Makalah Profesi Keteknikan : Etika Moral Mahasiswa Dalam Unjuk Rasa (Demonstrasi)

Posted by andi telaumbanua on Jul 26, 2018 in Uncategorized |

MAKALAH PROFESI KETEKNIKAN

ETIKA MORAL MAHASISWA DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI)

Dosen Pengampu:

Dr. Ir. Saiful Rochdyanto, MS.

 

Disusun Oleh:

                                      Nama : Andi Saputra Telaumbanua

NIM   : 17/413930/TP/11872

 

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2018

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Etika Moral Mahasiswa dalam Unjuk Rasa” disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah profesi keteknikan yang diampu oleh Bapak Dr. Ir. Saiful Rochdyanto, MS. Penulis  juga mengucapkan trimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan pikiran/gagasam lewat jurnal dan bukunya yang digunakan oleh penulis sebagai referensi.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas bagaimana etika moral dalam berdemonstrasi oleh mahasiswa agar terhindar dari tindakan anarkisme sehingga aspirasi atau tuntutan yang disampaikan oleh mahasiswa dapat tersampaikan dengan baik dan benar, sehingga fungsi mahasiswa sebagai penyalur aspirasi masyarakat dapat terlaksana. Meski telah disusun secara maksimal, penulis sebagai manusia menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan makalah ini kedepannya.

Demikian apa yang bisa penulis sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah ini.

 

Yogyakarta,  12 Mei 2018

Andi Saputra Telaumbanua

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

Cover……………………………………………………………………………………………… i

Kata Pengantar………………………………………………………………………………… ii

Daftar Isi………………………………………………………………………………………… iii

Abstrak…………………………………………………………………………………………… iv

Bab 1 Pendahuluan………………………………………………………………………….. 1

1.1  Latar Belakang………………………………………………………………… 1

1.2  Rumusan Masalah……………………………………………………………. 1- 2

1.3  Tujuan Penulisan……………………………………………………………… 2

Bab 2 Isi…………………………………………………………………………………………. 2

2.1 Pengertian, Awal Mula, Dasar Hukum, dan Tata Pelaksanaan

Demonstrasi di Indonesia………………………………………………….. 2 – 4

2.2 Anarkisme Demokrasi Oleh Mahasiswa………………………………. 5 – 7

2.3 Krisis Moral dan Peran Pendidikan Moral Mahasiswa………….. 7 – 9

2.4. Etika Moral Mahasiswa dalam Berdemonstrasi…………………… 9 – 10

Bab 3 Penutup…………………………………………………………………………………. 10

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………… 10 – 11

3.2 Saran………………………………………………………………………………. 11

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………… 12

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas bagaimana etika moral dalam berdemonstrasi oleh mahasiswa agar terhindar dari tindakan anarkisme sehingga aspirasi atau tuntutan yang disampaikan oleh mahasiswa dapat tersampaikan dengan baik dan benar, sehingga fungsi mahasiswa sebagai penyalur aspirasi masyarakat dapat terlaksana. Adapun yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini adalah melihat aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa belakangan ini menunjukkan kekurang-dewasaan dalam menyampai-kan aspirasi di mana aksi-aksi mereka justru cenderung melanggar hukum dan melenceng dari etika dan moralitas. Hal ini disebabkan karena terjadinya krisis jati diri yang merusak moral dan etika mahasiswa saat ini, akibat dari  kurang menyadari tugas dan tanggung jawabnya serta identitasnya sebagai mahasiswa, didikan keluarga yang kurang, dan lingkungan pergaulan yang salah, sehingga ia tidak bisa lagi membedakan benar atau salah, baik atau buruk. Akibatnya ia bertindak sesuai dengan kehendaknya demi untuk kepentingan diri dan kelompok tanpa memperhatikan orang lain. Krisis moral pada dasarnya sama dengan krisis kemanusiaan. Dalam Kondisi seperti ini manusia telah lupa akan hakikatnya, baik sebagai makhluk yang bertuhan, makhluk sosial, maupun sebagai makhluk pribadi.

