Acara 1 Pengamatan Profil Dan Pengambilan Sampel Tanah : Bab 2 Tinjauan Pustaka

Posted by andi telaumbanua on Jan 14, 2019 in TAnah |

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah dan Proses Pembentukannya

Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran sebagai penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan hara ke akar tanaman; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (baik berupa senyawa organik maupun anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial, seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologis berfungsi sebagai habitat dari organisme tanah yang turut berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif bagi tanaman; yang ketiganya (fisik, kimiawi, dan biologi) secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman sayur-sayuran, tanaman hortikultura, tanaman obat-obatan, tanaman perkebunan, dan tanaman kehutanan (Fitriani dkk., 2018).

Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang menempati sebagian besar permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula (Darmawijaya, 1990). Dari definisi tersebut Darmawijaya (1990) mengatakan bahwa terdapat lima faktor yang berpengaruh dalam pembentukan tanah, yaitu iklim, jasad hidup, bahan induk, relief, dan waktu. Peranan dari masing-masing faktor pembentuk tanah tersebut antara lain :

  1. Bahan induk (bahan asal) : bahan asal yang nantinya akan terbentuk tanah, dapat berupa mineral, batuan, dan bahan organik (sisa-sisa bahan organik/zat organik yang telah mati).
  2. Iklim : unsur iklim yang berperan dalam proses pembentukan tanah adalah temperatur udara dan curah hujan.
  3. Temperatur udara: dalam proses pembentukan tanah (pelapukan), fluktuasi harian dari temperatur udara mempunyai peranan penting dalam proses desintegrasi. Semakin besar fluktuasi temperatur harian semakin cepat proses desintegrasi berlangsung. Temperatur udara mempengaruhi besarnya evapotranspirasi sehingga mempengaruhi pula gerakan air dalam tanah,  temperatur juga berpengaruh terhadap reaksi kimia dalam tanah dan aktivitas bakteri pembusuk.
  4. Curah hujan : aktivitas hujan berpengaruh dimulai dari adanya tetesan air hujan yang mampu mengkikis batuan (bahan yang lain) yang ada di permukaan tanah. Di samping itu adanya air hujan yang meresap ke dalam tanah akan mempercepat berbagai reksi kimia yang ada dalam tanah, sehingga mempercepat proses pembentukan tanah.
  5. Organisme : semua makhluk hidup, baik selama masih hidup maupun setelah mati mempunyai pengaruh dalam pembentukan tanah. Akar-akar vegetasi mampu dalam melakukan pelapukan fisik karena tekanannya dan mampu melakukan pelapukan kimia karena unsur-unsur kimia yang dikeluarkan oleh akar, sehingga tanah-tanah di sekitar akar akan banyak mengandung bikarbonat. Di samping itu vegetasi yang telah mati akan menjadi bahan induk terbentuknya tanah, terutama tanah-tanah organik (humus).
  6.  Relief/topografi : berpengaruh dalam mempercepat atau memperlambat proses pembentukan tanah, pada daerah yang mempunyai relief miring proses erosi tanah lebih intensif sehingga tanah yang terbentuk di lereng seperti terhambat. Sedangkan pada daerah datar aliran air permukaan lambat, erosi kecil, sehingga proses pembentukan tanah lebih cepat.
  7. Waktu : lama waktu pembentukan tanah terutama tergantung dari bahan induk dan iklim, batuan yang keras lebih sulit terbentuk tanah daripada batuan yang lunak. Demikian juga iklim di daerah tropis akan lebih mudah dalam proses pembentukan tanah daripada iklim di daerah sedang atau arid. Oleh karena itu tanah-tanah di daerah tropis biasanya lebih tebal dibandingkan dengan tempat lainnya.

