Posted by andi telaumbanua on Jan 14, 2019 in TAnah
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Tanah dan Proses Pembentukannya
Tanah adalah lapisan permukaan bumi
yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran
sebagai penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan hara
ke akar tanaman; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara
atau nutrisi (baik berupa senyawa organik maupun anorganik sederhana dan
unsur-unsur esensial, seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan
secara biologis berfungsi sebagai habitat dari organisme tanah yang turut
berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif bagi
tanaman; yang ketiganya (fisik, kimiawi, dan biologi) secara integral mampu
menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik
tanaman pangan, tanaman sayur-sayuran, tanaman hortikultura, tanaman
obat-obatan, tanaman perkebunan, dan tanaman kehutanan (Fitriani dkk., 2018).
Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang
menempati sebagian besar permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman,
dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak
terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu
pula (Darmawijaya, 1990). Dari definisi tersebut Darmawijaya (1990) mengatakan bahwa
terdapat lima faktor yang berpengaruh dalam pembentukan tanah, yaitu iklim,
jasad hidup, bahan induk, relief, dan waktu. Peranan dari masing-masing faktor
pembentuk tanah tersebut antara lain :
Bahan induk (bahan asal) :
bahan asal yang nantinya akan terbentuk tanah, dapat berupa mineral, batuan,
dan bahan organik (sisa-sisa bahan organik/zat organik yang telah mati).
Iklim : unsur iklim yang
berperan dalam proses pembentukan tanah adalah temperatur udara dan curah
hujan.
Temperatur udara: dalam
proses pembentukan tanah (pelapukan), fluktuasi harian dari temperatur udara
mempunyai peranan penting dalam proses desintegrasi. Semakin besar fluktuasi
temperatur harian semakin cepat proses desintegrasi berlangsung. Temperatur
udara mempengaruhi besarnya evapotranspirasi sehingga mempengaruhi pula gerakan
air dalam tanah, temperatur juga
berpengaruh terhadap reaksi kimia dalam tanah dan aktivitas bakteri pembusuk.
Curah hujan : aktivitas
hujan berpengaruh dimulai dari adanya tetesan air hujan yang mampu mengkikis
batuan (bahan yang lain) yang ada di permukaan tanah. Di samping itu adanya air
hujan yang meresap ke dalam tanah akan mempercepat berbagai reksi kimia yang
ada dalam tanah, sehingga mempercepat proses pembentukan tanah.
Organisme : semua makhluk
hidup, baik selama masih hidup maupun setelah mati mempunyai pengaruh dalam
pembentukan tanah. Akar-akar vegetasi mampu dalam melakukan pelapukan fisik
karena tekanannya dan mampu melakukan pelapukan kimia karena unsur-unsur kimia
yang dikeluarkan oleh akar, sehingga tanah-tanah di sekitar akar akan banyak
mengandung bikarbonat. Di samping itu vegetasi yang telah mati akan menjadi
bahan induk terbentuknya tanah, terutama tanah-tanah organik (humus).
Relief/topografi :
berpengaruh dalam mempercepat atau memperlambat proses pembentukan tanah, pada
daerah yang mempunyai relief miring proses erosi tanah lebih intensif sehingga
tanah yang terbentuk di lereng seperti terhambat. Sedangkan pada daerah datar
aliran air permukaan lambat, erosi kecil, sehingga proses pembentukan tanah
lebih cepat.
Waktu : lama waktu pembentukan
tanah terutama tergantung dari bahan induk dan iklim, batuan yang keras lebih
sulit terbentuk tanah daripada batuan yang lunak. Demikian juga iklim di daerah
tropis akan lebih mudah dalam proses pembentukan tanah daripada iklim di daerah
sedang atau arid. Oleh karena itu tanah-tanah di daerah tropis biasanya lebih
tebal dibandingkan dengan tempat lainnya.
Pelapukan
merupakan proses hancurnya/lapuknya batuan dari ukuran besar menjadi lebih
kecil. Faktor penyebab utama pelapukan adalah iklim. Unsur iklim yang paling
berperan adalah temperatur udara dan curah hujan. Pelapukan dapat terjadi
dengan tanpa adanya perubahan susunan kimia bahan asal (desintegrasi), tetapi
dapat juga terjadi perubahan kimia dari bahan asal dan bahan yang terbentuk
(dekomposisi) (Ekosari, 2011).
a. Desintegrasi :
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Desintegrasi akibat temperatur :
Fluktuasi temperatur udara harian merupakan faktor utama terjadinya
desintegrasi. Adanya suhu yang panas pada siang hari dan dingin pada malam hari
menyebabkan proses pengembangan dan pengkerutan berjalan intensif, sehingga
batuan mudah lapuk.
Desintegrasi oleh air :
air mempunyai peranan dalam proses desintegrasi mulai dari adanya tetesan air
hujan sampai dengan aliran permukaan. Tetesan air hujan dalam waktu yang lama
jika mengenai batuan dapat menyebabkan lapisan batuan paling atas mengalami
pengelupasan sedikit demi sedikit. Sedangkan adanya aliran air permukaan yang
membawa sedimen dapat menyebabkan terjadinya proses pengikisan batuan.
Desintegrasi akibat angin :
di daerah tropis, desintegrasi yang diakibatkan oleh aktivitas angin sangat
kecil, namun di daerah arid atau gurun angin mempunyai peranan yang cukup
besar. Kecepatan angin yang tinggi di daerah gurun dapat menerbangkan
pasir-pasir dan menggerus batuan sehingga banyak batuan yang bentuknya seperti
jamur (Ekosari, 2011).
b. Dekomposisi
Pelapukan
kimia adalah pecahnya batuan dari ukuran besar menjadi lebih kecil dengan
terjadi perubahan susunan kimia. Syarat berlangsungnya pelapukan kimia ialah
adanya air. Oleh karena itu di daerah humid pada umumnya proses dekomposisi
lebih dominan dibandingkan dengan proses desintegrasi. Pelapukan kimia akan
menyebabkan mineral terlarut dan mengubah strukturnya sehingga mudah
terfragmentasi. Tanah yang dihasilkan oleh adanya dekomposisi sangat berbeda
dengan susunan kimia bahan induknya. Pada dasarnya proses dekomposisi dapat
disebabkan oleh aktivitas tumbuh-tumbuhan, hewan dan bahan yang terlarut
(Ekosari, 2011).
Dekomposisi oleh tumbuh-tumbuhan :
akar tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi mempunyai peranan yang kuat dalam proses
dekomposisi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kandungan bikarbonat pada
tanah di sekitar akar. Kandungan bikarbonat ini akan memicu terjadinya
pelapukan batuan.
Dekomposisi oleh hewan :
adanya hewan-hewan yang membuat lubang dalam tanah menyebabkan air hujan lebih
banyak masuk ke dalam tanah sehingga membantu proses dekomposisi.
Dekomposisi oleh air larutan :
pada umumnya air yang ada di bumi ini mengandung mineral-mineral tertentu. Air
yang mendekati murni adalah air hujan. Pada prinsipnya air berperan sebagai
katalisator dalam berbagai reaksi kimia di dalam tanah. Peranan air tersebut
antara lain dalam proses: solution,
hidrolisis, karbonatasi, reduksi – oksidasi , hidratasi
2.2. Profil Tanah dan Horizon
Horizon tanah adalah
lapisan-lapisan tanah yang terbentuk karena hasil proses pembentukan tanah.
Proses pembentukan horizon-horizon tanah tersebut akan menghasilkan tanah.
Penampang tegak dari tanah menunjukkan susunan horizon tanah yang disebut profil tanah.
Dalam pembuatan profil tanah di lapangan, terdapat tiga syarat yang harus
diperhatikan yaitu: vertikal, baru, dan
tidak terkena sinar matahari secara langsung. Profil tanah yang sempurna
berturut-turut dari atas ke bawah memiliki horizon O, A,E, B,C, dan R (Sutanto,
2005).
Setiap
horizon tanah memiliki ciri-ciri morfologi, sifat fisik, sifat kimia, dan sifat
biologi yang khas. Menurut Sutanto (2005), secara umum horizon tanah dibedakan
menjadi beberapa lapisan utama, yaitu sebagai berikut:
Horizon O: Jenis ini terdiri dari
berbagai material organik seperti sisa dedaunan serta bangkai hewan maupun
tumbuhan. Horizon O ini biasanya terdapat di permukaan tanah paling atas tapi
juga dapat terkubur.
Horizon A: Jenis ini terdiri dari
topsoil yaitu materi organik berwarna gelap yang bercampur dengan butiran
mineral akibat aktivitas organisme. Pada partikel yang lebih halus akan mudah
larut dan terbawa ke lapisan bawah.
Horizon E: Jenis ini terdiri dari
lapisan di bawah permukaan yang telah kehilangan sebagian besar kandungan
mineralnya. Pada lapisan jenis ini sering melekat pada jenis Horizon A atau
menggantikan lapisan tersebut.
Horizon B: Jenis ini terdiri dari
partikel dan liat yang tercuci oleh Horizon E yang terakumulasi. Pada lapisan
ini hanya terdapat sedikit material organik.
Horizon C: Jenis ini merupakan
lapisan tanah paling bawah yang terdiri dari bahan induk tanah seperti batuan
dasar atau sedimen yang belum padat.
Horizon D atau R: Jenis ini menjadi
dasar tanah yang terdiri dari batuan yang sangat padat, pejal dan belum
mengalami pelapukan.
Pembentukan
horizon tanah meliputi:
Horizon
organik : lapisan tanah yang sebagian besar terdiri dari bahan organik, baik
masih segar maupun sudah membusuk, terbentuk paling atas di atas horizon
mineral.
Horizon
mineral : lapisan tanah yang sebagian besar mengandung mineral, terbentuk pada
horizon A dan B, di atas sedikit horizon C. Horizon ini memiliki ciri sebagai
berikut: akumulasi basa, lempung besi, aluminium, dan bahan organik, terdapat
residu lempung karena larutnya karbonat dan garam-garam, hasil perubahan
(alterasi) dari bahan asalnya, berwarna kelam, teksturnya berat dan strukturnya
lebih rapat.