Dalam demonstrasi, peran etika dan moral sangat penting untuk mencegah tindakan anarkis. Untuk itu, peran pemerintah, kampus, orangtua, lingkungan, masyarakat, dan mahasiswa itu sendiri sangat penting untuk mencegah terjadinya degradasi moral dan etika. Untuk meningkatkan etika moral mahasiswa dapat dilakukan dengan berbagai hal seperti: Mewajibkan setiap mahasiswa mengambil mata kuliah pendidikan pancasila, UUD 1945, kewarnegaraan, dan agama, mahasiswa wajib mengikuti ukm-ukm yang ada dikampus, guna mengisi waktu kosong, melibatkan mahasiswa dalam berbagai macam organisasi dan juga event – event seperti: workshop, seminar, diskusi, training, kegiatan – kegiatan sosial, perlombaan- perlombaan, penelitian, dll, guna meningkatkan mental, moral, manajemen waktu, sifat leadership, tanggap, kreatif, dan berjiwa sosial, sehingga mahasiswa tidak terpengaruh dengan lingkungan yang tidak sehat, pergaulan bebas, narkoba, paham radikalisme, dll yang dapat membuat degradasi moral dan akhlak mahasiswa. Dengan demikian mahasiswa dalam melakukan demonstrasi untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dapat terhindar dari tindakan anarkis/ricuh.

 

Kata kunci : demonstrasi, etika, moral, anarkisme

 

 

 

 

 

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Unjuk rasa atau demonstrasi (demo) adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa tersebut  biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut untuk menentang kebijakan yang dilaksanakan oleh suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok. Demonstrasi merupakan salah satu wujud nyata kepedulian masyarakat, mahasiswa, dan seluruh elemen yang terlibat berdemonstrasi terhadap perkembangan dan nasib bangsa ini. Demonstrasi juga menjadi pertanda bahwa masih ada aspirasi masyarakat yang tidak tersampaikan dan terealisasikan (Joko Siswanto, 2016).

Mahasiswa sebagai kaum intelektual dan agen perubahan sosial sangatlah sensitif terhadap perubahan dan kebijakan baru, tingkat respons mahasiswa terhadap berbagai kebijakan baik pada tingkat daerah maupun pusat sangat tinggi. Respons mahasiswa melalui demonstrasi menjadi ruang kontrol terhadap kebijakan dan keputusan negara yang sering dianggap tidak memihak pada kepentingan rakyat. Keberadaan mahasiswa melalui rangkaian aksinya menegaskan keberpihakannya terhadap masyarakat. Hal ini karena mahasiswa pada setiap gerakannya berdasarkan pada kegelisahan dan kegalauan menyaksikan berbagai penyimpangan dan penderitaan yang terjadi di masyarakat yang harus disuarakan. Mahasiswa mengemban fungsi media penyalur aspirasi masyarakat sehingga mereka lah sebagai pihak yang dipercayakan untuk menyampaikan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

Namun pada sisi lain, aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan selama ini menunjukkan kekurang-dewasaan dalam menyampai-kan aspirasi di mana aksi-aksi mereka justru cenderung melanggar hukum dan melenceng dari etika dan moralitas. Aksi atau demonstrasi tidak jarang merugikan dan menciptakan suasana kurang kondusif di kalangan masyarakat. Kekerasan yang sering terjadi memicu sikap masyarakat yang tidak simpatik lagi. Bahkan, dukungan masyarakat yang awalnya menilai gerakan mahasiswa pro-rakyat serta-merta hilang akibat ulah segelintir oknum mahasiswa yang tidak bersahabat.

Sikap mahasiswa yang menjurus pada tindakan anarkis dinilai telah melenceng dari kapasitas mereka sebagai kaum terpelajar yang seharusnya menyampaikan aspirasi dengan bijak melalui cara-cara yang elegan, bukan dengan cara-cara yang terkesan memaksakan kehendak. Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas bagaimana etika moral dalam berdemonstrasi agar terhindar dari tindakan anarkisme sehingga aspirasi atau tuntutan yang disampaikan oleh mahasiswa dapat tersampaikan dengan baik dan benar, sehingga fungsi mahasiswa sebagai penyalur aspirasi masyarakat dapat terlaksana kembali.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini dibatasi oleh penulis sebagai batasan dalam pembahasan pada bab isi, sebagai berikut:

  1. Mengapa mahasiswa melakukan demonstrasi, bagaimana peran dan manfaatnya kepada masyarakat?
  2. Bagaimana tindakan demonstrasi mahasiswa belakangan ini? Faktor apa saja yang memicu tindakan anarkis mahasiswa saat berdemonstrasi?
  3. Bagaimana cara berdemonstrasi yang beretika dan bermoral yang dapat dilakukan mahasiswa?
  4. Bagaimana etika moral mahasiswa dapat ditingkatkan?

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:

  1. Mengetahui peran mahasiswa sebagai agent of change dan social control melalui aksi demonstrasi mahasiswa.
  2. Mengetahui faktor – faktor terjadinya tindakan anarkis dalam demonstrasi yang dilakukan mahasiswa
  3. Mengetahui cara berdemonstrasi yang sesuai dengan etika dan moral.
  4. Mengetahui cara untuk meningkatkan etika moral mahasiswa.

