanah longsor……………………………………… 4 – 6
2.3 Upaya pengendalian (mitigasi) tanah longsor………………………. 6 – 7
2.4. Peran Sarjana Teknik pertanian dan Biosistem dalam Pengendalian Tanah Longsor 7 – 9
Bab 3 Penutup…………………………………………………………………………………. 10
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………… 10
3.2 Saran………………………………………………………………………………. 10
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………… 11
ABSTRAK
Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas bagaimana peran sarjana teknik pertanian dalam upaya pengendalian tanah longsor, sehingga dampak tanah longsor seperti kerugian materi dan korban jiwa, serta kerusakan lingkungan dapat dicegah sedini mungkin. Adapun yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini adalah melihat banyaknya kejadian tanah longsor di Indonesia terutama saat terjadi musim penghujan. Longsor merupakan gerakan massa (mass movement) tanah, batuan atau kombinasinya pada bidang longsor. Longsor dapat terjadi karena faktor alam itu sendiri (uncontrolling factor) dan faktor pemicu (triggering factor). Faktor alam erat kaitannya dengan kondisi topografi dan kondisi geologi seperti tekstur tanah, batuan, stratigrafi batuan, serta struktur batuan, sedangkan faktor pemicu antara lain curah hujan yang tinggi, gempa bumi, dan kegiatan manusia untuk membuka dan memanfaatkan lahan pada lereng. Faktor pemicu tersebut dapat dikendalikan dengan berbagai upaya rekayasa lingkungan. Sarjana teknik pertanian merupakan salah satu lulusan yang mempunyai peran dalam pembuatan rekayasa lingkungan tersebut.
Ada 6 jenis tanah longsor yaitu : Longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu rayapan,tanah Aliran, dan bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi yang paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Gejala umum tanah longsor adalah munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru secara tiba-tiba, tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
Peran Sarjana teknik pertanian dalam pengendalian tanah longsor yaitu: Secara Vegetatif → agroforestri : merekayasa pola tanam yang tepat, memilih tanaman berkayu, rerumputan dan komoditas pertanian yang memiliki akar kuat namun bermassa kecil, mengatur pola jarak antar vegetasi, merekayasa iklim mikro melalui tanaman disekitar lereng untuk mempercepat laju evaporasi, evapotraspirasi, dan intersepsi. Secara mekanik : Pembuatan bangunan drainase permukaan, drainase bawah permukaan, pemotongan lereng, buttress fill work, pile, past in si tu Pile , anchor, retaining wall, saluran pengelak, saluran teras, saluran pembuangan air (SPA), bangunan terjunan air (BTA), bronjong, bangunan penguat tebing, trap-trap terasering, dan dam pengendali sistem bangunan permanen (check dam)
Kata kunci : Tanah longsor, mitigasi, agroforestri, kode etik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunungapi, dan sebaran sumber gempabumi (Putro, 2017).
Gunungapi yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka itu merupakan 13% dari jumlah gunungapi aktif dunia. Dengan demikian wilayah Indonesia banyak terdepat lereng- lereng pegunungan yang notabene rentan terhadap tanah longsor. Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunungapi. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor (Putro, 2017).
Menurut Suryolelono (2002), tanah longsor merupakan fenomena alam yang berupa gerakan massa tanah dalam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan dari luar yang menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah dan meningkatnya tegangan geser tanah. Pengurangan parameter kuat geser tanah disebabkan karena bertambahnya kadar air tanah dan menurunnya ikatan antar butiran tanah. Sedangkan tegangan geser tanah meningkat akibat meningkatnya berat satuan tanah. Kuat geser tanah adalah kemampuan intenal tanah dalam menahan keruntuhan akibat geseran sepanjang bidang keruntuhanya. Teori tentang kekuatan geser tanah sangat diperlukan dalam analisis kapasitas dukung pondasi, stabilitas lereng ataupun tegangan lateral tanah. mengungkapkan bahwa keruntuhan material tanah disebabkan oleh kombinasi kritis dari tegangan normal dan tegangan gesernya.
