Acara 2 Tekstur Dan Struktur Tanah : Bab 2 Tinjauan Pustaka

Posted by andi telaumbanua on Jan 14, 2019 in TAnah |

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Tanah

Tanah merupakan bahan mineral tak terkonsolidasi pada permukaan bumi yang menjadi sasaran dan pengaruh oleh faktor genetik dan lingkungan dari: bahan induk, iklim (termasuk efek kelengasan dan temperatur), makro dan mikroorganisme, dan topografi, yang kesemuanya berlangsung dalam suatu periode waktu dan menghasilkan produk akhir berupa tanah yang berbeda dari bahanbahan penyusun aslinya dalam sifat fisik, kimia, biologi, morfologi, dan karakteristiknya. Perbedaan ini juga disebabkan kondisi lingkungan eksternal yang mempengaruhinya (Tufaila,  2014).

Partikel-partikel primer didalam tanah tergantung dalam suatu kelompok  yang dinamakan sebagai agregat tanah yang merupakan satuan dasar struktur tanah. Agregat terbentuk diawali dengan suatu mekanisme yang menyatukan pertikel-partikel primer yang membentuk kelompok atau gugus (duster) dan dilanjutkan dengan adanya sesuatfu yang dapat engikat menjadi lebih kuat (Baroto dan Siradz, 2006).

Ada dua tahapan yang terjadi pada pembentukan struktur tanah, yaitu (1) penggumpalan (coagulation) koloid tanah sebagai akibat pengaruh ion Ca2+ kedalam agregat tanah mikro, dan (2) sementasi (pengikat) agregat mikro kedalam agregat makro. Meurut teori pembentukan struktur tanah, berdasarkan pada flokulasi yang terjadi pada tanah yang berada dalam larutan, misal pada tanah yang agregatnya telah dihancurkan oleh air hujan atau pada tanah sawah.

Pada saat terjadi retakan karena pembengkakan dan pengerutan sebagai akibat dari pembasahan dan pengeringan yang berperan penting dalam pembentukan agregat. Maka agregat tanah terbentuk sebagai akibat adanya interaksi dari butiran tunggal, liat, oksioda besi atau almunium dan bahan organik. Agregat yang baik terbentuk karena gumpalan maupun oleh terjadinya retakan tanah yang kemudian dimantapkan oleh pengikat yang terjadi secara kimia atau adanya aktifitas biologi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Struktur Tanah
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan struktur tanah, yaitu (1) bahan induk, (2) bahan organik tanah, (3) tanaman, (4) organisme tanah, (5) waktu, (6) Iklim.

  1. Bahan Induk; Perbedaan bahan penyusun tanah akan mempengaruhi pembentukan agregat-agregat tanah serta kemantapan struktur tanah yang terbentuk. Kandungan fraksi liat akan sangat menentukan dalam pembentukan agregat tanah, karena liat berfungsi sebagai pengikat zat yang diabsorbsi pada permukaan butiran tanah. Jika kandungan liat > 30% akan berpengaruh terhadap agregasi struktur tanah, sedangkan kandungan liat < 30% tidak berpengaruh terhadap agregasi.
  2. Bahan Organik Tanah; Bahan organik tanah merupakan bahan pengikat setelah mengalami pencucian. Pencucian tersebut dipercepat dengan adanya organisme tanah. Sehingga bahan organik dan organisme di dalam tanah saling berhubungan erat.
  3. Tanaman ; Tanaman pada suatu wilayah dapat membantu pembentukan agregat yang mantap. Akar tanaman dapat menembus tanah dan membentuk celah-celah. Disamping itu dengan adanya tekanan akar, maka butir-butir tanah semakin melekat dan padat. Selain itu celahcelah tersebut dapat terbentuk dari air yang diserap oleh tanaman tesebut.
  4. Organisme Tanah ; Organisme tanah dapat mempercepat terbentuknya agregat tanah. Selain itu juga mampu berperan langsung dengan membuat lubang dan menggemburkan tanah. Secara tidak langsung organisme akan merombak sisa-sisa tanaman yang setelah dipergunakan akan dikeluarlan lagi menjadi bahan pengikat tanah.
  5. Waktu ; Waktu menentukan semua faktor pembentuk tanah yang sedang berlangsung. Semakin lama waktu berjalan, maka agregat tanah yang terbentuk pada tanah tersebut semakin mantap.
  6. Iklim ; Iklim berpengaruh terhadap proses pengeringan, pembasahan, pembekuan, pencairan. Iklim merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemben-tukan agregat tanah.