 

 

BAB 2 ISI

2.1. Pengertian, Awal Mula, Dasar Hukum, dan Tata Pelaksanaan Demonstrasi di Indonesia

Konsep “demokrasi” dewasa ini dipahami secara beragam oleh berbagai kelompok kepentingan yang melakukan teoritisasi dari perspektif untuk tujuan tertentu. Keragaman konsep tersebut, meskipun terkadang juga sarat dengan aspek-aspek subyektif dari siapa yang merumuskannya, sebenarnya bukan sesuatu yang harus dirisaukan. Karena, hal itu sesungguhnya mengisyaratkan esensi demokrasi itu sendiri yaitu adanya perbedaan pendapat. Dari sini, muncullah aksi unjuk rasa atau yang lebih dikenal dengan istilah “demonstrasi”. Unjuk rasa atau demonstrasi (demo) adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa tersebut  biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan oleh suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok (Joko Siswanto, 2016).

Demonstrasi ialah suatu aksi (perbuatan) yang dilakukan oleh sekelompok orang-orang tertentu dimana didalamnya terdapat aksi pemogokan/pemberontakan (unjuk rasa) dengan tujuan untuk menuntut hak mereka masing-masing sebagai bentuk aspirasi mereka terhadap tuntutan tersebut. Demonstrasi merupakan salah satu wujud nyata kepedulian masyarakat terhadap perkembangan dan nasib bangsa ini. Demonstrasi juga menjadi pertanda bahwa masih ada aspirasi masyarakat yang tidak tersampaikan (Joko Siswanto, 2016).

Menurut Hasanah (2016) dasar hukum pelaksanaan unjuk rasa di Indonesia Yaitu:

  1. UUD 1945 pasal 28, 28E ayat 1 dan 2
  2.  Deklarasi Universal HAM

Pasal 19, “Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat; hak ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada suatu pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan tanpa memandang batas-batas wilayah”.

  1. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 23, (2) “Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

Pasal 25, “Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

  1. Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik pasal 19 ayat 1 dan 2 

Sementara itu, dalam tata cara berdemonstrasi, pengaturan dan pembatasan dilakukan demi kelancaran dari aksi damai yang dilaksanakan, sesuai dengan Undang-Undang 9 Tahun 1998 dalam Mushlihin (2015) menyampaikan sebagai berikut:

  1. Bentuk penyampaian pendapat di muka umumUnjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas.

Larangan (Pasal 19 ayat (2):

  1. Penyampaian pendapat di lingkungan istana kepresidenan, tempatibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional.
  2. Penyampaian pendapat pada hari besar nasional.
  3. Membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.
  4. Tata cara

a.Menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Polri yang dilakukan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.

  1. Pemberitahuan diberikan selambat-lambatnya 3 x 24
  2. Pemberitahuan memuat: maksud dan tujuan, tempat, lokasi, dan rute, waktu dan lama, bentuk, penanggung jawab, nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan, alat peraga yang dipergunakan; dan atau jumlah peserta.
  3. Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggung jawab.
  4. Setelah menerima surat pemberitahuan, Polri wajib :
  5. segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan
  6. berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum
  7. berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat
  8. mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.
  9. Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum waktu pelaksanaan.

Aksi demonstrasi diawali ketika memasuki dasawarsa 1990-an, pemerintahan Orde Baru mulai menampakkan kekurangannya yang mendapat kritik tajam, karena pemerintahan yang terlalu sentralistis, serta munculnya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) secara signifikan. Masyarakat mulai resah dan takut akan kenyataan-kenyataan yang telah menimpa mereka. Kecemasan masyarakat itu akhirnya terefleksikan dalam aksi-aksi unjuk rasa, terutama dimotori (digerakkan) oleh kalangan mahasiswa (Bacharuddin, 2006).

Memasuki awal tahun 1998 merupakan kiprah awal eksistensi gerakan mahasiswa dalam melakukan aksi mendukung reformasi. Memasuki bulan Maret, dimana pada pertengahan Maret 1998 akan diselenggarakan Sidang Umum MPR RI, yang mana agenda aksi demonstrasi sudah mengarah pada isu-isu politik. Para mahasiswa dalam aksi demonstrasinya, menuntut agar dwifungsi ABRI dicabut dan Paket Undang-Undang Politik direvisi. Menjelang Sidang Umum MPR, aksi demonstrasi meluas hingga ke daerah – daerah luar Jawa (Bacharuddin, 2006).