Longsor merupakan gerakan massa (mass movement) tanah, batuan atau kombinasinya pada bidang longsor. Longsor dapat terjadi karena faktor alam itu sendiri (controlling factor) dan faktor pemicu (triggering factor). Faktor alam erat kaitannya dengan kondisi topografi dan kondisi geologi seperti tekstur tanah, batuan, stratigrafi batuan, serta struktur batuan, sedangkan faktor pemicu antara lain curah hujan yang tinggi, gempa bumi, dan kegiatan manusia untuk membuka dan memanfaatkan lahan pada lereng (Amris dan Agus, 2015). Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas bagaimana peran sarjana teknik pertanian dalam upaya pengendalian tanah longsor, sehingga dampak tanah longsor seperti kerugian materi dan korban jiwa, serta kerusakan lingkungan dapat dicegah sedini mungkin.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini dibatasi oleh penulis sebagai batasan dalam pembahasan pada bab isi, sebagai berikut:
- Apa yang dimaksud dengan tanah longsor? Apa saja faktor pemicu terjadinya tanah longsor?
- Apa saja jenis-jenis tanah longsor dan gejala umum terjadinya tanah longsor?
- Bagaiman tahapan dalam melakukan mitigasi bencana tanah longsor?
- Apa peran sarjana teknik pertanian dalam upaya pengendalian tanah longsor? Kenapa harus bekerja sesuai dengan kode etik profesi?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
- Mengetahui pengertian tanah longsor.
- Mengetahui faktor pemicu terjadinya tanah longsor.
- Mengetahui jenis-jenis tanah longsor dan gejala umum terjadinya tanah longsor.
- Mengetahui tahapan dalam melakukan mitigasi bencana tanah longsor.
- Mengetahui peran sarjana teknik pertanian dalam upaya pengendalian tanah longsor sekaligus alasan kenapa harus bekerja sesuai dengan kode etik profesi.
BAB II
ISI
2.1. Pengertian dan jenis Tanah longsor
Menurut Suryolelono (2002), tanah longsor merupakan fenomena alam yang berupa gerakan massa tanah dalam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan dari luar yang menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah dan meningkatnya tegangan geser tanah. Pengurangan parameter kuat geser tanah disebabkan karena bertambahnya kadar air tanah dan menurunnya ikatan antar butiran tanah. Sedangkan tegangan geser tanah meningkat akibat meningkatnya berat satuan tanah. Kuat geser tanah adalah kemampuan intenal tanah dalam menahan keruntuhan akibat geseran sepanjang bidang keruntuhanya. Teori tentang kekuatan geser tanah sangat diperlukan dalam analisis kapasitas dukung pondasi, stabilitas lereng ataupun tegangan lateral tanah. mengungkapkan bahwa keruntuhan material tanah disebabkan oleh kombinasi kritis dari tegangan normal dan tegangan gesernya.
Longsor merupakan gerakan massa (mass movement) tanah, batuan atau kombinasinya pada bidang longsor. Longsor dapat terjadi karena faktor alam itu sendiri (controlling factor) dan faktor pemicu (triggering factor). Faktor alam erat kaitannya dengan kondisi topografi dan kondisi geologi seperti tekstur tanah, batuan, stratigrafi batuan, serta struktur batuan, sedangkan faktor pemicu antara lain curah hujan yang tinggi, gempa bumi, dan kegiatan manusia untuk membuka dan memanfaatkan lahan pada lereng (Amris dan Agus, 2015).
Ada 6 jenis tanah longsor, menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2006) yakni:
- Longsoran Translasi: ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
- Longsoran Rotasi : bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.
- Pergerakan Blok : perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
- Runtuhan Batu : terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai.
- Rayapan Tanah : jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.
- Aliran Bahan Rombakan : jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi.
Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Gejala umum tanah longsor adalah munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru secara tiba-tiba, tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
Tipe gerakan tanah menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2006), karakteristik gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi enam macam sebagai berikut ini.