Pelapukan merupakan proses hancurnya/lapuknya batuan dari ukuran besar menjadi lebih kecil. Faktor penyebab utama pelapukan adalah iklim. Unsur iklim yang paling berperan adalah temperatur udara dan curah hujan. Pelapukan dapat terjadi dengan tanpa adanya perubahan susunan kimia bahan asal (desintegrasi), tetapi dapat juga terjadi perubahan kimia dari bahan asal dan bahan yang terbentuk (dekomposisi) (Ekosari, 2011).

a. Desintegrasi : dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  1. Desintegrasi akibat temperatur : Fluktuasi temperatur udara harian merupakan faktor utama terjadinya desintegrasi. Adanya suhu yang panas pada siang hari dan dingin pada malam hari menyebabkan proses pengembangan dan pengkerutan berjalan intensif, sehingga batuan mudah lapuk.
  2. Desintegrasi oleh air : air mempunyai peranan dalam proses desintegrasi mulai dari adanya tetesan air hujan sampai dengan aliran permukaan. Tetesan air hujan dalam waktu yang lama jika mengenai batuan dapat menyebabkan lapisan batuan paling atas mengalami pengelupasan sedikit demi sedikit. Sedangkan adanya aliran air permukaan yang membawa sedimen dapat menyebabkan terjadinya proses pengikisan batuan.
  3. Desintegrasi akibat angin : di daerah tropis, desintegrasi yang diakibatkan oleh aktivitas angin sangat kecil, namun di daerah arid atau gurun angin mempunyai peranan yang cukup besar. Kecepatan angin yang tinggi di daerah gurun dapat menerbangkan pasir-pasir dan menggerus batuan sehingga banyak batuan yang bentuknya seperti jamur (Ekosari, 2011).

b. Dekomposisi

Pelapukan kimia adalah pecahnya batuan dari ukuran besar menjadi lebih kecil dengan terjadi perubahan susunan kimia. Syarat berlangsungnya pelapukan kimia ialah adanya air. Oleh karena itu di daerah humid pada umumnya proses dekomposisi lebih dominan dibandingkan dengan proses desintegrasi. Pelapukan kimia akan menyebabkan mineral terlarut dan mengubah strukturnya sehingga mudah terfragmentasi. Tanah yang dihasilkan oleh adanya dekomposisi sangat berbeda dengan susunan kimia bahan induknya. Pada dasarnya proses dekomposisi dapat disebabkan oleh aktivitas tumbuh-tumbuhan, hewan dan bahan yang terlarut (Ekosari, 2011).

  1. Dekomposisi oleh tumbuh-tumbuhan : akar tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi mempunyai peranan yang kuat dalam proses dekomposisi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kandungan bikarbonat pada tanah di sekitar akar. Kandungan bikarbonat ini akan memicu terjadinya pelapukan batuan.
  2. Dekomposisi oleh hewan : adanya hewan-hewan yang membuat lubang dalam tanah menyebabkan air hujan lebih banyak masuk ke dalam tanah sehingga membantu proses dekomposisi.
  3. Dekomposisi oleh air larutan : pada umumnya air yang ada di bumi ini mengandung mineral-mineral tertentu. Air yang mendekati murni adalah air hujan. Pada prinsipnya air berperan sebagai katalisator dalam berbagai reaksi kimia di dalam tanah. Peranan air tersebut antara lain dalam proses: solution, hidrolisis, karbonatasi, reduksi – oksidasi , hidratasi

2.2. Profil Tanah dan Horizon

Horizon tanah adalah lapisan-lapisan tanah yang terbentuk karena hasil proses pembentukan tanah. Proses pembentukan horizon-horizon tanah tersebut akan menghasilkan tanah. Penampang tegak dari tanah menunjukkan susunan horizon tanah yang disebut profil tanah. Dalam pembuatan profil tanah di lapangan, terdapat tiga syarat yang harus diperhatikan yaitu: vertikal, baru, dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Profil tanah yang sempurna berturut-turut dari atas ke bawah memiliki horizon O, A,E, B,C, dan R (Sutanto, 2005).

Setiap horizon tanah memiliki ciri-ciri morfologi, sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi yang khas. Menurut Sutanto (2005), secara umum horizon tanah dibedakan menjadi beberapa lapisan utama, yaitu sebagai berikut:

  1. Horizon O: Jenis ini terdiri dari berbagai material organik seperti sisa dedaunan serta bangkai hewan maupun tumbuhan. Horizon O ini biasanya terdapat di permukaan tanah paling atas tapi juga dapat terkubur.
  2. Horizon A: Jenis ini terdiri dari topsoil yaitu materi organik berwarna gelap yang bercampur dengan butiran mineral akibat aktivitas organisme. Pada partikel yang lebih halus akan mudah larut dan terbawa ke lapisan bawah.
  3. Horizon E: Jenis ini terdiri dari lapisan di bawah permukaan yang telah kehilangan sebagian besar kandungan mineralnya. Pada lapisan jenis ini sering melekat pada jenis Horizon A atau menggantikan lapisan tersebut.
  4. Horizon B: Jenis ini terdiri dari partikel dan liat yang tercuci oleh Horizon E yang terakumulasi. Pada lapisan ini hanya terdapat sedikit material organik.
  5. Horizon C: Jenis ini merupakan lapisan tanah paling bawah yang terdiri dari bahan induk tanah seperti batuan dasar atau sedimen yang belum padat.
  6. Horizon D atau R: Jenis ini menjadi dasar tanah yang terdiri dari batuan yang sangat padat, pejal dan belum mengalami pelapukan.