Aksi demonstrasi semakin marak ketika ditandai dengan insiden meletusnya Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Pada waktu itu, mahasiswa Universitas Trisakti sedang melancarkan aksi unjuk rasa, namun mereka dihadang oleh aparat keamanan, sehingga terjadilah bentrokan yang menewaskan empat orang mahasiswa akibat tembakan peluru tajam. Kondisi semacam ini menimbulkan eskalasi politik menjadi semakin panas. Tragedi ini menjadi bagian pemicu bagi rangkaian kerusuhan yang lebih besar pada tanggal 13-15 Mei 1998.9 Kerusuhan mencapai puncaknya pada tanggal 14 Mei 1998, hampir di setiap sudut kota Jakarta terlihat kepulan asap. Tragedi tersebut telah memicu gerakan mahasiswa yang memuncak pada turunnya pemerintahan mantan Presiden Soeharto dan penunjukan B.J. Habibie sebagai penggantinya pada tanggal 21 Mei 1998 (Sidarta, 1999).

 Jatuhnya pemerintahan Orde Baru, 21 Mei 1998, menandai fase baru dalam perjalanan demokratisasi di Indonesia. Gerakan reformasi yang di pandu oleh kekuatan pro-demokrasi, dimana kelompok mahasiswa merupakan basis utama kekuatan, sehingga dapat dikatakan kelompok mahasiswa merupakan gerakan people power untuk merobohkan rezim berkuasa. Kekuatan pro-demokrasi yang terbangun dari unsur mahasiswa dan pemuda, organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kaum profesional yang menjadi penyangga struktur sosial, para intelektual, para tokoh agama, dan masyarakat yang sadar akan politik, bersatu padu menjadi gelombang besar menerjang kekuasaan otoriter (Sidarta, 1999).

2.2. Anarkisme Demonstrasi oleh Mahasiswa

Gerakan unjuk rasa mahasiswa dibagi dalam dua bentuk gerakan yaitu gerakan moral dan gerakan politik. Gerakan moral mendasarkan diri pada pandangan bahwa perubahan politik dapat dilakukan dengan cara menghimbau atau mengingatkan kepada elite politik. Adapun gerakan politik menekankan pada keingingan untuk mengganti sebuah rezim yang berkuasa. Dengan memposisikan gerakan mahasiswa sebagai sebuah gerakan politik, maka cakupan atau jangkauan semakin luas. Dalam konteks ini, mahasiswa berjuang tidak sendiri lagi melainkan berjuang bersama dengan rakyat (Hasse, 2012).

Aksi mahasiswa pada umumnya dilakukan dengan menggelar poster, spanduk dan mimbar bebas yang biasanya didahului dengan pawai keliling Kampus. mereka berpidato bergantian dengan penuh semangat, berapi-api, dan agak emosional. Isi poster, spanduk maupun pidato umumnya mengkritik dan menunjukkan keprihatinan atas perkembangan situasi ekonomi akhir-akhir ini sehingga mereka menuntut agar pemerintah melakukan perbaikan (reformasi, renovasi) ekonomi dan politik agar keadaan menjadi lebih cepat membaik. Unjuk rasa mahasiswa merupakan salah satu bentuk aktivitas atau partisipasi politik mahasiswa dalam melihat persoalan masyarakat, bangsa dan negara (Joko Siswanto, 2016).

Namun, harapan indah tersebut nampaknya belum ada tanda-tanda menjadi kenyataan mengingat belakangan ini aksi demonstrasi cenderung bukan menunjukkan akan kesadaran berdemokrasi dalam arti yang benar dan sehat, akan tetapi mengarah kepada pemaksaan kehendak, kekerasan dan amuk massa yang mengganggu ketentraman dan ketertiban.

Menurut Hasse (2016) Anarkisme demonstrasi yang terjadi akhir-akhir ini juga tidak bisa lepas dari tipe gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa. Artinya, antara gerakan moral dan gerakan politik sulit diidentifikasi. Akibatnya, gerakan yang mengatasnamakan kepentingan rakyat tidak tercermin di dalamnya karena yang menonjol adalah ‘bumbu’ dari penyampaian aspirasi yakni mahasiswa cenderung selalu me-lakukan penutupan jalan, pembakaran ban, sweeping mobil pemerintah, bahkan ‘penyanderaan’ pejabat/pegawai pemerintah. Aksi-aksi tersebut berakhir dengan rusuh dan merebak menjadi tindak kekerasan fisik dan pengrusakan terhadap fasilitas-fasilitas umum, bentrok dengan masyarakat penggunan jalan dan aparat kepolisian yang notabene merugikan beberapa kalangan termasuk kalangan yang dibela oleh mahasiswa sendiri, seperti yang terlihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Aksi demo mahasiswa Makassar

Sumber: www.kompasiana.com (Diakses pada tanggal Sabtu, 12 Mei 2018)