- Longsoran (slides): merupakan longsoran dengan bidang gelincir datar di sepanjang diskontinuitas atau bidang lemah yang secara pendekatan sejajar dengan permukaan lereng sehingga terjadi gerakan tanah secara translasi.
- Jatuhan (falls): merupakan pergerakan material pembentuk lereng yang sangat cepat termasuk batu jatuh bebas, lompatan, dan bergulir ke bawah pada permukaan lereng, atau batu menggelinding atau pecahan batu bergerak ke bawah di permukaan lereng.
- Robohan (topples): terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas., yang umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai.
- Sebaran (spreads): kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya massa batuan terpecah-pecah ke dalam material lunak di bawahnya. Sebaran juga merupakan gerakan tanah yang umumnya terjadi kearah samping karena terjadi pada kemiringankemiringan atau muka lahan datar/sangat datar.
- Aliran (flows): gerakan hancuran material ke bawah lereng dan mengalir seperti cairan kental dan sering terjadi dalam bidang geser relatif sempit.
- Kompleks (combination of types): merupakan gabungan dua atau lebih dari tipe gerakan massa batuan atau tanah.
2.2. Penyebab terjadinya tanah longsor
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2006), faktor-faktor penyebab tanah longsor yaitu :
- Hujan: ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral.
- Lereng terjal: lereng terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.
- Tanah yang kurang padat dan tebal : tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari , tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
- Batuan yang kurang kuat : batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.
- Jenis tata lahan: tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.
- Getaran : biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.
- Susut muka air danau atau bendungan : akibat gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
- Adanya beban tambahan : seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.
- Pengikisan/erosi: banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.
- Adanya material timbunan pada tebing: untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.
- Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung) Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri: bidang perlapisan batuan, bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar, bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat, bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air), bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.
Menurut Suranto ( 2008 ) dalam Amris dan Agus (2015) mengatakan bahwa tekstur tanah merupakan salah satu faktor penyebab kejadian gerakan tanah yang diukur berdasarkan sifat tanah dan kondisi fisik batuan. Longsor akan mudah terjadi pada lereng yang tersusun oleh tanah penutup yang tebal (>2 m), bersifat gembur dan mudah lolos air seperti tanah residual atau kolovial. Apabila lapisan tanah menerima beban yang melampaui tahanan geser tanah, maka lapisan tanah yang gembur dan mudah lolos air pada lereng akan mudah longsor.
Menurut Salim (2010), kejadian longsor dipicu perubahan fungsi hutan menjadi areal pertanian yang tidak seimbang, perubahan areal resapan air menjadi pemukiman, eksploitasi lahan untuk pertambangan, dan kondisi vegetasi hutan yang jarang. Pemanfaatan lahan pada lereng dengan kemiringan lebih dari 40% yang ditanami tumbuhan berakar pendek yang tidak mampu menahan erosi di bawah tekanan curah hujan dapat menimbulkan bencana tanah longsor.
Menurut Hardiyatmo (2012), tanaman dengan akar yang dalam dapat memperkuat lereng, terutama untuk mencegah longsor dangkal. Jenis tumbuhan atau vegetasi yang dapat merugikan adalah tumbuh-tumbuhan besar dengan perakaran yang tidak dalam karena akan menambah beban pada lereng. Kejadian bencana alam yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia banyak yang disebabkan oleh kekeliruan pengelolaan lingkungan. Akar dari krisis dan bencana lingkungan adalah faktor cara pandang manusia, faktor paradigma pembangunan dan kebijakan pemerintah, faktor kelemahan komitmen moral, dan faktor kelemahan penegakan hukum.
2.3. Upaya pengendalian (mitigasi) tanah longsor
Upaya pencegahan tanah longsor Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2006) dapat dilakukan dengan cara; Tidak mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman, membuat terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman, menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui, tidak melakukan penggalian di bawah lereng terjal, dan tidak menebang pohon di lereng.