Struktur tanah adalah susunan partikel kedalam kelompok- kelompok kecil atau agregat. Agregat ini dapat diikat oleh agregat lain ke massa yang lebih besar yang disebut peds. Peds ada dalam berbagai bentuk yang berbeda, menyerupai bola, balok, kolom, dan plat. Mereka mungkin memilki tepi bulat atau tajam pada sudutnya. Jumlah ruang poridalam agregat terutama pada tekstur tanah dan jumlah ruang pori antar agregat tergantung pada pengaturan merekasatu sama lain, seperti pada ukuran kamar pada rumah yang tergantung pada pengaturan dinding. Jika partikel individu tersebut diatur  dalam  agregat  kecil  dan  dengan ujung bulat.kita berbicara tentangstruktur granuler, hal ini sangat  diinginkan untuk pertumbuhan tanaman karena dapat menyediakan pori-pori besar dan kecil (Khonke et al., 1995).

Dalam tinjauan morfologi, struktur tanah diartikan sebagai susunan partikel- partikel primer menjadi satu kelompok partikel (cluster) yang disebut agregat yang dapat dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang berbeda dari sekumpulan parikel primer yang tidak teragregasi. Berikut merupakan macam-macam bentuk  struktur  tanah  dan  sifat penciriannya:

  1. Remah: merupakan bentuk struktur tanah yang dominan debu dan terletak di horizon A, satuan struktur membentuk bola, partikel- partikel tersusun longgar, berpori banyak, contoh horizon tanah permukaan yang kaya bahan organik. Ukuran struktur: Sangat halus : <1 mm,  Halus : 1-2 mm, Sedang : 2-5 mm
  2. Granuler : Satuan struktur membentukbola, partikel tersusun lebih rapat, berpori lebih sedikit, terletak pada horizon A; contoh: pasir. Ukuran struktur ; Sangat halus: <1mm,  halus: 1-2 mm, sedang: 2-5 mm, kasar:5-10 mm, sangat kasar: >10 mm
  3. Gumpal : satuan  strukturberbentuk  bak kubus,partikel  tersusun  rapat, berporisedikit,   terletak   di   horizon   B, contoh: horizon bawah yang terbentuk di kawasan beriklim bermusim kemarau tegas. Struktur ini terbagi menjadi 2:
  4. Gumpal membulat, bersudut tumpel, berbidang cembung, dan berpori banyak. Ukuran struktur: sangat halus: <5 mm,  halus: 10 mm , sedang: 10-20 mm, kasar: 20-50 mm, sangat kasar: >50 mm
  5. Gumpal menyudut, kubus menyudut tajam dan berbidang rata, berpori sedikit. Ukuran struktur: sangat halus: <5 mm, halus: 10 mm, sedang: 10-20 mm, kasar: 20-50 mm, sangat kasar: >50 mm
  6. Prismatik : Satuan tekstur bersumbu tegak lebih panjang dari pada sumbu datar, berpori terbatas,  terutama  berarah  tegak,  bidang atas tegak mendatar terletak di horizon B; contoh:  horizon  bawah  tanah  yang terbentuk dikawasan iklim kering sampaisetengah kering.
  7. Tiang : satuan strukturbersumbu tegak lebih pendek dari pada sumbu datar, berpori terbatas terutama berarahtengah, terletak di horizon E. Ukuran struktur: sangat tipis: <10 mm. tipis: 10-20 mm, sedang: 20-50 mm, tebal: 50-100 mm, sangat tebal: >100 mm
  8. Lempeng : Satuan struktur bersumbu tegak lebih pendek dari pada sumbu datar, berpori terbatas terutama berarah mendatar, terletak di horizon E dan D; contoh: horizon tanah dibawah horizon permukaan berwarna pucat. Ukuran sruktur: sangat tipis: <1 mm, tipis: 1-2 mm, sedang: 2-5 mm, tebal: 5-7 mm, sangat tebal: 7-10 mm (Sutanto, 2005)