Regolith
: lapisan batuan yang cukup besar yang terbentuk oleh pelapukan batuan induk,
sementasi, gleisasi, sedimentasi, dan sebagainya.
2.3. Pengambilan
Sampel Tanah
Menurut
Pusat penelitian tanah dan agroklimat (2004), mengatakan bahwa pengambilan
contoh tanah dimaksudkan untuk memperoleh data karakteristik tanah yang tidak
dapat diperoleh langsung dari pengamatan lapangan. Lokasi pengambilan contoh
tanah harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat mewakili areal yang diambil
contoh tanahnya. Berdasarkan cara pemilihan lokasi pengambilan contoh tanah,
dihasilkan beberapa macam contoh tanah, antara lain:
Contoh terduga (Judgement Sample)
Satu
atau lebih contoh tanah yang diambil dipilih berdasarkan satuan pemetaan yang
ditemui pada areal survei. Lokasi pengambilan contoh tanah ditentukan secara
subyektif sehingga agak bias. Tingkat kepercayaan data yang diperoleh bisa
tinggi bisa rendah tergantung dari tingkat pengalaman (keahlian) si pengambil
contoh.
Contoh acak (Random Sample)
Contoh
tanah diambil sedemikian rupa sehingga setiap tanah di dalam daerah survei
mempunyai kesempatan yang sama. Pemilihan lokasi dilakukan dengan menggunakan
tabel bilangan random. Satu pasangan angka random yang diperlukan untuk
pemilihan lokasi contoh berdasarkan atas sistem koordinat.
Contoh acak bertingkat (Stratified Random Sample)
Pengelompokkan
populasi dari yang heterogen ke strata homogen adalah suatu cara yang paling
efektif untuk dapat meningkatkan akurasi pengambilan contoh. Hal ini berarti
dapat meningkatkan akurasi atau mengurangi jumlah contoh tanah yang diperlukan
apabila kita dapat mengelompokkan areal survei ke dalam areal yang seragam.
Pemilihan lokasi pada masing-masing satuan pemetaan ditentukan dengan bilangan
random.
Contoh sistematik (Systematic Sample)
Lokasi
pengambilan contoh tanah dengan cara ini ditentukan dengan sistim Grid yaitu
berjarak sama pada kedua arah. Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan
praktis terutama bagi tenaga yang kurang terampil.
Penetapan
sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium memerlukan tiga macam contoh tanah
yaitu :
Contoh
Tanah Utuh (Undisturbed Soil Sample)
untuk penetapan bobot isi (bulk
density), susunan pori tanah, pF, dan permeabilitas tanah. Tanah utuh
merupakan contoh tanah yang diambil dari lapisan tanah tertentu dalam keadaan
tidak terganggu, sehingga kondisinya hampir menyamai kondisi di lapangan.
Contoh tanah tersebut digunakan untuk penetapan angka berat volume (berat isi, bulk density), distribusi pori pada
berbagai tekanan (pF 1, pF 2, pF 2,54, dan pF 4,2 dan permeabilitas.
Gambar 2.1. contoh
tanah utuh
Contoh
tanah terganggu lebih dikenal sebagai contoh tanah biasa (disturbed soil sample), merupakan contoh tanah yang diambil dengan
menggunakan cangkul, sekop atau bor tanah dari kedalaman tertentu sebanyak 1-2
kg. Contoh tanah terganggu digunakan untuk keperluan analisis kandungan air,
tekstur tanah, perkolasi, batas cair, batas plastis, batas kerut, dan lain-lain.
Gambar
4.2. contoh tanah tidak utuh
Contoh
Tanah Agregat Utuh (Undisturbed Soil
Agregat) untuk penetapan stabilitas agregat, berupa bongkahan alami yang
kokoh dan tidak mudah pecah. Contoh tanah ini diperuntukkan bagi analisis
indeks kestabilitas agregat (IKA). Contoh diambil menggunakan cangkul pada
kedalaman 0-20 cm. Bongkahan tanah dimasukkan ke dalam boks yang terbuat dari
kotak seng, kotak kayu atau kantong plastik tebal. Dalam mengangkut contoh
tanah yang dimasukkan ke dalam kantong plastik harus hati-hati, agar bongkahan
tanah tidak hancur di perjalanan, dengan cara dimasukkan ke dalam peti kayu
atau kardus yang kokoh.
Gambar 4.3
contoh tanah agregat utuh
(Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).
Sifat-Sifat Tanah
Sifat Fisik
Tanah
Tekstur
Ukuran relatif partikel tanah
dinyatakan dalam istilah tekstur, yang mengacu pada kehalusan atau kekasaran
tanah. Lebih khasnya, tekstur adalah perbandingan relatif pasir, debu, dan
tanah liat. Laju dan berapa jauh berbagai reaksi fisika dan kimia penting dalam
pertumbuhan tanaman diatur oleh tekstur karena tekstur ini menentukan jumlah
permukaan tempat terjadinya reaksi (Rayes, 2012).
Menurut Rayes (2012), tekstur tanah di lapangan dapat
dibedakan dengan cara manual yaitu dengan memijit tanah basah di antara jari
jempol dengan jari telunjuk, sambil dirasakan halus kasarnya yang meliputi rasa
keberadaan butir-butir pasir, debu dan liat, dengan cara sebagai berikut:
Pasir : apabila rasa kasar terasa
sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola dan gulungan.
Pasir berlempung : apabila rasa
kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, dan dapat dibentuk bola tetapi
mudah sekali hancur.
Lempung berpasir : apabila rasa
kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah hancur.
Lempung : apabila tidak terasa kasar
dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat
sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat.
Lempung berdebu : apabila terasa
licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan dengan
permukaan mengkilat.
Debu : apabila terasa licin sekali,
agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan dapat digulung dengan permukaan
mengkilat.
Lempung berliat : apabila terasa
agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk
gulungan yang agak mudah hancur.
Lempung liat berpasir : apabila
terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk
bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur.
Lempung liat berdebu : apabila
terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta
dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat.
Liat berpasir : apabila terasa
halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan
mudah dibuat gulungan.
Berdebu : apabila terasa halus,
berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat
gulungan.
Liat : apabila terasa berat dan
halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan mudah dibuat
gulungan.
Struktur
Struktur tanah adalah pengelompokan/pengaturan
partikel tanah kedalam agregat atau kumpulan yang mantap. Struktur yang baik
ditandai dengan penetrasi air menjadi lebih baik, kemampuan tanah memegang air
tinggi, mudah untuk digarap, mudah ditembus akar, air dapat mengalir dengan
baik, tersedianya nutrisi dan internal drainasenya bagus. Struktur tanah merupakan
gumpalan-gumpulan kecil dari tanah akibat melekatnya butir-butir tanah satu
sama lain (Sutanto, 2005). Struktur tanah menurut Sutanto (2005)
dikelompokkan dalam 6 bentuk yaitu :
Granular, yaitu struktur tanah yang
berbentuk granul, bulat dan porous, struktur ini terdapat pada horison A.
Gumpal (blocky), yaitu struktur
tanah yang berbentuk gumpal membuat dan gumpal bersudut, bentuknya menyerupai
kubus dengan sudut-sudut membulat untuk gumpal membulat dan bersudut tajam
untuk gumpal bersudut, dengan sumbu horisontal setara dengan sumbu vertikal,
struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim basah.
Prisma
(prismatik), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertikal lebih besar daripada
sumbu horizontal dengan bagian atasnya rata, struktur ini terdapat pada horison
B pada tanah iklim kering.
Tiang (columnar), yaitu struktur
tanah dengan sumbu vertical lebih besar daripada sumbu horizontal dengan bagian
atasnya membulot, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim kering.
Lempeng (platy), yaitu struktur
tanah dengan sumbu vertikal lebih kecil daripada sumbu horizontal, struktur ini
ditemukan di horison A2 atau pada lapisan padas liat.
Remah (single grain), yaitu struktur
tanah dengan bentuk bulat dan sangat porous, struktur ini terdapat pada horizon
A.
Konsistensi
Konsistensi
tanah merupakan kekuatan daya kohesi butir – butir tanah atau daya adhesi butir
– butir tanah dengan benda ain. Hal ini ditunjukan oleh daya tahan tanah
terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Tanah yang memilki konsistensi yang
baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Oleh
karena tanah dapat ditemukan dalam keadaan lembab, basah atau kering maka penyifatan
konsistensi tanah harus disesuaikan dengan keadaan tanah tersebut (Rahayu
dkk., 2014). Konsistensi
tanah dapat dibedakan antara lain:
Konsistensi basah
tidak lekat
agak lekat
lekat sangat
lekat
Konsistensi lembab
Lepas-lepas
Sangat gembur
Gembur
Teguh
Sangat teguh
Luar biasa teguh
Konsistensi kering
Lepas-lepas
Lunak
Agak keras
Keras
Sangat keras
Luar biasa keras
Porositas
Porositas
adalah total pori dalam tanah yaitu ruang dalam tanah yang ditempati oleh air
dan udara. Pada keadaan basah seluruh pori baik makro, meso, maupun mikro
terisi oleh air, pada keadaan kering pori makro dan sebagian pori meso terisi
oleh udara. Porositas perlu diketahui karena merupakan gambaran aerasi dan
drainase tanah Pori tanah adalah ruang antara butiran padat tanah yang pada
umumnya pori kasar ditempati udara dan pori kecil ditempati air, kecuali bila
tanah kurang. Porositas tanah adalah persentase volume tanah yang ditempati
butiran padat (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).
Suhu
Suhu
tanah demikian berpengaruh pada tanaman, pengukuran biasanya dilakukan pada
kedalam 5 cm, 10 cm, 20 cm, 50 cm dan 100cm. Pengaruh suhu tanah terhadap tanaman
yaitu pada perkecambahan biji, pada aktivasi mikroorganisme, dan perkembangan
penyakit tanaman. Faktor pengaruh suhu tanah yaitu faktor luar (eksternal) dan
faktor dalam (internal). Faktor eksternal yaitu radiasi matahari keawanan,curah
hujan, angin dan kelembapan udara sedangkan faktor internal yaitu tekstur
tanah, struktur dan kadar air tanah, kandungan bahan organik dan warna tanah
(Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).