Gambar 2. Aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)                      di Jakarta

 Sumber: www.merdeka.com (Diakses pada tanggal Sabtu, 12 Mei 2018)

Gambar 1 diatas adalah aksi Para mahasiswa yang melakukan unjuk rasa menentang kenaikan BBM di Makassar yang sudah melanggar hukum, bahkan kelakuan biadab demonstran itu menyebabkan warga tewas. Warga yang sehari-hari berprofesi tukar parkir itu terkena lemparan benda-benda keras milik mahasiswa hingga tewas. Gambar 2 tersebut adalah aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Jakarta yang berlangsung ricuh. Ratusan mahasiswa dan aparat kepolisian terlibat bentrok di depan Stasiun Gambir. Dari kedua gambar tersebut terlihat jelas bahwa aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa tersebut tidak mencerminkan dirinya sebagai kaum intelektual.

Anarkisme dalam demonstrasi mahasiswa dapat dipicu oleh berbagai faktor. Salah satu fator pemicunya adalah kelambanan respons pemerintah terhadap persoalan yang sedang dihadapi rakyat. Pemerintah dianggap tidak sanggup memberikan solusi terhadap kesulitan-kesulitan yang ada di tengah masyarakat. Pemerintah tidak sensitif terhadap problem sosial yang sedang berlangsung. Akibatnya, gelombang protes berdatangan dari mana-mana termasuk dari mahasiswa melalui demonstrasi. Demikian pula, karakter mahasiswa yang sulit menerima perbedaan (perbedaan pendapat) direspons dengan sikap emosional yang berlebihan.Juga karena terjadinya degradasi moral dan akhlak mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak bertanggungjawab dengan kelakuannya.

2.3.Krisis Moral dan Peran Pendidikan Moral Mahasiswa

Perkataan “moral” berasal dari bahasa Latin yaitu mos, jamak dari mores, yang berarti adat, kebiasaan, kesusilaan.Kata mores masih dipakai dalam arti yang sama dengan etika. Tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan, moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem yang ada. Sedangkan terminologi moralitas menyangkut baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia, keseluruhan norma-norma, nilai-nilai sikap moral seseorang atau sebuah masyarakat. Dengan kata lain, moral merupakan ajaran mengenai baik buruknya suatu perbuatan (Asmaran, 1992).

            Terdapat perbedaan yang mendasar antara etika dan moral, yaitu : a. Dalam pembicaraan etika untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik maupun buruk, dengan menggunakan tolak ukur akal pikiran dan rasio. Sedangkan dalam pembicaraan moral, tolok ukur yang dilakukan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang serta yang berlangsung di dalam masyarakat. b. Moral dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai. Sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem yang ada (Asmaran, 1992).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan  bahwa moral mempunyai peran penting bagi aktivis mahasiswa sebagai modal utama dalam setiap pergerakan dan aktivitas. Memasuki era reformasi di Indonesia, pembinaan akhlak mempunyai nilai yang sangat strategis dalam mewujudkan keberhasilan reformasi. Reformasi yang tidak dilandasi oleh akhlak mulia, hanya akan menjadi slogan dan klise semata.Pembinaan moral tersebut memuat pendidikan nurani yang dapat melatih mahasiswa dalam melakukan pertimbangan – pertimbangan serta pengambilan suatu keputusan moral pribadi maupun bersama secara sadar, bebas, dan bertanggung jawab.

Kampus perguruan tinggi merupakan tempat yang otonom untuk kebebasan mimbar akademik dalam rangka mencari kebenaran ilmiah sekaligus membina moral, etika, dan akhlak. Dari kampuslah harus ada keberanian dan gerakan moral dari civitas akademika untuk menyampaikan bahwa yang benar itu benar dan yang salah memang salah. Dalam kampus, mereka diajarkan tentang hal-hal yang benar dan salah, serta cara-cara mencari kebenaran secara ilmiah. Mereka di didik dengan berbagai metode untuk dapat bersikap kritis, inovatif, berani menyatakan yang benar dikatakan benar dan yang salah dikatakan salah, idealis serta tanggap terhadap persoalan lingkungan (Nurhakim, M. 2005).

Menurut esensinya, mahasiswa memiliki tiga fungsi strategis, yaitu : 1. Penyampai Kebenaran (agent of social control) Penyampai kebenaran sebagaimana kita saksikan di sekitar kita bahwa mahasiswa merupakan elemen yang paling peka merespon problematika bangsa yang menyangkut kepentingan masyarakat umum. Begitu banyak kegiatan yang dijalankan, mulai dari diskusi, seminar sampai pada demonstrasi (unjuk rasa) untuk memperjuangkan kebenaran. 2. Agen Perubahan (agent of change). Mahasiswa sebagai agen perubahan dimaksudkan bahwa dalam mengadakan sebuah perubahan yang holistik dan sistematik demi kemaslahatan bersama, maka mahasiswa memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk itu (Anonim, 2010).