Struktur tanah berpengaruh terhadap gerakan air, gerakan udara, suhu tanah, dan hambatan mekanik perkecambahan biji serta penetrasi akar tanaman. Karena kompleksnya peran struktur, maka pengukuran struktur tanah didekati dengan sejumlah parameter. Beberapa parameter tersebut antara lain bentuk dan ukuran agregat, agihan ukuran agregat, stabilitas agregat, persentase agregat, porositas (BV, BJ), agihan ukuran pori, dan kemampuan menahan air (Handayani dan Sudarminto, 2002).

Jika bentuk puncaknya datar disebut prismatik dan membulat disebut kolumner. Selanjutnya Tanah yang partikel-partikelnya belum tergabung, terutama yang bertekstur pasir disebut tanpa struktur atau bertekstur lepas, sedangkan tanah yang bertekstur liat terlihat massif (padu tanpa ruang pori, yang lembek jika basah

dan kering jika kering) atau apabila dilumat dengan air membentuk pasta. Tanah yang bertekstur baik akan mempunyai drainase dan aerase yang baik pula, sehingga lebih memudahkan sistem perakaran tanaman untuk berpenetrasi dan mengapsorbsi hara dan air sehingga pertumbuhan dan produksi menjadi lebih baik (Handayani dan Sudarminto, 2002).

2.2. Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif (dalam persen) fraksi-fraksi pasir- debu dan lempung. Tekstur tanah penting kita ketahui, oleh karena komposisi ketiga fraksi butir –butir tanah tersebut akan menentukan sifat-sifat fisika, fisika-kimia, dan kimia tanah. Tekstur tanah yaitu perbandingan relatif berbagai ukuran partikel (sparasi/fraksi) dalam tanah, dinyatakan dalam %. Sparasi/fraksi tanah adalah pasir (sand), debu (salt), dan lempung (clay).

Tekstur tanah, biasa juga disebut besar butir tanah, termasuk salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara, pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan spesifik (specific surface), kemudahan tanah memadat (compressibility), dan lain-lain (Hillel, 1982). Tekstur adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat, yaitu partikel tanah yang diameter efektifnya   2 mm. Di dalam analisis tekstur, fraksi bahan organik tidak diperhitungkan. Bahan organik terlebih dahulu didestruksi dengan hidrogen peroksida (H2O2). Tekstur tanah dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Cara kualitatif biasa digunakan surveyor tanah dalam menetapkan kelas tekstur tanah di lapangan. Berbagai lembaga penelitian atau institusi mempunyai kriteria sendiri  untuk  pembagian  fraksi  partikel  tanah.  Sebagai  contoh,  pada Tabel   1   diperlihatkan   sistem   klasifikasi   fraksi   partikel   menurut International Soil Science Society (ISSS), United States Departement of Agriculture (USDA) dan United States Public Roads Administration (USPRA).

Tabel 2.1. Klasifikasi tekstur tanah (diambil dari Hillel, 1982)

% Liat

Tanah dengan berbagai perbandingan pasir, debu dan liat dikelompokkan atas  berbagai kelas  tekstur seperti  digambarkan pada segitiga tekstur (Gambar 2.1). Cara penggunaan segitiga tekstur adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kelas tekstur tanah