Warna tanah
Warna
tanah yang sering kita jumpai adalah warna kuning, merah, coklat, putih, dan
hitam serta warna-warna tanah di antara warna-warna tersebut, sedangkan yang
berwarna hijau dan lembayung jarang sekali ditemui. Warna tanah itu tidak
murni, dalam suatu warna coklat misalnya, di sana sini sering terdapat tambahan
berupa kumpulan titik dan corengan merah, kuning, atau warna gelap (hitam).
Warna coklat merupakan warna dasar, sedangkan warna merah, kuning, ataupun
hitam merupakan warna noda atau warna bercak. Warna tanah
sangat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya kadar bahan organic, kadar
mineral, kadar lengas, dan tingkat drainase tanah. Tanah dengan kadar bahan
organic tinggi ditandai oleh warna tanah gelap (Ulfiyah. 2009).
Dalam
Darmawidjaya (1980), Ulfiyah mengaatkan bahwa warna tanah dapat menunjukkan :
(a) jenis dan kadar bahan organik, (b) keadaan pengatusan dan aerasi tanah yang
berhubungan dengan hidratasi, oksidasi dan proses pencucian, (c) tingkat
perkembangan tanah, (d) kadar air tanah termasuk pula dalamnya permukaan air
tanah, dan atau (e) adanya bahan bahan tetentu. Warna tanah dipengaruhi oleh
empat jenis bahan, yaitu senyawa-senyawa besi, senyawa mangan dan magnesium,
kuarsa dan feldspar, dan bahan organik. Berdasarkan Munsell Soil Color
Chart,yang berupa buku yang berupa diagram warna baku yang tersusun atas 3
variabel yaitu:
Hue : warna
spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya.
Value: menunjukkan
gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan.
Chroma : menunjukkan
kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefiniskan juga sebagai
gradasi kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna dari
kelabu atau putih netral (0) ke warna lainnya.
(Ulfiyah.
2009).
2.2.2 Sifat Kimia Tanah
Derajat
Kemasaman Tanah (pH)
pH tanah
adalah satuan derajat yang dipergunakan untuk menentukan tingkat keasaman atau
kebasaan terhadap tanah. pH tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan
pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh
langsung berupa ion hidrogen sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu
tersedianya unsur-unsur hara tertentu dan adanya unsur beracun. Kisaran pH
tanah mineral biasanya antara 3,5–10 atau lebih. Sebaliknya untuk tanah gembur,
pH tanah dapat kurang dari 3,0. Alkalis dapat menunjukkan pH lebih dari
3,6. Kebanyakan pH tanah toleran pada yang ekstrim rendah atau tinggi,
asalkan tanah mempunyai persediaan hara yang cukup bagi pertumbuhan suatu
tanaman (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).
C-Organik
Bahan
organik tanah merupakan hasil perombakan dan penyusunan yang dilakukan jasad
renik tanah, senyawa penyusunnya adalah tidak jauh berbeda dengan senyawa
aslinya, yang tentunya dalam hal ini ada berbagai tambahan bahan seperti
glukosamin (hasil metabolis jasad renik) Sifat fisika yang dipengaruhi bahan
organik adalah kemantapan agregat tanah, dan selain itu
sebagai penyedia unsur-unsur hara, tenaga maupun komponen pembentuk tubuh jasad
dalam tanah (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).
N-Total
Nitrogen
merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan
berfungsi terutama dalam pembentukan protein. Nitrogen dalam tanah berasal dari
bahan organik tanah (bahan organik halus dan bahan organik kasar), pengikatan
oleh mikroorganisme dari N udara, pupuk, dan air hujan (Pusat penelitian tanah
dan agroklimat, 2004).
No
Deskripsi Profil
Lapisan 1
Lapisan 2
Lapisan 3
Lapisan 4
Lapisan 5
1
25
24
23
15
–
2
Nature Lower Boundary
bergelombang
bergelombang
bergelombang
bergelombang
bergelombang
3
Kedalaman Horizon (cm)
0 – 25
25-49
49-72
72-87
>87
4
Karakteristik Horizon
5
Kelembapan
Sangat kering
kering
agak basah
basah
basah
6
Bahan Organik
ada
sedikit
Sangat sedikit
Sangat sedikit
Sangat sedikit
7
Warna
7,5 YR 5/6 (strong brown)
10 YR 5/6 (yellowish brown)
8
Tekstur
lempung liat berdebu
lempung berliat
9
Konsistensi
kering: keras
lembap: lepas lepas
basah: agak kuat
kering: keras
lembap: teguh
basah: lekat
10
Struktur
blocky
granular
11
Pori
Sangat banyak
banyak
banyak
sedikit
Lebih sedikit
12
Akar
ada
ada
ada
ada
ada
13
Aktivitas Biologis
Sangat banyak
banyak
sedikit
sedikit
Sangat sedikit
14
Keberadaan Garam
tidak ada
tidak ada
15
pH
5
6.6
BAB
3
METODOLOGI
3.1. Bahan dan
Alat
Bahan
yang digunakan pada praktikum ini antara
lain: aquadest untuk membasahi massa tanah, sampel tanah sebagai objek yang
diamati, kantong plastik untuk tempat sampel tanah terusik, karet gelang untuk
mengikat kantong plastik, kertas label untuk memberi tanda pada sampel tanah,
munsell soil color chart pedoman penentuan warna tanah, kertas formulir untuk
mengisi data sampel tanah yang diamati, buku petunjuk praktikum, dan alat
tulis.
Alat
yang digunakan pada praktikum ini antara lain: cangkul dan sekop untuk
mengambil sampel tanah terusik, GPS(Global Positioning system) untuk menentukan
posisi koordinat, palu geologi untuk memasukkan ring sampler, pisau belati
untuk menandai batas lapisan tanah, sekop tanah untuk membantu mengelurkan ring
sampler, ring sampler tempat sampel tanah tak terusik, rol meter untuk mengukur
ketebalan lapisan tanah, balok kayu, kaca pembesar (lup) untuk mengamati bentuk
partikel tanah, dan pH stick untuk mengukur pH.
3.2. Cara Kerja
1. Pengamatan dan Deskripsi Profil
Tanah
Untuk mengetahui perbedaan batas
lapisan pada profil tanah yang telah tersedia di lapangan, dilakukan dengan
tanah ditusuk-tusuk dengan pisau belati dan sekop tanah sambil dirasakan
kekerasan tanah sebagai parameter pembeda antar lapisan. Setelah diketahui
adanya horizon yang berbeda, lalu diukur ketebalan dan kedalaman antar lapisan dengan rol meter. Kemudian
horizon satu dengan horizon yang lainnya diamati nature lower boundary,
kelembaban, kandungan bahan organik, warna, motel, pori, perakaran, aktivitas
biologis, konkresi , rockiness dan stoniness. Lalu, disekitar profil tanah
diamati vegetasi tanaman yang ada, pengaruh manusia, overwashed, erosi, banjir,
dan drainase hasilnya dicatat di kertas tabel pengamatan
2. Pengambilan Sampel Tanah
a. Sampel tanah terusik
Permukaan tanah dibersihkan dari
seresah dan akar tanama, lalu tanah diambil dengan pisau belati dan sekop tanah
pada lapisan 1, satu kantong plastik dan pada lapisan kedua diambil 1 kantong
plasik. Kemudian diberi kertas label dengan keterangan jenis lapisan, hari, dan
kelopok. Lalu kertas label, dimasukkan kedalam kantong plastik tadi dan diikat
dengan karet gelang.
b. Sampel tanah tak terusik
Untuk pengambilan sampel tanah tidak
terusik dilakukan dengan cara membersihkan permukaan tanah sekitar terlebih
dahulu yang hendak diambil sampel tanahnya, kemudian ring sampler diletakkan
diatas permukaan tanah. Lalu, di atas ring sampler ditaruh balok kayu kecil
sebagai alas agar tekanan merata, kemudian dipalu ke dalam hingga ring sampel masuk
kepermukaan tanah. Setelah masuk, diambil dengan sekop kecil yang datar dan
denag pisau belati. Lalu, permukaan tanah di ring sampler diratakan. Kemudian
Ring sampler dimasukkan ke dalam plastik, lalu diberi kertas label dengan keterangan
berupa jenis lapisan, hari, golongan. kemudian ditutup rapat dan diikat.
3. Identifikasi sifat dan
karakteristik tanah
a. Warna tanah
Warna tanah diidentifikasi dengan
cara sampel tanah terusik yang telah diambil pada horizon yang bersangkutan diambil
dan ditentukan warnanya dengan buku warna tanah (munsell
soil color chart). Warna yang dipilih adalah warna yang sesuai dengan
buku warna tanah dan ditulis “hue”, “value”, dan “chrome” pada tabel pengamatan.
b. Tekstur Tanah
Tekstur tanah diidentifikasi dengan
cara sampel tanah terusik diambil secukupnya dan diletakkan dalam tapak tangan.
Kemudian dibasahi dengan air dan diremas-remas diantara jari-jari dengan tapak
tangan. Kemudian dirasakan kekasarannya lalu dicocokkan dengan tabel tekstur
tanah pada buku panduan.Lalu hasilnya dicatat dan dimasukkan kedalam tabel
pengamatan.
c. Struktur tanah
Struktur tanah diamati dengan
mengambil sebongkah sampel tanah terusik yang telah diambil tadi, diambil dan
dijatuhkan di atas permukaan kertas. Kemudian, diamati bentuk partikel tanahnya
dengan kaca pembeasar (lup). Tipe struktur yang terjadi dan besar struktur
tersebut diamati lalu ditentukan berdasarkan gambar 1.3 pada buku panduan
praktikum.
d. Konsistensi
Konsistensi tanah diidentifikasi dengan cara sebongkah
tanah diambil, kemudian diletakkan di tapak tangan dan diberi tekanan, lalu
diamati apakah tanah mudah pecah atau tidak, ada adhesi tanah pada tapak
tangan, tanah lengket atau tidak pada tapak tangan. Tanah tersebut
diklasifikasikan berdasarkan teori dan Tabel 2.2 pada buku panduan praktikum.
pH tanah diidentifikasi dengan cara
tanah diambil lalu dimasukkan ke dalam tabung plastik kecil dan diberi aquades
dengan perbandingan tanah-aquades 1:2. Lalu dikocok sampai tanah dan aquades
bercampur, kemudian pH tanah tersebut diukur dengan pH stik. Kemudian
kejadian-kejadian lain seperti konkresi, bercak-bercak, perakaran, dan
pori-pori tanah diamati.