Secara garis besar, setidaknya terdapat tiga peranan mahasiwa, yaitu :

  1. Peranan moral. Dunia kampus merupakan dunia di mana setiap mahasiswa dengan bebas memilih kehidupan yang mereka mau. Disinilah dituntut suatu tanggung jawab moral terhadap diri masing-masing sebagai individu untuk dapat menjalankan kehidupan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan moral yang hidup dalam masyarakat.
  2. Peranan sosial. Selain tanggung jawab individu, mahasiswa juga memiliki peranan sosial, yaitu bahwa keberadaan dan segala perbuatannya tidak hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri tetapi juga harus membawa manfaat bagi lingkungan sekitarnya.
  3. Peranan intelektual. Mahasiswa sebagai makhluk yang digadanggadang sebagai insan intelektual haruslah dapat mewujudkan status tersebut dalam ranah kehidupan nyata. Dalam arti menyadari betul bahwa fungsi dasar mahasiswa adalah bergelut dengan ilmu pengetahuan dan memberikan perubahan yang lebih baik dengan intelektualitas yang ia miliki.

Namun, sungguh sangat disayangkan, banyak mahasiswa yang kurang sadar akan tugas dan tanggung jawab yang diemban itu, bahkan yang paling mengerikan adalah dia lari dari tanggung jawabnya. Padahal ia sadar akan hal itu, ini membuat banyak mahasiswa yang kehilangan jati diri dan identitasnya sebagai generasi penerus bangsa dan agen perubahan umat (the agent of change). Inilah yang akan menyebabkan rusaknya jati diri bangsa yang pada mulanya diawali dengan merosotnya moral, namun pada akhirnya sedikit demi sedikit akan mengikis kualitas bangsa.

Mahasiswa yang sebenarnya merupakan penegak bangsa, kini berubah haluan menjadi penghancur bangsa. Sadar atau tidak, mahasiswa merupakan pundak perjuangan bangsa. Bagaimana tidak, dalam tingkat akademik dia menempati tingkatan yang paling atas sehingga mau tidak mau, ia harus terjun ke tengah-tengah masyarakat dalam rangka menjaga dan membangun kualitas jati diri bangsa. Dengan tugas yang diemban itu, maka mahasiswa mempunyai tanggung jawab besar terhadap bangsa dalam menjaga dan mengembangkan stabilitas bangsa.

Krisis jati diri yang menyebabkan rusaknya moral pemuda atau mahasiswa itu bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a. Faktor individu yang kurang menyadari tugas dan tanggung jawabnya serta identitasnya sebagai mahasiswa. b. Faktor keluarga yang kurang mendukung dan memperhatikan anaknya, sehingga anak berbuat semaunya sendiri. c. Faktor lingkungan yang kurang mendukung untuk mengembangkan potensinya, baik lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Jika individu mahasiswa, keluarga, lembaga, dan lingkungan bersinergi dalam menjaga dan mengembangkan potensi mahasiswa, maka implementasinya akan tampak pada moralnya, yang juga akan ikut membaik (Dadan dkk., 2017).

Krisis nilai dan moral itu terjadi karena manusia sudah tidak bisa lagi membedakan benar atau salah, baik atau buruk. Manusia bertindak sesuai dengan kehendaknya demi untuk kepentingan diri dan kelompok tanpa memperhatikan orang lain. Mereka tidak menyadari bahwa tindakan yang dilakukannya akan merugikan dan mencelakakan diri sendiri maupun orang lain bahkan akibat lebih jauh adalah kesengsaraan umat manusia. Krisis moral pada dasarnya sama dengan krisis kemanusiaan. Dalam Kondisi seperti ini manusia telah lupa akan hakikatnya, baik sebagai makhluk yang bertuhan, makhluk sosial, maupun sebagai makhluk pribadi.

Terutama pada mahasiswa sebagai agen perubahan bangsa ini. Justru para mahasiswa telah melakukan tindakan-tindakan yang dirasa tidak perlu untuk dilakukan seperti pembakaran, pengrusakan, bentrok, khususnya dalam melakukan unjuk rasa, sehingga dapat merusak jati diri seorang mahasiswa yang sesungguhnya.