Misalkan suatu tanah mengandung 50% pasir, 20% debu, dan 30% liat. Dari segitiga tekstur dapat dilihat bahwa sudut kanan bawah segitiga menggambarkan 0% pasir dan sudut kirinya 100% pasir. Temukan titik 50% pasir   pada sisi dasar segitiga dan dari titik ini tarik garis sejajar dengan sisi kanan segitiga (ke kiri atas). Kemudian temukan titik 20% debu pada sisi kanan segitiga. Dari titik ini tarik garis sejajar dengan sisi kiri segitiga, sehingga garis ini berpotongan dengan garis pertama. Kemudian temukan titik 30% liat dan tarik garis ke kanan sejajar dengan sisi dasar segitiga sehingga memotong dua garis sebelumnya. Dari perpotongan ketiga garis ini, ditemukan bahwa tanah ini mempunyai kelas tekstur “lempung liat berpasir” (Agus dkk., 2006).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur tanah antara lain komposisi mineral dan batuan atau bahan induk, sifat dan proses cepatnya pembentukan tanah lokal, serta umur relatif tanah. Hubungan antara tekstur dan kesuburan tanah tidak selalu ada meskipun tekstur tanah dapat menentukan atau berpengaruh dalam beberapa hal. Penentuan tekstur tanah dapat ditentukan dengan metode analisis kualitatif,  dengan  merasakan  tanah langsung  menggunakan  jari  tangan sehingga dapat diketahui tingkat kehalusan dan kekasarannya. Hal ini disebabkan karena penentuan tekstur tanah merupakan perbandingan fraksi tanah yang meliputi kandungan liat, debu, dan pasir dalam suatu massa tanah yang memiliki bentuk partikel yang berbeda-beda. Bila terasa halus maka tanah memiliki kandungan liat yang dominan dan bila kasar maka kandungan pasirnya dominan. (Hardjowigeno, 2003).

Salah satu penyebab perbedaan tekstur tanah adalah pengaruh bahan organik tanah. Pada proses dekomposisi bahan organik akan menghasilkan asam- asam organik yang merupakan pelarut efektif bagi batuan dan mineral-mineral primer (pasir dan debu) sehingga lebih mudah pecah menjadi ukuran  yang lebih kecil seperti lempung.  Selain itu, jumlah dan kerapatan akar lebih tinggi pada suatu lahan tanah akan mempercepat penghancuran secara fisika sehingga fraksi yang lebih halus akan cepat terbentuk.

Tekstur  tanah  sangat  menentukan kecepatan infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air. Tanah yang didominasi oleh fraksi pasir mempunyai infiltrasi yang tinggi tetapi kemampuan mengikat air yang rendah. Kandungan fraksi lempung yang sedikit, menyebabkan tanah mempunyai kemantapan agregat yang kurang baik sehingga   sering   kehilangan   unsur   hara lewat pelindihan dan erosi. Secara tidak langsung tekstur tanah juga menentukan struktur tanah yang penting bagi gerakan udara, air, dan zat-zat hara di dalam tanah, dan juga berpengaruh terhadap kegiatan makro dan mikroorganisme tanah.

Oleh karena luas permukaan pasir adalah kecil, maka peranannya dalam ikut mengatur sifat-sifat kimia tanah adalah kecil sekali. Disamping itu, disebabkan fraksi pasir itu memiliki luas permukaan yang kecil, tetapi memiliki ukuran yang besar, maka fungsi utamanya adalah sebagai penyokong tanah dalam disekelilingnya terdapat partikel debu dan liat yang lebih aktif. Kecuali terdapat dalam jumlah yang lebih kecil, maka jika semakin tinggi persentase pasir dalam tanah, makin banyak ruang pori-pori diantara partikel tanah semakin dapat memperlancar gerakan udara dan air (Hakim et al,1986).

Debu merupakan bahan peralihan antara liat dan pasir halus. Fraksi ini kurang plastis dan lebih mudah ditembus air daripada liat dan memperlihatkan sifat dilatasi yang tidak terdapat pada liat. Luas pernukaan debu lebih besar dari luas permukaan pasir per gram, tingkat pelapukan debu dan pembebasan unsur-unsur hara untuk diserap akar lebih besar dari pasir. Partikel-partikel debu terasa licin seperti tepung dan kurang melekat. Tanah yang mengandung fraksi debu yang tinggi dapat memegang air tersedia untuk tanaman (Hakim et al,1986).