Pengambilan Sampel Tanah Utuh
Ratakan
dan bersihkan lapisan yang akan diambil, kemudian letakkan ring sampel tegak
lurus.
Tekan
ring sampel sampai ¾ bagiannya masuk ke dalam tanah.
Letakkan
ring sampel lain tepat diatas ring sampel pertama, kemudian tekan lagi sampai
bagian bawah dari ring sampel kedua masuk ke dalam tanah (± 10 cm).
Ring
sampel beserta tanah di dalamnya digali dengan skop atau linggis.
Pisahkan
ring kedua dari ring sampel pertama dengan hati-hati, kemudian potonglah
kelebihan tanah yang ada pada permukaan dan bawah ring smpel sampai permukaan
tanah rata dengan permukaan ring sampel.
Tutuplah
ring sampel denga plastik, lalu simpan dalam tempat yang telah disediakan.
Pengambilan Sampel Tanah Terganggu
BAB V
Daftar
Pustaka
Darmawijaya, M.
Isa. 1990. Klasifikasi Tanah : Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah
Dan Pelaksana Pertanian Di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Fitriani, N.A.,
Ganjar, F., dan Enriyani, R. 2018. Pengujian Kualitas Tanah sebagai Indikator Cemaran Lingkungan
di Sekitar Pantai Tanjung Lesung.
Indonesian Journal of Chemical Analysis
1(1) : 29.
Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2004. Badan penelitian dan Pengembangan pertanian. Departemen
Pertanian.
Rayes, M.L.
2012. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Malang: UB press.
Rahayu, A.
Utami, S.R.,dan Mochtar, L. 2014. 2014.
Karakteristik Dan Klasifikasi Tanah
Pada Lahan Kering Dan Lahan Yang Disawahkan Di Kecamatan
Perak Kabupaten Jombang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya
Lahan 1(2):81.
Sutanto, R.
2005. Dasar-dasar ilmu tanah, konsep dan kenyataan. Yogyakarta : Kanisius. Halaman 119-125.
Ulfiyah , A.R.
2009. Kajian Tingkat Perkembangan Tanah Pada Lahan Persawahan Di Desa Kaluku Tinggu Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Jurnal Agroland 16 (1) : 48.
Alat yang
digunakan pada praktikum pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja lapang ini
antara lain;
Traktor mini, untuk
membajak tanah
Bajak singkal, untuk
memotong, mengangkat, dan membalikkan tanah
Patok besi, sebagai
pembatas bidang tanah yang mau diolah
Rollmeter, untuk
mengukur bidang olahan, lebar kerja, panjang lintasan, lebar kerja dari bajak
singkal, dan diameter roda,
Stopwatch, untuk
mengukur waktu yang diperlukan untuk berbagai proses selama pembajakan.
Penggaris, untuk
mengukur kedalaman kerja
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum
pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja lapang ini antara lain;
Alat tulis dan form
isian data, untuk mencatat hasil pengujian
Buku panduan praktikum,
sebagai panduan dalam melakukan pengujian terhadap kinerja traktor
Bahan bakar solar,
sebagai energi penggerak traktor
Cara
Kerja
Cara kerja yang
dilakukan pada praktikum pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja lapang ini yaitu;
pertama traktor mini, bahan bakar, dan alat pengolah (bajak singkal), serta
peralatan ukur yang diperlukan, disiapkan. Kedua, bajak singkal digandengkan
pada traktor mini. Ketiga, sistem penggandengan dari peralatan yang dipakai
diatur dengan cermat. Keempat, patok – patok bambu (8 patok bambu) pada lahan
uji yang telah diperkirakan posisinya atau ukurannya dipasang.
Kelima, 4 patok
bambu sebagai batas dari lintasan lurus pengolahan tanah saat pengujian dan 4
patok bambu lainnya sebagai batas belok kegiatan pengolahan tanah saat
pengujian dipasang, Keenam, panjang dan lebar bidang olahan berdasarkan keempat
batas patok untuk lintasan lurus pengolahan tanah dengan menggunakan rollmeter
25 meteran diukur, kemudian dihitung luas bidang olah tersebut. Ketujuh,
traktor dihidupkan dan ditempatkan pada salah satu sisi pojok bidang olah
sebagai tempat awal mulainya traktor bekerja. Kedelapan, posisi bajak diatur
pada posisi yang siap untuk digunakan atau siap kerja. Kesembilan, tenaga
penguji dibagi menjadi lima bagian, yaitu: operator traktor, pencatat waktu,
pengukur kedalaman dan lebar kerja, pencatat jumlah putaran roda traktor, dan
pencatat data-data pengujian.
Kesepuluh,
kegiatan pengolahan tanah dimulai, jalur pertama yang dipilih untuk jalur olah
yaitu diluar area olahan utama, guna menentukan lebar kerja, kedalaman, dan
waktu teoritis. Pencatat waktu dibagi menjadi dua, yaitu satu orang sebagai
pencatat waktu belok (waktu tidak efeltif) dan satunya lagi sebagai pencatat
waktu belok (waktu tidak efektif). Stopwatch dihidupkan untuk mengukur waktu
efektif pada saat traktor mulai berjalan mengolah tanah pada lintasan lurus,
kemudian dihentikan ketika traktor sudah sampai di ujung batas akhir lintasan
lurus pengolahan.
Saat traktor
berjalan lurus melakukan pengolahan tanah, jumlah putaran roda dihitung dan
pada waktu belok tidak dihitung oleh pencatat jumlah putaran roda. Posisi bajak
diubah ke kondisi tidak siap kerja saat traktor berjalan membelok. Kemudian,
stopwatch diaktifkan oleh pencatat waktu belok ketika traktor bergerak lurus,
kemudian menghentikan stopwatch ketikan traktor selesai membelok dan siap
berjalan lurus kembali. Lalu, posisi bajak diubah lagi ke posisi siap kerja
ketika traktor berjalan lurus. Kemudian, kedalaman dan lebar kerja hasil
pengolahan selanjutnya diukur dengan meteran dan dicatat hasilnya. Kemudian,
semua tahapan diulangi sampai lahan olahan selesai terolah. Lalu, semua data
yang diperoleh direkap dan selanjutnya dilakukan perhitungan dan analisis
terhadap data yang diperoleh.
LINTASAN LURUS
Skema
Lintasan Traktor
Gambar 3.1. Skema lintasan traktor saat
mengolah tanah
BAB
IV
HASIL
PENGAMATAN DAN ANALISA DATA
4.1.
Spesifikasi Traktor Mini dan Bajak Singkal
Spesifikasi
Alat Pengolah Tanah
Nama : Traktor
Mini Roda 4
Merek : Yanmar
Model : B-400
Tipe : Four Wheel Drive (4WD)
No.
seri :
B66706-47-29
Negara pembuat : Jepang
Tahun
pembuatan : 1970
a. Motor Penggerak
Merek :
Kubota
Model :
B650
Tipe :
Vertical water cold and four cycle
engine
HP/RPM :
12,5/2700
Jumlah Silinder :
2
Ø silinder :
64
Panjang langkah (mm) :
70
Volume silinder (cc) :
675
Perbandingan kompresi :
23 : 1
Urutan Penyalaan :
1-2-3
Sistem Pendinginan :
Radiator
Sistem Pelumasan :
Sistem tekanan dengan pompa
Saringan Udara :
Udara kering
b. Sistem Transmisi
Versneling : Kombinasi 6
kecepatan maju, 2 kecepatan mundur
Kopling : Mekanis
PTO : Searah jarum jam
Rem : Kering tipe
mekanis
Kemudi : Mekanis
Tipe
Penggandengan : Three point hitch
c. Ukuran Traktor
Panjang (mm) :
2300 mm
Lebar (mm) :
940 mm
Tinggi (mm) :
1750 mm
Berat (kg) : –
Jarak poros roda depan dan belakang
(mm) : 1250
Jarak antara roda (mm)
Depan :
750
Belakang :
700
Renggang dengan tanah (mm) : 270
Ukuran roda
Depan :
(15 inch – 13 inch), 2 PR
Belakang :
(9 inch – 7 inch), 4 PR
d. Kapasitas
Tangki bahan bakar (lt) : 15
Tangki pendingin (lt) : 4,6
Pelumas (lt)
Mesin :
3,9
Transmisi :
11,5
Saringan udara : –
Bajak Singkal
Nama :
Bajak Singkal (moldboard plow)
Merk :
Sears
Model :
Mounted
Tipe : Bajak
Singkal
No. Seri :
917253010
Negara Pembuat : USA (Canada)
Tahun Pembuatan : –
Jumlah singkal (moldboard) : 1
Jenis Singkal : General
purpose
Jenis Kajen (share) : Landside
Singkal Bajak (coulter) :
Ada
Jenis :
Plain blade
Ukuran :
25 cm
Jointer : tidak
ada
Roda Alur (furrow wheel) : tidak ada
Roda Dukung (land wheel) :
tidak ada
Jumlah :
0
Lebar kerja bajak (mm) : 300
Dimensi (p : l : t) (mm) : 530 : 330
: 210
Berat (kg) :
–
Tipe Penggandengan : Three point
hitch
Tipe daya penarik :
traktor roda 4
4.2.