2.4. Etika Moral Mahasiswa dalam Berdemonstrasi

Dalam demonstrasi, peran etika dan moral sangat penting untuk mencegah tindakan anarkis. Demonstrasi sering diikuti dengan anarkisme seperti kekerasan fisik dan perusakan fasilitas umum. Ketika seseorang bersikap apatis terhadap kerusakan yang ditimbulkannya, maka dapat dikatakan sebagai gejala degradasi moral. Degradasi moral terjadi saat etika tidak lagi dipedulikan sebagai fondasi kehidupan, mengakibatkan manusia tidak lagi mengerti mana yang benar dan yang salah. Degradasi moral inilah yang pada akhirnya membuat anarkisme dibenarkan, meski secara etika salah. Bentuk pembenaran inilah yang harus diubah karena anarkisme hanya akan membawa petaka pada masa depan bangsa ini.

Dalam berdemonstrasi hendaknya mahasiswa melakukan hal ini:

  1. Menaati peraturan dalam berdemonstrasi yaitu: menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Polri yang dilakukan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok demonstran 3 hari sebelum dilakukan demonstrasi. Sekaligus juga menyampaikan tujuan,waktu, lokasi, rute, demonstrasi dan pihak yang bertanggungjawab.
  2. Menyiapkan perlengkapan demonstrasi guna mendukung penyampaian aspirasi meliputi: poster, spanduk, pernyataan statement, pengeras suara, dll.
  3. Menghindari adanya tindakan provokasi dari pihak manapun saat hari H maupun sebelumnya (fokus dengan tujuan berdemonstrasi yang telah disampaikan ke pihak polri/keamanan).
  4. Memastikan seluruh peserta demonstrasi solid, satu ide, satu tujuan, satu tindakan agar tidak ada tindakan – tindakan yang tidak diinginkan.
  5. Menyampaikan aspirasinya dengan jelas, baik, dan benar tanpa ada pernyataan-pernyataan yang membuat suasana ricuh/gaduh.
  6. Bekerja sama dengan Media massa guna menyebar luaskan aspirasi yang disampaikan, jika pihak yang dituju lokasinya jauh dari lokasi demonstrasi.

Untuk meningkatkan etika moral mahasiswa dapat dilakukan dengan berbagai hal:

  1. Mewajibkan setiap mahasiswa mengambil mata kuliah pendidikan pancasila, UUD 1945, kewarnegaraan, dan agama. Agar nilai – nilai dasar pancasila dapat dipahami dan diamalkan dalam seluruh kegiatannya, juga ajaran agamanya masing – masing dapat diterapkan guna meningkatkan moral dan akhlaknya.
  2. Mahasiswa wajib mengikuti ukm-ukm yang ada dikampus, guna mengisi waktu kosong sehingga terhindar dari kesibukan lain yang dapat menurunkan moral dan akhlaknya.
  3. Melibatkan mahasiswa dalam berbagai macam organisasi dan juga event – event seperti: workshop, seminar, diskusi, training, kegiatan – kegiatan sosial, perlombaan- perlombaan, penelitian, dll, guna meningkatkan mental, moral, manajemen waktu, sifat leadership, tanggap, kreatif, dan berjiwa sosial, sehingga mahasiswa tidak terpengaruh dengan lingkungan yang tidak sehat, pergaulan bebas, narkoba, paham radikalisme, dll yang dapat membuat degradasi moral dan akhlak mahasiswa.