Fraksi liat memiliki luas permukaan yang besar. Di dalam tanah molekul-molekul air mengelilingi partikel-partikel liat berbentuk selaput tipis, sehingga jumlah liat akan menentukan kapasitas memegang air dalam tanah. Permukaan liat dapat mengadsorbsi sejumlah unsur-unsur hara dalam tanah. Dengan denikian liat yang permukaannya bermuatan negatif dianggap sebagai penyimpan air dan makanan tanaman. Liat terdiri dari butiran-butiran yang sanggat kecil dan menunjukkan sifat plastisitas dan kohesi. Kohesi menunjukkan kenyataan bahwa bagian-bagian bahan itu melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk asalnya, dan tanpa terjadi retakan atau terpecah-pecah (Hakim et al,1986).

2.3. Analisis  Awal Tekstur Tanah

1. Dispersi

Dispersi dan sedimentasi adalah dua tahap penting sebelum tekstur tanah ditentukan dengan salah satu metode, metode hidrometer atau metode pipet . Butir-butir tanah biasanya lengket satu sama lain dalam suatu agregat. Oleh karena itu, butir-butir (partikel) tanah perlu dipisahkan dengan cara membuang zat perekatnya dan dengan menambahkan zat anti flokulasi (deflocculating agents). Zat perekat yang umum di dalam tanah adalah bahan organik, kalsium karbonat dan oksida besi (Hillel,1982).

Bahan organik biasanya dihancurkan melalui proses dengan pereaksi hidrogen peroksida (H2O2). Reaksi antara H2O2 dan bahan organik adalah sebagai berikut: Bahan organik + H2O2  ——> H2O + CO2. Kalsium karbonat pada tanah alkalin biasanya dihancurkan dengan asam klorida (HCl). Daya rekat karbonat akan hilang apabila ditambahkan HCl setelah mengalami reaksi berikut:

CaCO3 + 2 HCl ———-> H2O + CaCl2 + CO2

Untuk tanah masam tidak diperlukan penambahan HCl dalam analisis teksturnya. Sesudah  zat  perekat  dihilangkan,  lalu  ditambahkan  zat  anti flokulasi. Zat  yang  biasa  digunakan adalah  sodium  hexa  meta  fosfat

[(NaPO3)6]. Ion Na yang dikandung (NaPO3)6 mensubstitusi kation-kation yang bervalensi lebih tinggi seperti Ca++, Mg++, dan lain-lain sehingga menjadikan partikel liat lebih terhidrasi dan saling tolak-menolak. Selanjutnya proses dispersi secara kimia dilanjutkan dengan dispersi secara fisik, seperti pengocokan, pengadukan atau vibrasi secara ultrasonic (Agus dkk., 2006).

2. Sedimentasi

Proses dispersi dilanjutkan dengan sedimentasi untuk memisahkan partikel yang mempunyai   ukuran yang berbeda. Apabila sebutir partikel mengalami sedimentasi (bergerak di dalam suspensi menuju arah gravitasi), maka gaya yang bekerja pada partikel tersebut adalah:

1.   Gaya gesekan (resistance force) antara zat cair dan dinding partikel, Fr. Gaya gesekan ini berbanding lurus dengan luas dinding partikel, viskositas zat cair (η) dan kecepatan tenggelamnya partikel (μt). Arah gaya  gesekan ini  berlawanan dengan arah pergerakan partikel di dalam zat cair (Agus dkk., 2006). Jika diasumsi bahwa partikel berbentuk bulat, maka luas dindingnya adalah 6 π r dan Fr adalah:

2.   Gaya dorong zat cair ke arah permukaan (boyancy force), Fb. Gaya ini berbanding lurus dengan volume partikel (volume zat cair yang dipisahkan partikel) dan berat jenis zat cair.