Tahapan mitigasi bencana tanah longsor menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2006) yaitu:
- Pemetaan : menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.
- Penyelidikan : mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah.
- Pemeriksaan: melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penaggulangannya.
- Pemantauan : dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
- Sosialisasi: memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atau masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan : poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah.
- Pemeriksaan: bencana longsor bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tatacara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.
2.4. Peran Sarjana Teknik pertanian dan Biosistem dalam Pengendalian Tanah Longsor
Menurut The Japan Landslide Society (1996) dalam Apriyono (2009) Countermeasure merupakan usaha untuk menambah kestabilan lereng dengan cara mengurangi gaya penggerak dan menambah gaya penahan. Secara garis besar, countermeasure dapat dibedakan menjadi dua:
1) Control Work: yang terdiri dari: a. drainase permukaan b. drainase bawah permukaan c. pemotongan lereng d. buttress fill work e. struktur sungai
2) Restrain Work: yang terdiri dari: a. pile b. past in si tu Pile c. anchor d. retaining wall
Pemilihan countermeasure, disesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan. Faktor-faktor seperti lokasi lereng, topografi lereng, kondisi material tanah, dan biaya menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan jenis countermeasure.
Untuk menanggulangi kerusakan lingkungan dan bencana alam tanah longsor, Hardiyatmo (2012) menyarankan dengan cara rekayasa vegetatif, dan rekayasa mekanis. Rekayasa vegetatif adalah usaha pencegahan atau mengurangi potensi longsor dengan menanam vegetasi tanaman keras yang ringan dan mempunyai akar yang dalam. Peran vegetasi terhadap pengendalian longsor lahan dimulai dari peran tajuk menyimpan air intersepsi. Peran kedua adalah evapotranspirasi, dan peran ketiga adalah sistem perakaran. Berbagai jenis vegetasi memiliki ciri khas sistem perakaran yang beragam.
Agroforestri juga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh sarjana teknik pertanian, yaitu dengan memadukan tanaman berkayu (pepohonan, perdu,durian, rambutan, rotan,dll) dengan tanaman tidak berkayu seperti rerumputan dan tanaman budidaya pertanian.Keberadaan pohon di sepanjang tebing sangat mempengaruhi stabilitas tebing melalui fungsi perakaran yang melindungi tanah sehingga mempengaruhi ketahanan geser (shear strength) tanah. Akar pohon dapat berfungsi dalam mempertahankan stabilitas tebing melalui dua mekanisme yaitu : (1) mencengkeram tanah lapisan atas (0-5 cm), dan (2) mengurangi daya dorong masa tanah akibat pecahnya gumpalan tanah. Rerumputan dapat digunakan sebagai pakan ternak dan tanaman budidaya pertanian dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan. Jadi, kegiatan ini selain mencegah tanah longsor juga memiliki manfaat ekonomis.
Teknologi pengendalian longsor secara umum bertujuan untuk :
- Mencegah air agar tidak terkonsentrasi di atas bidang luncur.
- Mengikat massa tanah agar tidak mudah meluncur.
- Merembeskan air ke lapisan tanah yang lebih dalam dari lapisan kedap air (bidang luncur).
Ada dua cara pengendalian longsor yang dapat dilakukan oleh sarjana teknik pertanian yakni secara vegetatif dan secara mekanik;
- Secara vegetatif
- Menanam pepohonan/tanaman tahunan
Fungsi :
- Media intersepsi hujan strata/lapis pertama.
- Membentuk sistem perakaran yang dalam dan menyebar, sehingga mengikat massa tanah.
- Guguran daun, ranting dan cabang dapat melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan.
- Menyalurkan air ke sekitar perakaran dan merembeskannya ke lapisan yang lebih dalam serta melepasnya secara perlahan-lahan.
- Menanam semak
Fungsi :
- Sebagai media intersepsi hujan strata/lapisan kedua setelah pepohonan.