Hasil Pengukuran dan perhitungan Kinerja
Traktor Mini
Berdasarkan
praktikum pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja lapang yang telah dilakukan
diperoleh hasil sebagai berikut;
Penghitungan
Kapasitas Kerja Efektif / Aktual
Waktu : mulai : pk 16.10 WIB
Selesai : pk 16.33 WIB
T
=
Luas hasil kerja (A) = (23,5 x
14,5) m2 = 340,75 m2
Penghitungan
Efisiensi Kerja
Kerugian
karena terjadinya tumpang tindih hasil kerja pengolahan
(L1 =
Lebar kerja teoritis (W1) = 30 cm
Lebar kerja aktual (W2) =
Tabel 4.1. Hasil pengamatan lebar kerja
aktual
No
Lebar kerja aktual (cm)
Kiri
Kanan
1
75
45
2
35
45
3
55
43
4
40
34
5
25
35
6
15
30
7
88
48
8
34
40
9
35
39
10
43
41
11
38
40
12
42
38
13
32
32
14
50
42
15
43
38
16
39
40
17
13
58
Jumlah Total
1410
Rerata
39,17
Kerugian
karena slip roda (L2), %
Panjang
jarak tempuh (M) : 23,5 m
Diameter
luar roda (D) : 0,688 m
Jumlah putaran roda (N) sepanjang
lintasan M adalah : 13 putaran
Tabel
4.2. Hasil pengamatan jumlah putaran roda
Jumlah putaran roda kiri (putaran)
No
N kiri
No
N kiri
NO
N kiri
1
14
13
14
24
11
2
13
14
14
25
15
3
13
15
17
26
13
4
15
16
14
27
14
5
14
17
14
28
15
6
14
18
13
29
14
7
14
19
12
30
13
8
14
20
15
31
15
9
15
21
13
32
14
10
14
22
14
33
13
11
16
23
14
34
13
12
16
35
13
Jumlah
489
Rerata
13,97
Jumlah putaran roda kanan(putaran)
No
N kanan
No
N kanan
No
N kanan
1
12
13
12
24
10
2
20
14
11
25
12
3
11
15
10
26
11
4
12
16
11
27
10
5
19
17
10
28
12
6
11
18
10
29
10
7
12
19
11
30
11
8
11
20
12
31
7
9
12
21
11
32
10
10
13
22
12
33
12
11
10
23
11
34
12
12
11
35
11
Jumlah
403
Rerata
11,51
N rerata
N
rerata
atau
Nilai
L2 dapat juga dihitung dengan nilai slip sebagai berikut;
Tabel 4.3. Hasil pengamatan slip
slip kiri
slip kanan
No
No
No
No
1
2
10
0
1
1
10
2
2
0
11
0
2
2
11
2
3
0
12
0
3
5
12
2
4
1
13
0
4
10
13
6
5
1
14
0
5
6
14
1
6
2
15
0
6
7
15
2
7
0
16
0
7
5
16
1
8
0
17
0
8
6
17
4
9
1
18
0
9
6
18
0
Jumlah
7
45
Rereta
0,38888889
2,5
Total rerata
Total rerata kira – kira
2 putaran
Nilainya
hampir mendekati
Kerugian
karena belok (L3)
t1 = waktu efektif, dt
t2 = waktu tidak efektif, dt
Tabel 4.4. Hasil pengukuran waktu
efektif dan tidak efektif
t1 (detik)
t2 (detik)
No
No
No
No
No
No
1
30,6
13
26,6
25
37,8
1
16,51
13
10,11
25
8,35
2
35,7
14
23,4
26
22,9
2
22,29
14
10,01
26
10,14
3
28,9
15
31,7
27
23,6
3
15,05
15
10,04
27
14,08
4
30,1
16
23,3
28
23,1
4
15,48
16
9,38
28
10,43
5
28,7
17
27,7
29
23,8
5
14,53
17
9,39
29
8,49
6
28,6
18
23,3
30
24
6
14,23
18
10,91
30
11,55
7
28
19
23,5
31
24
7
13,5
19
8,69
31
17,04
8
29,5
20
24
32
23,8
8
13,29
20
10,56
32
15,44
9
28,6
21
24,3
33
25,4
9
13,18
21
8,5
33
19,47
10
25,3
22
23,5
34
25,1
10
12,08
22
11,89
34
24,52
11
28,7
23
23,8
35
29
11
26,03
23
7,9
35
24,19
12
19,8
24
24
36
23,3
12
11,15
24
12,84
Jumlah
947,4
Jumlah
471,24
rerata
26,3166667
rerata
13,464
Kerugian untuk pengaturan, mengatasi
kemacetan dan kerusakan kecil (L4)
Waktu total pengerjan (T) = 0,383
jam
Waktu untuk pengaturan mengatasi
kemacetan dan kerusakan kecil (T2) = 0 jam ®
(pada praktikum ini tidak dihitung)
Tabel 4.5. Hasil pengukuran kedalaman kerja
Kedalaman Kerja
No
Kki
No
Kka
1
11.5
1
14
2
13
2
15
3
9
3
18
4
15
4
14.5
5
15.5
5
15
6
15
6
10
7
15
7
14.5
8
10
8
15
9
11
9
14.3
10
12
10
16.5
11
16.5
11
13
12
13
12
18
13
12
13
16.5
14
14
14
17.5
15
14
15
13.5
16
11.8
16
15.5
17
15
17
14.5
Rerata
13.1353
15.0176
Rerata
14.076
Penentuan efisiensi kerja total
teoritis dan aktual
Efisiensi aktual
Efisiensi aktual
kapasitas teoritis =
Maka;
Perbandingan efisiensi aktual dengan teoritis:
Ea : Et =
atau E aktual : E teoritis =
Penentuan kecepatan aktual dengan teoritis
Kecepatan teoritis
atau
Kecepatan aktual
atau
4.3.
Perhitungan Biaya Operasional Alat/Mesin
Tabel 4.5. Data biaya operasional
alat/mesin
Variabel
Biaya (Rp)
Harga Pembelian Mesin = P
30000000
Harga Akhir = S
3000000
Umur Ekonomis = N (tahun)
6
Tingkat bunga modal = r
0,12
Nilai gudang = h
0,005
Pajak = i
0,01
Asuransi = t
0,01
Daya motor = Pm (HP)
10
Jam kerja per tahun = Wt (jam/tahun)
1200
Harga bahan bakar per liter = Fp
(Rp/liter)
7500
Harga minyak pelumas per liter = Op
(Rp/liter )
35000
Upah operator per jam = Wop (Rp/jam)
30000
Upah tenaga pembantu operator per jam =
Wi (Rp/jam)
15000
Jumlah ban = N
4
Harga ban per buah = Tp (Rp/buah)
80000
Umur pakai ban = Nt (jam)
2000
Nilai pemeliharaan dan perbaikan = M
0,05
Biaya tetap per tahun
Penyusutan
Penyusutan (i)
Penyusutan (i)
Bunga modal
Bunga modal (ii)
Bunga modal (ii)
Pemeliharaan dan perbaikan
Pemeliharaan dan perbaikan (iii) =
Pemeliharaan dan perbaikan (iii) =
Gudang
Gudang (iv) =
Gudang (iv) =
Asuransi dan Pajak
Pajak (v) =
Pajak (v) =
Asuransi (vi) =
Asuransi (vi) =
Total biaya tetap per tahun =
Total biaya tetap per tahun =
Total
biaya tetap per tahun =
Biaya kerja per tahun
Bahan bakar (a)
Bahan bakar =
Bahan bakar =
Bahan bakar =
Minyak Pelumas (b)
Minyak Pelumas =
Minyak Pelumas =
Minyak Pelumas =168000000
Grease (c)
Grease =
Grease = 168000000 = 100800000
Operator (d)
Operator =
Operator =
Tenaga pembantu Operator (e)
Tenaga pembantu Operator =
Tenaga pembantu Operator =
Ban
(f)
Ban =
Ban =
Maka total biaya kerja per tahun adalah :
Total biaya kerja per tahun
Total biaya kerja per tahun
Total biaya kerja per tahun
Jadi, total biaya operasional mesin per tahun tahun = Total
biaya tetap per tahun + Total biaya kerja per tahun =
Besarnya biaya operasional mesin per jam =
Besarnya biaya operasional per satuan luas
BAB
VI
PENUTUP
6.1.
Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum dan pembahasan yang telah dilakukan
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Kapasitas
kerja suatu alat didefinisikan sebagai suatu kemampuan kerja suatu alat atau
mesin memberikan hasil (hektar, kilogram, liter) per satuan waktu. Kapasitas
kerja suatu alat pengolahan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
ukuran dan bentuk petakan, topografi wilayah, keadaan traktor, keadaan
vegetasi, keadaan tanah , tingkat keterampilan operator, dan pola pengolahan
tanah .
Kapasitas
lapang teoritis yaitu kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang tanah jika
berjalan maju sepenuhnya, waktunya 100% dan alat tersebut bekerja dalam lebar
maksimum (100%). Kapasitas lapang efektif yaitu rata-rata kerja dari alat di
lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan luas lahan yang diolah
dengan waktu kerja total. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas lapang
yaitu; kinerja lapang alat mesin pertanian , waktu hilang untuk belok,
istirahat dan penyetelan atau pemeriksaan alat, kerusakan, penyetelan,
pembetulan, penyumbatan/penggumpalan, atau berhenti,dan slip.
Hasil
pengujian pada pengolahan tanah pada praktikum ini : kapasitas aktual
Ka=0,08896.
Kerugian karena terjadinya tumpang tindih hasil kerja pengolahan (L1 = .
Kerugian karena slip roda (L2 =).
Kerugian karena belok (L3 = ).
Kerugian untuk pengaturan, mengatasi
kemacetan dan kerusakan kecil (L4 = 0 %). Efisiensi aktual
, , dan .
Biaya tersebut terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah
biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan
usaha dalam jumlah yang cukup besar. Biaya
pengoprasian merupakan
biaya yang dikeluarkan
untuk menjalankan kegiatan meliputi
biaya
bahan
baku, upah
tenaga kerja langsung, dan pemeliharaan. Biaya operasional terdiri
dari biaya tetap
dan biaya tidak tetap.
Total biaya tetap per tahun = . Total biaya kerja per tahun . Jadi, total biaya operasional mesin per
tahun Besarnya biaya operasional mesin per
jam. Besarnya biaya operasional per
satuan luas
Saran
Praktikumnya
sudah berjalan dengan baik, namun kedepannya data yang mau diambil dilapangan
lebih teliti dan cermat lagi, seperti bahan bakar yang dikomsumsi, waktu belok,
jumlah putaran roda, lebar kerja, slip, serta waktu istrahat, perbaikan, dll.
Laporannya dalam bentuk file saja agar menghemat kertas, uang praktikan, dan
mendukung kelestarian alam (1000 lembar kertas yang digunakan setara dengan 1
pohon ditebang, jika sebuah organisasi terdiri dari 100 orang dapat menghemat 3
lembar kertas setiap hari, maka dalam setahun ada 156 batang pohon yang dapat
diselamatkan).