BAB 3. PENUTUP

4.1.  Kesimpulan

  1. Demonstrasi yang selama ini dilakukan oleh mahasiswa merupakan bentuk kepedulian yang tinggi terhadap nasib bangsa yang serba tidak menentu. Respons mahasiswa terhadap barbagai kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan konstitusi ditanggapi dan diprotes melalui media demonstrasi. Demonstrasi merupakan media yang paling efektif bagi mahasiswa dalam melakukan kritik terhdapa pemerintah, sehingga pemerintah tidak lagi dengan seenaknya membuat kebijakan yang tidak pro-rakyat.
  2. Fator pemicu adanya tindakan anarkis dalam demostrasi mahasiswa antara lain:
  3. Kelambanan respons pemerintah terhadap persoalan yang sedang dihadapi rakyat, pemerintah dianggap tidak sanggup memberikan solusi terhadap kesulitan-kesulitan yang ada di tengah masyarakat, pemerintah tidak sensitif terhadap problem sosial yang sedang berlangsung.
  4. Etika moral mahasiswa yang telah rusak, sehingga melakukan tindakan sesukanya tanpa pertanggungjawaban dan pemikiran yang sehat.
  5. Adanya pihak yang memprovokasi guna mencapai tujuannya sepihak.
  6. Cara berdemonstrasi yang beretika dan bermoral yang dapat dilakukan oleh mahasiswa yaitu: menaati peraturan dalam berdemonstrasi yaitu: menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Polri yang dilakukan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok demonstran 3 hari sebelum dilakukan demonstrasi, menyampaikan tujuan,waktu, lokasi, rute, demonstrasi dan pihak yang bertanggungjawab, menyiapkan perlengkapan demonstrasi meliputi: poster, spanduk, pernyataan statement, pengeras suara, dll, menghindari adanya tindakan provokasi dari pihak manapun, memastikan seluruh peserta demonstrasi solid, satu ide, satu tujuan, satu tindakan, menyampaikan aspirasinya dengan jelas, baik, dan benar tanpa ada pernyataan-pernyataan yang membuat suasana ricuh/gaduh.
  7. Untuk meningkatkan etika moral mahasiswa dapat dilakukan dengan berbagai hal seperti: Mewajibkan setiap mahasiswa mengambil mata kuliah pendidikan pancasila, UUD 1945, kewarnegaraan, dan agama, mahasiswa wajib mengikuti ukm-ukm yang ada dikampus, guna mengisi waktu kosong, melibatkan mahasiswa dalam berbagai macam organisasi dan juga event – event seperti: workshop, seminar, diskusi, training, kegiatan – kegiatan sosial, perlombaan- perlombaan, penelitian, dll, guna meningkatkan mental, moral, manajemen waktu, sifat leadership, tanggap, kreatif, dan berjiwa sosial, sehingga mahasiswa tidak terpengaruh dengan lingkungan yang tidak sehat, pergaulan bebas, narkoba, paham radikalisme, dll yang dapat membuat degradasi moral dan akhlak mahasiswa. Dengan demikian mahasiswa dalam melakukan demonstrasi untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dapat terhindar dari tindakan anarkis/ricuh.

3.2. SARAN

Pendidikan moral dan akhlak mahasiswa di perguruan tinggi merupakan cara untuk meningkatkan etika, moral,dan akhlak mahasiswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu: mewajibkan mata kuliah pancasila, UUD 1945, kewarganegaraan, dan agama kepada setiap mahasiswa di semua program studi. Selain itu, melibatkan mahasiswa dalam UKM, organisasi, dan event – event yang dapat membina mental, moral, dan jiwa kepemimpinannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Peranan mahasiswa dalam kehidupan sosial masyarakat. Dalam                              http://codycoding.wordpress.com. Diakses pada tanggal Sabtu, 12 Mei                   2018 Pukul    16.30  WIB.

Asmaran, A. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Rajawali Press: Jakarta. Halaman 8.

Bacharuddin, J. H. 2006. Detik-detik Yang Menentukan (Jalan Panjang Menuju                Demokrasi).    THC Mandiri: Jakarta. Halaman: 1-4.

Dadan, S., Sahadi H., dan meilanny B. S. 2017.  Kenakalan remaja dan      penanganannya.                      Jurnal             Penelitian dan PMM 4(2): 347-348.

Hasanah, S. 2016. Demo – Demo yang Dilarang. Dalam       http://www.hukumonline.com/ . Diakses pada tanggal Sabtu,12 Mei 2018                  Pukul 12.30 WIB.

Hasse, J. 2012. Studi Kasus Pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.                 Jurnal Studi    Pemerintahan 3(1): 7-8.

Joko Siswanto. 2016. Reaksi Intelektualis Untuk Demokrasi. Yayasan Bakti          Nusantara :      Palembang. Halaman: 116 -120

Kusdiono. 2015.Kelakuan Biadab Demo Mahasiswa di Makassar Sebabkan                       Warga Tewas.            Dalam https://www.kompasiana.com.  Diakses pada             tanggal Sabtu, 12 Mei 2018 Pukul 12.30 WIB.

Mushlihin,A. 2015. Cara Demonstrasi yang Baik. Dalam      https://www.kompasiana. com/ . Diakses pada tanggal  Sabtu, 12 Mei              2018 Pukul 12.45 WIB.

Nurhakim, M. 2005. Islam Responsif: Agama di Tengah Pergulatan Ideologi                      Politik dan      Budaya Global. UMM Press: Malang. Halaman: 238-239.

Prasetya, E. 2012. Daftar 31 Mahasiswa Tersangka Bentrok dengan Petugas                      Keamanan saat Demo             BBM. Dalam https://www.merdeka.com . Diakses                pada tanggal Sabtu, 12 Mei 2018 Pukul 13.00 WIB.

Sidarta, G. 1999. Moralitas Politik dan Pemerintahan yang Bersih. PT.                                RajaGrafindo Persada : Jakarta. Halaman 45.

Reply

Copyright © 2024 All rights reserved. Theme by Laptop Geek.