- Mengikat massa tanah di lapisan yang lebih dangkal.
- Menghasilkan guguran daun, ranting dan cabang yang dapat melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan.
- Menyalurkan air ke sekitar perakaran dan melepasnya secara perlahan-lahan.
- Secara mekanik
- Saluran drainase
Fungsi :
- Mengalirkan kelebihan air sehingga tidak merusak tanah, tanaman, dan atau bangunan konservasi lainnya.
- Mengurangi laju infiltrasi dan perkolasi sehingga tanah tidak terlalu jenuh air. Bentuk-bentuk saluran drainase
- Saluran pengelak
Fungsi : Mencegah masuknya aliran permukaan dari daerah di atasnya ke daerah bawah yang rawan longsor, mengalirkan kelebihan air ke saluran pembuangan air (SPA),m emotong/memperpendek panjang lereng sehingga mengurangi erosi.
- Saluran teras
Fungsi : menampung air yang mengalir dari tampingan teras, memberikan kesempatan bagi air untuk masuk ke dalam tanah.
- Saluran pembuangan air (SPA)
Fungsi : menampung dan mengalirkan air dari saluran pengelak dan atau saluran teras ke sungai atau tempat penampungan/pembuangan air lainnya tanpa menyebabkan erosi.
- Bangunan terjunan air (BTA)
Fungsi : mengurangi kecepatan aliran pada SPA sehingga air mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak, memperpendek panjang lereng untuk memperkecil erosi.
- Bangunan penahan material longsor
- Bronjong
Fungsí : Penahan material longsor dengan volume yang kecil. Konstruksi bangunan tersebut dapat menggunakan bahan yang tersedia di tempat misalnya bambu, batang dan ranting kayu, untuk menanggulangi longsor dengan volume besar maka bronjong dibuat dari susunan batu dalam anyaman kawat. Sistem ini juga cocok kalau batu yang ada tidak terlalu besar (diameter antara 30-40 cm) untuk membangun sistem dari batuan lepas
- Bangunan penguat tebing
Fungsi : menahan longsoran tanah pada tebing yang sangat curam (kemiringan lebih dari 100%) yang sudah tidak mampu dikendalikan secara vegetatif, memperkuat tebing.
- Trap-trap terasering
Fungsi : menahan longsoran tanah pada tebing/lahan yang curam, memperkuat lahan berteras, agar bidang olah dan tampingan teras lebih stabil, melengkapi dan memperkuat cara vegetatif.
- Dam pengendali sistem bangunan permanen (check dam)
Fungsi : merupakan prioritas terakhir dari metoda pengendalian longsor secara mekanik karena sistem ini membutuhkan biaya yang sangat mahal, hanya dilakukan apabila metoda lain sudah tidak efektif atau tidak mampu lagi mengendalikan longsor, merupakan pelengkap dari metoda-metoda vegetatif dan mekanik lainnya, mengendalikan dan mencegah bahaya banjir, sehingga tidak menjadi bencana yang lebih besar bagi penduduk dan lahan yang berada di bawahnya.
(Rachman dkk., 2012)
Semua,cara diatas merupakan bagian dari peran sarjana lulusan teknik pertanian, Khususnya pembutan bangunan penahan dan penampung air tersebut. Mengingat kegiatan ini, sangat penting selain untuk menjaga kestabilan daerah lereng juga mencegah terjadinya tanah longsor yang dapat memakan korban, maka dari itu lulusan sarjana teknik pertanian harus bekerja sesuai dengan kode etik profesi yaitu suatu pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, dengan memahami dan melaksanakan kode etik tersebut, maka sarjana teknik pertanian dapat bekerja dengan penuh tanggungjawab.