Bagian dari bajak dapat terdiri dari satu bottom atau lebih. Bottom ini dibangun dari bagian- bagian utama, yaitu: 1) singkal (moldboard), 2) pisau (share), dan 3) penahan samping (landside). Ketiga bagian utama tersebut diikat pada bagian yang disebut pernyatu (frog). Unit ini dihubungkan dengan rangka (frame) melalui batang penarik (beam) ). Singkal berfungsi untuk menghancurkan dan membalik tanah. Pisau bajak berfungsi untuk memotong tanah secara horizontal. Landside berfungsi untuk menahan tekanan samping dari keratan tanah pada singkal, dan mempertahankan gerak maju bajak agar tetap lurus. Furrow wheel berfungsi untuk menjaga kestabilan pembajakan. Land wheel berfungsi untuk mengatur kedalaman sehingga kedalamannya konstan. Jointer berfungsi untuk memungkinkan penutupan seresah lebih terpasang di atas pisau bajak dengan kedalaman kerja + 5 cm. sempurna dalam pembajakan. Coulter berfungsi untuk memotong serasah tumbuhan atau sampah yang ada diatas tanah sebelum pisau bajak memotong tanah (Daywin et al., 2008).
Prinsip kerja bajak singkal adalah pada saat bajak bergerak maju, maka pisau (share) memotong tanah dan. mengarahkan potongan/keratan tanah (furrow slice) tersebut ke bagian singkal. Singkal akan menerima potongan tanah, dan karena kelengkungannya maka potongan tanah akan dibalik dan pecah. Kelengkungan singkal ini berbeda untuk kondisi dan jenis tanah yang berbeda agar diperoleh pembalikan dan pemecahan tanah yang baik (Daywin et al., 2008).
2.2. Pola Pengolahan Tanah (Pembajakan)
Tujuan dari pola pengolahan tanah ini adalah (Dahono, 1997) :
1. Lebih efisien, dengan menggunakan pola yang sesuai diharapkan : Waktu yang terbuang pada saat pengolahan tanah (pada saat implemen pengolahan tanah diangkat) sesedikit mungkin. Lahan yang diolah tidak diolah lagi sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efisien
2. Lebih efektif: Hasil pengolahan tanah (khususnya untuk pembajakan) bisa merata. Bagian lahan yang diangkat tanahnya akan ditimbun kembali dari alur berikutnya, sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efektif. Beberapa macam pola pengolahan tanah yang disesuaikan dengan bentuk lahan dan jenis alat yang digunakan.
Beberapa pola pengolahan tanah, antara lain :
Gambar 2.1. Pola pengolahan tanah, (a) Continous tilling. (b) Headland pattern from boundaries (c) Circuitous, rounded corners (d) Headland pattern from back furrow
a. Pola Tengah
Pembajakan dilakukan dari tengah membujur lahan. Pembajakan kedua pada sebelah hasil pembajakan pertama. Traktor diputar ke kanan dan membajak rapat dengan hasil pembajakan pertama. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kanan sampai ke tepi lahan. Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit. Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Dahono, 1997). Pola ini akan menghasilkan alur balik (back furrow) yaitu alur bajakan yang saling berhadapan satu sama lain, sehingga akan terjadi penumpukan lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah lahan (Dahono, 1997).
b. Pola Tepi
Pengolahan tanah dilakukan dari salah satu titik sudut lahan. Berputar ke kiri sejajar sisi lahan, sampai ke tengah lahan. Lemparan pembajakan ke arah luar lahan. Pada akhir pengolahan, operator akan kesulitan dalam membelokkan traktor. Pola ini cocok untuk lahan yang berbentuk bujur sangkar, dan lahan tidak terlalu luas. Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal lahan. Lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak, diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Gunawan dkk., 2015).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat pembajakan yaitu:
1. Menjaga agar traktor berjalan lurus. Pada saat membajak, tanah hasil bajakan akan terlempar ke arah sisi tepi (biasanya ke kanan), sehingga bajak akan terdorong ke kiri, dan traktor akan terdorong dan akan berbelok ke kanan. Operator harus menahan agar traktor tetap berjalan lurus. Untuk mengontrol agar jalannya traktor lurus, sesaat sebelum melakukan pembajakan, operator melihat satu titik lurus di depan. Pada saat akan mengontrol, operator dapat melihat kembali titik tadi apakah masih berada lurus di depan.
2. Menjaga kedalaman pembajakan. Pada saat membajak, tanah akan terangkat ke atas, sehingga bajak akan terdorong ke bawah, dan bagian depan traktor akan terangkat. Operator harus menahan agar posisi traktor stabil. Untuk implemen yang baik, biasanya dilengkapi dengan peralatan yang dapat menahan bajak, sehingga kedalaman bisa dijaga, dan operator tidak perlu menahan. Biasanya di bagian depan traktor juga dilengkapi dengan pemberat untuk menyeimbangkan beban.
3. Mengangkat implemen, dengan mengangkat implemen, beban traktor akan berkurang. Selain itu juga dapat menjaga agar implemen tidak rusak.
(Ariesman, 2012).
2.3. Kapasitas Kerja Pengolahan Tanah
Kapasitas kerja suatu alat didefinisikan sebagai suatu kemampuan kerja suatu alat atau mesin memberikan hasil (hektar, kilogram, liter) per satuan waktu. Jadi kapasitas kerja pengolahan tanah adalah berapa hektar kemampuan suatu alat dalam mengolah tanah per satuan waktu, sehingga satuannya adalah hektar per jam atau jam per hektar atau hektar per jam per HP traktor (Suastawa dkk, 2000).
Kapasitas kerja suatu alat pengolahan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu(Ariesman, 2012):
1. Ukuran dan bentuk petakan : Ukuran dan atau bentuk petakan sangat mempengaruhi efisiensi kerja dari pengolahan tanah yang dilakukan dengan tenaga tarik hewan ataupun dengan traktor, namun pada pencangkulan pengaruhnya tidak begitu besar. Ukuran petakan yang sempit akan mempersulit beloknya hewan penarik atau traktor, sehingga efisiensi kerja dan kapasitas kerjanya rendah.
2. Topografi wilayah : meliputi keadaan permukaan tanah dalam wilayah secara keseluruhan, misalnya keadaan permukaan wilayah tersebut datar atau berbukit atau bergelombang. Keadaan ini diukur dengan tingkat kemiringan dari permukaan tanah yang dinyatakan dalam (%). Kemiringan yang baik untuk penggunaan tenaga hewan dan traktor dalam pengolahan tanah adalah sampai 3% (relatif datar). Kemirngan tanah yang lebih dari 3% yang masih bisa dikerjakan traktor adalah 3 sampai 8% dimana pengolahan tanahnya dilakukan dangan mengikuti garis ketinggian (contour farming system).
3. Keadaan traktor : apakah traktor masih baru atau sudah lama. Jadi menyangkut umur ekonomi traktor itu sendiri. Traktor yang sudah lama dipakai berarti umur ekonominya sudah habis atau malah sudah terlewatkan, sehingga sudah banyak bagian traktor yang sudah aus sehingga sering timbul kerusakan. Kerusakan–kerusakan akan menyangkut masalah waktu, tenaga serta biaya, sehingga pekerjaan tidak akan efisien lagi.
4. Keadaan vegetasi : permukaan tanah yang diolah juga dapat mempengaruhi efektivitas kerja dari bajak atau garu yang digunakan. Tumbuhan semak atau alang-alang memungkinkan kemacetan akibat penggumpalan pada alat karena tertarik atau tidak terpotong. Pengolahan tanah pada alang-alang atau bersemak akan lebih efektif bila digunakan bajak piringan atau garu piring, karena bajak atau garu ini memiliki konstruksi yang berupa piringan dan dapat berputar sehingga kecil kemungkinan untuk macet.
5. Keadaan tanah : meliputi sifat-sifat fisik tanah, yaitu keadaan basah (sawah), kering, berlempung, liat atau keras. Keadaan ini menentukan jenis alat dan tenaga penarik yang digunakan. Di samping itu juga mempengaruhi kapasitas kerja dari pengolahan tanah. Tanah yang basah memberikan tahanan tanah terhadap tenaga penarik relatif lebih rendah dibanding dengan tanah kering, akan tetapi pada tanah basah (sawah) memungkinkan terjadi slip yang lebih tinggi dibandingkan pada tanah kering.
6. Tingkat keterampilan operator: Operator yang berpengalaman dan terampil akan memberikan hasil kerja dan efisiensi kerja yang lebih baik dibanding operator yang belum terampil dan belum berpengalaman.
7. Pola pengolahan tanah : erat hubungannya dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan tanah. Pola pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk memperkecil sebanyak mungkin pengangkatan alat, karena pada waktu diangkat alat itu tidak bekerja. Pola pengolahan tanah yang banyak dikenal dan dilakukan adalah pola spiral, pola tepi, pola tengah dan pola alfa. Pola spiral yang paling banyak digunakan karena pembajakan dilakukan terus menerus tampa pengangkatan alat.
Kapasitas lapang suatu alat/mesin dibagi menjadi dua yaitu kapasitas lapang teoritis atau kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang tanah jika berjalan maju sepenuhnya, waktunya 100% dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum (100%) serta kapasitas lapang efektif yaitu rata-rata kerja dari alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan luas lahan yang diolah dengan waktu kerja total (Ariesman, 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas lapang yaitu (Darun dan Sumono , 1983):
1. Kinerja Lapang Alat Mesin Pertanian
a. Kapasitas lapang teoritis sebuah alat, merupakan kecepatan penggarapan lahan yang akan diperoleh seandainya mesin tersebut melakukan kerjanya memanfaatkan 100% waktunya, pada kecepatan maju teoritisnya dan selalu memenuhi 100% lebar kerja teoritisnya.
b. Waktu per hektar teoritis, merupakan waktu yang dibutuhkan pada kapasitas lapang teoritis tersebut.
c. Waktu kerja efektif, merupakan waktu sepanjang mana mesin secara aktual melakukan fungsi/kerjanya. Waktu kerja efektif per hektar akan lebih besar disbanding waktu kerja teoritik per hektar jika lebar kerja terpakai lebih kecil dari lebar kerja teoritisnya.
d. Kapasitas lapang efektif, suatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja teoritis mesin, presentase lebar teoritis yang secara aktual terpakai, kecepatan jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama pengerjaan. Dengan alat-alat semacam garu, penyiang lapang, pemotong rumput dan pemanen padu, secara praktis tidak mungkin untuk memanfaatkan lebar teoritisnya tanpa adanya tumpang tindih. Besarnya tumpang tindih yang diperlukan terutama merupakan fungsi dari kecepatan, kondisi tanah dan ketrampilan operator.
e. Efisiensi lapang, merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis, dinyatakan dalam persen. Efisiensi lapang melibatkan pengaruh waktu hilang di lapang dan ketakmampuan untuk memanfaatkan lebar teoritis mesin.
f. Efisiensi kinerja, merupakan suatu ukuran efektifitas fungsional suatu mesin, misalnya presentase perolehan produk bermanfaat dari penggunaan sebuah mesin pemanen.