3. Gaya berat partikel (gravitational force),

Apabila  partikel  tanah  bergerak  dalam  zat  cair,  maka  dalam sesaat (kurang dari satu detik), kecepatannya akan konstan. Dalam keadaan demikian maka gaya arah ke atas (Fb  dan Fr) akan seimbang dengan gaya arah ke bawah (Fg), sehingga persamaan (1), (2) dan (3) dapat disusun sebagai berikut:

                                                          (4)

2.3. Metode Penentuan Tekstur Tanah

  1. Kering   udarakan  atau   kering   ovenkan  sampel  tanah   sebelum dianalisis (perhitungan akan lebih sederhana bila menggunakan sampel kering oven)
  2. Giling tanah dan ayak dengan ayakan 2 mm.
  3. Timbang 40 g contoh tanah (untuk tanah bertekstur sedang sampai halus) atau 60 g (untuk tanah bertekstur kasar). Masukkan ke gelas piala 600 ml dan tambahkan 200 ml aquades.
  4. Timbang 10 g contoh tanah, masukkan ke dalam gelas piala 250 ml.
  5. Contoh tanah ini akan digunakan untuk koreksi bahan organik yang prosedurnya akan diterangkan kemudian.
  6. Jika  contoh tanah  tidak  kering  oven,  maka  timbang sekitar  30  g contoh untuk koreksi kadar air.
  7. Proses dispersi

Dispersi dengan 10% (NaPO3)6.

Larutan 10% (NaPO3)6  dibuat dengan melarutkan 100 g (NaPO3)6 di dalam aquades, sehingga volume akhir larutan menjadi 1.000 ml.

  1. Tambahkan  50  ml  (NaPO3)6   ke  dalam  suspensi  contoh tanah yang berada di dalam gelas piala bervolume 600 ml.
  2. Tambahkan aquades ke dalam suspensi sehingga volume akhir larutan adalah 500 ml.
  3. Biarkan reaksi berlangsung selama 10 menit atau lebih.

Dispersi secara mekanis.

  1. Salin suspensi tanah ke dalam cangkir dispersi. Gunakan botol semprot untuk penyempurnaan penyalinan.
  2. Kocok suspensi dengan mesin pendispersi tanah selama 5 menit.

(Agus dkk., 2006).

2. Metode pipet

Metode pipet merupakan metode langsung pengambilan contoh partikel tanah  dari  dalam  suspensi  dengan menggunakan pipet  pada kedalaman h dan waktu t. Pada kedalaman h dan waktu t tersebut partikel dengan diameter > X sudah berada pada kedalaman > h. Dengan menggunakan hukum Stokes waktu yang diperlukan oleh partikel berdiameter > 0,002 mm untuk turun setinggi h, dapat dihitung.   Tabel   4   memberikan   waktu   pemipetan   fraksi   liat   untuk kedalaman pipet, h = 10 cm (Agus dkk., 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., Yusrial, dan Sutono. .2006. Penetapan Tekstur Tanah . http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/buku/buku%20sifat%20fisik%20tanah/05penetapan_tektur_tanah.pdf?secure=true . Diakses pada tanggal 23 Oktober 2018.

Baroto dan Siradz. 2006. Kandungan tanah dan air di daerah aliran sungai code. Jurnal Ilmu Tanah 6(1) : 110-111.

Fitriani, N.A., Ganjar, F., dan Enriyani, R. 2018. Pengujian Kualitas Tanah sebagai Indikator Cemaran Lingkungan di Sekitar Pantai Tanjung Lesung.        Indonesian Journal of Chemical Analysis  1(1) : 29.

Hakim, N., Nyakpa, M.Y., Lubis, A.M., Nugroho, S.G., Diha, M.A., Hong, G.B.,Bailey, H.H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.

Handayani, S. dan B.H. Sunarminto. 2002. Kajian struktur tanah lapis olah: I. pengaruh pembasahan dan pelarutan selektif terhadap agihan ukuran agregat dan dispersitas agregat. Jurnal Agrosains 16(1) :10-17.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Akademika Pressindo, Jakarta.

Helmut Kohnke, D. P. 1995. Franzmeier. Soil Science Simplifed Fourth Edition. Waveland Press.

Hillel, D. 1982. Introduction to Soil Rhysics. Academic Press., Inc. SanDiego, California.

Sutanto, Rachman. 2005. Dasar-dasar Ilmu tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Tufaila M., Hasbullah S., Jufri J., dan Lies I. 2014. Karakteristik Morfologi Dan Klasifikasi Tanah Luapan Banjir Berulang Di Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal  Agriplus, 24 (3) : 196 .

Reply

Copyright © 2024 All rights reserved. Theme by Laptop Geek.