BAB III
Kesimpulan
3.1.Kesimpulan
- Tanah longsor merupakan fenomena alam yang berupa gerakan massa tanah dalam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan dari luar yang menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah dan meningkatnya tegangan geser tanah
- Longsor dapat terjadi karena faktor alam itu sendiri (uncontrolling factor) dan faktor pemicu (triggering factor). Faktor alam erat kaitannya dengan kondisi topografi dan kondisi geologi seperti tekstur tanah, batuan, stratigrafi batuan, serta struktur batuan, sedangkan faktor pemicu antara lain curah hujan yang tinggi, gempa bumi, dan kegiatan manusia untuk membuka dan memanfaatkan lahan pada lereng.
- Ada 6 jenis tanah longsor yaitu : Longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu rayapan,tanah Aliran, dan bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi yang paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Gejala umum tanah longsor adalah munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru secara tiba-tiba, tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
- Tahapan mitigasi bencana tanah longsor yaitu : Pemetaan →Penyelidikan→Pemeriksaan→ Pemantauan→Sosialisasi→Pemeriksaan
- Peran Sarjana teknik pertanian dalam pengendalian tanah longsor yaitu:
- Secara Vegetatif → agroforestri : merekayasa pola tanam yang tepat, memilih tanaman berkayu, rerumputan dan komoditas pertanian yang memiliki akar kuat namun bermassa kecil, mengatur pola jarak antar vegetasi, merekayasa iklim mikro melalui tanaman disekitar lereng untuk mempercepat laju evaporasi, evapotraspirasi, dan intersepsi.
- Secara mekanik : Pembuatan bangunan drainase permukaan, drainase bawah permukaan, pemotongan lereng, buttress fill work, pile, past in si tu Pile , anchor, retaining wall, saluran pengelak, saluran teras, saluran pembuangan air (SPA), bangunan terjunan air (BTA), bronjong, bangunan penguat tebing, trap-trap terasering, dan dam pengendali sistem bangunan permanen (check dam)
- Sarjana teknik pertanian harus bekerja sesuai dengan kode etik profesi, supaya dapat bertanggung jawab dengan tugasnya, dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dan juga untuk mengevaluasi kompetensinya.
3.2.Saran
Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi saat musim hujan, khususnya didaerah – daerah yang rawan longsor, upaya-upaya pencegahan harus segera dilaksanakan, hal supaya kerugian material dan jiwa serta ,kerusakan lingkungan dapat dicegah sedini mungkin. Sosialisasi dan pembinaan tentang tindakan saat terjadi dan pasca bencana longsor saat perlu digalakkan, terutama didaerah yang masuk wilayah rawan longsor.
DAFTAR PUSTAKA
Amris, A. dan Agus S. 2015. Kajian Pengendalian Longsor Secara Vegetatif di Desa Binangun kecamatan Banyumas. Jurnal Techno 16(2): 64-65
Apriyono, A. 2009. Analisis Penyebab Tanah Longsor di Kalitlaga Banjarnegara Landslide Caused Analysis In Kalitlaga Banjarnegara. Jurnal Dinamika Rekayasa 5(1): 14-15,18.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2006. Pengenalan Gerakan Tanah. Dalam https://www.esdm.go.id . Diakses pada tanggal Kamis, 01 juni 2018.
Hardiyatmo. 2012. Tanah Longsor dan Erosi Kejadian dan Penanganannya. Gadjah Mada Uinersity Press: Yogyakarta.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2006. Pengenalan Gerakan Tanah. Dalam http://merapi.vsi.esdm.go.id/vsi. Diakses pada tanggal Kamis, 01 juni 2018.
Putro, G. 2017. Daftar Gunung Berapi di Indonesia yang Berisiko Dikunjungi. Dalam https://www.cnnindonesia.com. Diakses pada tanggal Kamis, 01 juni 2018.
Rachman, A. Dariah, Sidik H., dan Haryati. 2012.Petunjuk teknis teknologi pengendalian longsor. Dalam https://vetiverindonesia.files.wordpress.com. Diakses pada tanggal Kamis, 01 juni 2018.
Salim, E. 2010. Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi. KOMPAS: Jakarta.
Suryolelono. 2002. Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu Geoteknik. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Yogyakarta: Fakultas Teknik UGM.