2. Waktu Hilang untuk Belok
Belok di ujung suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Jumlah waktu belok per satuan luas untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 180o per putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 90o per putaran.
Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik, juga dipengaruhi oleh ketakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di headland, kekasaran daerah belok dan lebar alat. Waktu per belokan pada head-land halus rata-rata hampir 5% lebih besar pada pemanen atau penyiang 4 larik dibanding 2 larik. Perbedaannya ialah 20 – 25% pada head-land kasar. Alat yang lebih lebar, mendapatkan bahwa waktu per belokan rerata 40 – 50% lebih besar untuk penyiang dan penanam 6 larik dibanding 4 larik. Pengoprasian traktor saat melintasi ujung-ujung suatu lapang biasanya menghasilkan kehilangan waktu yang sering tak terhindarkan jika tanah yang luas dibagi-bagi ke dalam lapang-lapang yang pendek.
3. Waktu Hilang yang Sebanding dengan Luas
Saat pengolahan tanah dengan traktor ada beberapa waktu yang hilang, karena saat istirahat dan penyetelan atau pemeriksaan alat, biasanya cenderung sebanding dengan waktu kerja efektif (atau dengan waktu lapang total) jika kecepatan kerja atau lebar alat ditambah. Waktu per hektar untuk belok pulang-balik pada pengerjaan tanaman larik cenderung tetap konstan (atau turun cuma sedikit) jika kecepatan kerja dinaikkan, karena kecepatan biasanya dikurangi saat belok, kecuali jika kecepatan kerja normalnya memang telah rendah. Waktu hilang yang cenderung sebanding dengan luas menjadi makin penting bila lebar atau kecepatan alat dinaikkan, karena waktu hilang tersebut akan terhitung dengan presentase yang lebih besar dengan berkurangnya total waktu per hektar. Dengan demikian, mengganti penanam 4 larik dengan 6 larik pada kecepatan maju yang sama dapat menaikkan keluaran cuma 30% bukannya 50% (Assa dkk., 2014).
4. Waktu Hilang Berkenaan dengan Kehandalan Mesin
Peluang kerusakan alat, yang akan berakibat hilangnya waktu di lapang, adalah berbanding terbalik dengan kehandalan mesin. Kehandalan keberhasilan dapat didefinisikan sebagai peluang statistik berfungsinya suatu alat secara memuaskan pada kondisi tertentu sepanjang periode waktu tertentu.
Kehandalan pemakaian waktu pada mesin individual menjadi makin penting jika beberapa mesin atau beberapa bagian mesin digunakan secara gabungan. Untuk sebuah alat individual, waktu hilang sebesar 5 atau 10% karena kerusakan, penyetelan, pembetulan, penyumbatan/penggumpalan, atau berhenti yang lain berkaitan dengan mesin, umumnya tidak dianggap serius. Namun jika 4 satuan semacam itu, masing-masing dengan kehandalan pemakaian waktu 98%, digunakan secara berurutan, kehandalan pemakaian waktu keseluruhan gabungan waktu berurutan tersebut akan terkurangi sampai menjadi 66%. Kehandalan pemakaian waktu. Waktu hilang karena belok, istirahat, pengisian wadah benih atau pupuk, dan sebagainya, kira-kira akan tetap sama tak peduli berapa jumlah mesinnya, namun harus dimasukkan dalam penghitungan efisiensi lapang gabungan tersebut (Assa dkk., 2014).
Kapasitas kerja dapat dibedakan menjadi kapasitas efektif dan kapasitas teoritis. Kapasitas efektif merupakan waktu nyata yang diperlukan di lapangan dalam menyelesaikan suatu unit pekerjaan tertentu. Kapasitas teoritis adalah hasil kerja yang akan dicapai alat dan mesin bila seluruh waktu digunakan pada spesifikasi operasinya (Suastawa dkk, 2000).
Kapasitas lapang efektif suatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja teoritis mesin, persentase lebar teoritis yang secara aktual terpakai, kecepatan jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama pengerjaan. Kapasitas lapang teoritis (KLT) dapat dihitung dengan persamaan 2 berikut (Suastawa dkk, 2000).
Untuk menghitung kapasitas lapang pengolahan efektif (KLE) diperlukan data waktu kerja keseluruhan dari mulai bekerja hingga selesai (WK) dan luas tanah hasil pengolahan keseluruhan (L). Persamaan 3 yang digunakan untuk menghitung KLE adalah dengan rumus sebagai berikut (Suastawa dkk. 2000).
Kecepatan maju merupakan salah satu metode untuk meningkatkan kapasitas kerja alat pertanian yaitu dengan menambah kecepatan maju berarti meningkatkan kapasitas kerja alat pengolah tanah tanpa harus menambah berat dan jumlah unit tenaga penggerak yang membebani. Semakin dalam kedalaman olah tanah kecepatan kerjanya semakin rendah. Fenomena ini terjadi karena slip roda sangat tinggi pada waktu alat bekerja dan juga banyaknya gulma yang terpotong serta bongkahan tanah yang terolah besar, sehingga waktu untuk menempuh jarak yang ditentukan menjadi lama.
2.4 Efisiensi Pengolahan Tanah
Efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan dalam bentuk (%). Rumus yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pengolahan tanah adalah sesuai persamaan 4 berikut.
……………………………………………………………(4)
dimana :
KLE = kapasitas lapang efektif
KLT = kapasitas lapang teoritis
Ada dua jenis lahan yang dapat diolah menggunakan traktor roda dua yaitu lahan basah atau sawah dan lahan kering atau lahan yang biasa ditanami sayur-sayuran. Pada lahan sawah memerlukan tiga tahapan proses perlakuan dengan menggunakan implemen traktor roda dua hingga lahan siap untuk ditanami. Tahapan itu adalah pembajakan, pengglebekan, dan penggaruan. Sementara pada lahan kering hanya memerlukan dua tahapan yaitu pembajakan dan penggaruan atau pengglebekan tergantung jenis tanah pada lahan kering tersebut dan kebiasaan masyarakat sekitar.
2.5 Slip (Slippage)
Intensitas slip merupakan pengurangan kecepatan maju traktor karena beban operasi pada kondisi lapang. Slip roda yang terjadi pada roda traksi traktor dapat diketahui dari pengurangan kecepatan traktor pada saat operasi dengan beban dibandingkan dengan kecepatan teoritis. Slip roda traktor merupakan salah satu faktor pembatas bagi pengoperasian traktor-traktor pertanian. Slip akan selalu terjadi pada traktor baik pada saat menarik beban maupun saat tidak menarik beban.
Slip terjadi bila roda meneruskan gaya-gaya pada permukaan alas, pengukuran slip agak rumit akibat pengecilan jari-jari ban efektif statis maupun dinamis. Meningkatkan slip roda dapat menambah kemampuan traksi, gaya tarik traktor masih dapat ditambah dengan menaikkan slip hingga 30%, tetapi slip yang optimum pada operasi traktor adalah 10 -17% . Slip roda traksi merupakan selisih antara jarak tempuh traktor saat dikenai beban dengan jarak tempuh traktor tanpa beban pada putaran roda penggerak yang sama.
……………………………………………………………………(5)
dimana :
St = Slip roda traksi (%)
Sb = Jarak tempuh traktor saat diberi pembebanan dalam 5 putaran roda (m)
So = Jarak tempuh traktor tanpa beban dalam 5 putaran roda (m)
Besarnya slip dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut (Sembiring dkk, 1990) :
a. Beban pada roda traksi
b. Jenis, ukuran, dan kondisi roda traksi
c. Jenis dan kondisi tanah/landasan traksi
Slip pada roda dapat diperkecil dengan memperhatikan fakror-faktor sebagai berikut : (1) diameter roda (2) lebar roda (3) bentuk lempengan tapak, (4) sudut lempengan tapak terhadapat garis singgung roda dan sumbu roda (5) jarak antara lempengan. Efisiensi tenaga tarik yang tertinggi dalam mengolahan tanah adalah pada tingkat slip antara 15-25%. Pada tanah liat yang basah, tenaga terbesar untuk menarik mungkin dicapai pada slip sekitar 35% .
Tanah basah atau becek slip dapat terjadi sampai 60% dan hanya menghasilkan tanah sekitar 10-20%. Hal ini berarti banyak tenaga yang hilang untuk mengatasi tahanan gelinding dan slip roda serta hasil yang didapat berupa proses pelumpuran oleh roda. Dalam penggunaan traktor pada tanah liat basah atau lumpur, harus diperhatikan luas kotak permukaan roda dengan tanah untuk menaikkan tarikan. Makin luas permukaan, maka tarikan akan makin baik.
Kelengketan tanah pada sirip dari roda besi adalah salah satu hal yang dapat menyebabkan tingginya slip. Jika kelengketan tanah pada sirip sangat banyak akan menimbulkan roda besi ini ditutupi tanah, sehingga gaya angkat yang akan dihasilakan akan kecil dan menyebabkan tingginya slip roda.
2.6. Konsumsi Bahan Bakar
Konsumsi bahan bakar dinyatakan dalam liter/jam, konsumsi bahan bakar tergantung pada ukuran traktor dan beban, semakin berat beban yang ditarik maka semakin besar tenaga yang dibutuhkan dan semakin besar pula konsumsi bahan bakarnya. Perhitungan konsumsi bahan bakar dari traktor dilakukan dengan mengukur volume bahan bakar yang dipakai dalam pengolahan tanah yaitu dengan memberi tanda atau mengisi penuh tangki bahan bakar, kemudian menambah kembali bahan bakar sampai tanda yang telah dibuat.
0.33 = efisiensi panas bahan bakar maksimum motor diesel
SFC = konsumsi bahan bakar spesifik, kg/hp.jam, atau liter/hp.jam
(Hernandi, 2009).
2.7. Biaya Pengoprasian
Biaya tersebut terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan usaha dalam jumlah yang cukup besar. Biaya pengoprasian merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan meliputi biaya bahan baku, upah tenaga kerja langsung, dan pemeliharaan (Yulia dkk., 2013).
Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap (fixed cost) adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu. Komponen biaya tetap meliputi penyusutan, biaya pajak alat/mesin pertanian, biaya bunga modal, dan biaya garasi. Biaya jenis ini selamanya sama atau tidak berubah dalam hubungannya dengan jumlah satuan yang diproduksi. Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang dikeluarkan pada saat alat/mesin beroperasi yang besarnya tergantung dari jumlah jam kerjanya. Komponen biaya tidak tetap meliputi biaya bahan bakar, biaya pelumas, biaya perbaikan dan pemeliharaan, dan biaya operator (Yulia dkk., 2013).
Menurut Santoso et al. (2005), biaya pokok pengolahan tanah dengan traktor adalah besarnya biaya untuk mengolah satu satuan luas lahan hasil olahan, dengan satuan Rp / ha. Adapun rumus biaya tetapan tidak tetap sebagai berikut :
a. Biaya Tetap
1) Penyusutan dihitung dengan menggunakan Persamaan :
……………………………..(7) Dimana :
D = Biaya penyusutan (Rp/tahun)
P = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp)
S = Perkiraan harga jual setelah pemakaian (Rp)
n = Umur ekonomis (tahun)
2) Biaya bunga modal dihitung dengan Persamaan :
……………
I = Total bunga modal dan asuransi (Rp/tahun)
i = Suku bunga bank (%/tahun)
P = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp)
n = Umur ekonomis (tahun)
3) Biaya pajak alat/mesin peratanian dihitung menggunakan Persamaan
T = 2%(P)
T = Total biaya pajak (Rp/tahun)
P = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp)
4) Biaya garasi dihitung menggunakan Persamaan berikut :
G = 1%(P)
G = Biaya garasi (Rp/tahun)
P = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp)
b. Biaya tidak tetap
1) Biaya bahan bakar dihitung menggunakan Persamaan berikut :
BBB = vp/HP/jam(DM)(hb)
BBB = Biaya bahan bakar (Rp/jam)
vp = Volume pemakaian bahan bakar (liter)
DM = Daya yang dikeluarkan oleh mesin pertanian (HP)
Hb = Harga bahan bakar (Rp/liter)
2) Biaya pelumas dihitung menggunakan Persamaan berikut :
Bp = Biaya pelumas (Rp/jam)
Ktp = Kapasitas tangki pelumas (liter)
DM = Daya yang dikeluarkan oleh mesin pertanian (HP)
hp = Harga pelumas (Rp/liter)
3) Biaya perbaikan dan pemeliharaan dihitung menggunakan Persamaan
• Mesin per jam
MP = Biaya mesin perjam (Rp/jam)
P = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp)
• Peralatan per jam
PP = Biaya peratalan perjam (Rp/jam)
P = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp)
S = Perkiraan harga jual setelah pemakaian (Rp)
4) Biaya operator dihitung menggunakan Persamaan berikut :
BO = JO x UP x JH
BO = Biaya operator (Rp/jam)
JO = Jumlah Operator (Orang/hari)
UP = Upah Operator (Rp/orang)
JH = Jam kerja (jam/hari)
DAFTAR PUSTAKA
Ariesman, M. 2012. Mempelajari Pola Pengolahan Tanah Pada Lahan Kering Menggunakan Traktor Tangan Dengan Bajak Rotari. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Assa, G., Rantung R., Molenaar R., dan Ludong D., 2014. Uji Teknis Traktor Kubota Tipe M9540 Pada Pengolahan Lahan Kering Di Kelurahan Wailan, Kota Tomohon. Jurnal Unsrat 5(4): 1-12.
Dahono. 1997. Pengolahan Tanah Dengan Traktor Tangan, Bagian Proyek Pendidikan Kejuruan Teknik IV, Jakarta.
Darun, S., Matondang, Sumono. 1983. Pengantar Alat dan Mesin-Mesin Perkebunan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Daywin, Frans Jusuf, dkk. 2008. Mesin-Mesin Budidaya Pertanian Lahan Kering. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor.
Gunawan S., Lukman A., dan Rohanah. 2015. Studi Banding Kinerja Pengolahan Tanah Pola Tepi Dan Pola Alfa Pada Lahan Sawah Menggunakan Traktor Tangan Bajak Rotari Di Kecamatan Pangkalan Susu. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian 3( 4); 512-517.
Hernandi . 2009. Kinerja Mesin Pengolahan Tanah Pada Budidaya Tebu Lahan Kering Di Pg Pesantren Baru, Kediri. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Santosa, A. Dan V.Veronica. 2005. Kinerja Traktor Tangan Untuk Pengolahan Tanah. Staf Pengajar Universitas Andalas. Padang.
Suastawa, I. N., W. Hermawan, dan E. N. Sembiring. 2000. Konstruksi dan Pengukuran Kinerja Traktor Pertanian. Teknik Pertanian. Fateta.IPB. Bogor.
Yulia, U. M., Igbal., dan Daniel. 2013. Uji Kinerja dan Analisis Ekonomi Traktor Roda 4 Model AT 6504 dengan Bajak Piring (Disk Plow) pada Lahan Kering . Makalah seminar hasil penelitian Prodi Keteknikan Pertanian Unhas.Makassar.
Pengolahan tanah dapat
dipandang sebagai suatu usaha manusia untuk merubah sifat-sifat yang dimiliki
oleh tanah sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki oleh manusia. Di dalam
usaha pertanian, pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan
kondisi fisik; khemis dan biologis tanah yang lebih baik sampai kedalaman
tertentu agar sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Di samping itu pengolahan tanah
bertujuan pula untuk : membunuh gulma dan tanaman yang tidak diinginkan;
menempatkan seresah atau sisa-sisa tanaman pada tempat yang sesuai agar
dekomposisi dapat berjalan dengan baik; menurunkan laju erosi; meratakan tanah
untuk memudahkan pekerjaan di lapangan; mempersatukan/pupuk dengan tanah; serta
mempersiapkan tanah untuk mempermudah dalam pengaturan air (Rizaldi, 2006).
Kapasitas kerja suatu alat adalah kemampuan kerja
suatu alat atau mesin memberikan hasil (hektar, kilogram, liter) per satuan
waktu. Kapasitas kerja suatu alat pengolahan tanah dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu : ukuran dan bentuk petakan, topografi wilayah, keadaan traktor,
keadaan vegetasi, keadaan tanah, tingkat keterampilan operator, dan pola
pengolahan tanah. Kapasitas lapang suatu alat/mesin dibagi menjadi dua yaitu
kapasitas lapang teoritis yaitu kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang
tanah jika berjalan maju sepenuhnya, waktunya 100% dan alat tersebut bekerja
dalam lebar maksimum (100%) serta kapasitas lapang efektif yaitu rata-rata
kerja dari alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan luas
lahan yang diolah dengan waktu kerja total.
Waktu kerja efektif, merupakan waktu sepanjang mana
mesin secara aktual melakukan fungsi/kerjanya. Waktu kerja efektif per hektar
akan lebih besar dibanding waktu kerja teoritik per hektar jika lebar kerja
terpakai lebih kecil dari lebar kerja teoritisnya. Kapasitas lapang efektif, suatu
alat merupakan fungsi dari lebar kerja teoritis mesin, presentase lebar
teoritis yang secara aktual terpakai, kecepatan jalan dan besarnya kehilangan
waktu lapang selama pengerjaan. Efisiensi lapang, merupakan perbandingan antara
kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis, dinyatakan dalam
persen. Efisiensi lapang melibatkan pengaruh waktu hilang di lapang dan
ketakmampuan untuk memanfaatkan lebar teoritis mesin.
Pada pengolahan tanah selalu terdapat perbedaan
kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang aktual. Hal ini dapat disebabkan
karena; slip, belok, seresah/rumput, konsistensi tanah, pola pembajakan, waktu
untuk memperbaiki traktor, keahlian operator, dll. Dalam bidang teknik
pertanian dan biosistem (TPB), pemahaman terhadap ini, sangatlah dibutuhkan,
misalnya untuk menguji kinerja traktor, mengukur kapasitas lapang, melakukan
analisis kelayakan ekomomi, dll. Oleh karena itu, dilakukan praktikum
pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja lapang, agar praktikan dapat
mempelajari kinerja alat mesin pengolah tanah mekanis ditinjau dari aspek
operasional, kerekayasaan, dan ekonominya. Praktikum ini dilakukan dengan
menggunakan traktor roda 4, bajak singkal untuk mengolah tanah dengan tipe
pengolahan tepi.
Tujuan
Praktikum pengukuran kapasitas dan efisiensi kerja
lapang ini, bertujuan untuk mempelajari kinerja (performance) alat dan mesin pengolah tanah secara mekanis ditinjau
dari aspek teknik kerekayasaan, teknik operasional, dan aspek
ekonominya.
Manfaat
Manfaat dilakukannya praktikum pengukuran kapasitas
dan efisiensi kerja lapang ini adalah agar mahasiswa teknik pertanian dan
biosistem (TPB) FTP UGM, dapat memahami cara/teknik pengukuran kapasitas dan
efisiensi kerja lapang dari alat dan mesin pertanian, dapat memberikan evaluasi
dari hasil pengujian yang dilakukan, dan dapat melakukan analisis kelayakan
ekonomi dari suatu alat dan mesin pertanian, serta dapat mempraktikkannnya
ketika kerja nanti.