Pembentukan horizon tanah meliputi:

  1. Horizon organik : lapisan tanah yang sebagian besar terdiri dari bahan organik, baik masih segar maupun sudah membusuk, terbentuk paling atas di atas horizon mineral.
  2. Horizon mineral : lapisan tanah yang sebagian besar mengandung mineral, terbentuk pada horizon A dan B, di atas sedikit horizon C. Horizon ini memiliki ciri sebagai berikut: akumulasi basa, lempung besi, aluminium, dan bahan organik, terdapat residu lempung karena larutnya karbonat dan garam-garam, hasil perubahan (alterasi) dari bahan asalnya, berwarna kelam, teksturnya berat dan strukturnya lebih rapat.
  3. Regolith : lapisan batuan yang cukup besar yang terbentuk oleh pelapukan batuan induk, sementasi, gleisasi, sedimentasi, dan sebagainya.

2.3. Pengambilan Sampel Tanah

Menurut Pusat penelitian tanah dan agroklimat (2004), mengatakan bahwa pengambilan contoh tanah dimaksudkan untuk memperoleh data karakteristik tanah yang tidak dapat diperoleh langsung dari pengamatan lapangan. Lokasi pengambilan contoh tanah harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat mewakili areal yang diambil contoh tanahnya. Berdasarkan cara pemilihan lokasi pengambilan contoh tanah, dihasilkan beberapa macam contoh tanah, antara lain:

  1. Contoh terduga (Judgement Sample)

Satu atau lebih contoh tanah yang diambil dipilih berdasarkan satuan pemetaan yang ditemui pada areal survei. Lokasi pengambilan contoh tanah ditentukan secara subyektif sehingga agak bias. Tingkat kepercayaan data yang diperoleh bisa tinggi bisa rendah tergantung dari tingkat pengalaman (keahlian) si pengambil contoh.

  • Contoh acak (Random Sample)

Contoh tanah diambil sedemikian rupa sehingga setiap tanah di dalam daerah survei mempunyai kesempatan yang sama. Pemilihan lokasi dilakukan dengan menggunakan tabel bilangan random. Satu pasangan angka random yang diperlukan untuk pemilihan lokasi contoh berdasarkan atas sistem koordinat.

  • Contoh acak bertingkat (Stratified Random Sample)

Pengelompokkan populasi dari yang heterogen ke strata homogen adalah suatu cara yang paling efektif untuk dapat meningkatkan akurasi pengambilan contoh. Hal ini berarti dapat meningkatkan akurasi atau mengurangi jumlah contoh tanah yang diperlukan apabila kita dapat mengelompokkan areal survei ke dalam areal yang seragam. Pemilihan lokasi pada masing-masing satuan pemetaan ditentukan dengan bilangan random.

  • Contoh sistematik (Systematic Sample)

Lokasi pengambilan contoh tanah dengan cara ini ditentukan dengan sistim Grid yaitu berjarak sama pada kedua arah. Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan praktis terutama bagi tenaga yang kurang terampil.

Penetapan sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium memerlukan tiga macam contoh tanah yaitu :

  1. Contoh Tanah Utuh (Undisturbed Soil Sample) untuk penetapan bobot isi (bulk density), susunan pori tanah, pF, dan permeabilitas tanah. Tanah utuh merupakan contoh tanah yang diambil dari lapisan tanah tertentu dalam keadaan tidak terganggu, sehingga kondisinya hampir menyamai kondisi di lapangan. Contoh tanah tersebut digunakan untuk penetapan angka berat volume (berat isi, bulk density), distribusi pori pada berbagai tekanan (pF 1, pF 2, pF 2,54, dan pF 4,2 dan permeabilitas.

Gambar 2.1.  contoh tanah utuh

  • Contoh tanah terganggu lebih dikenal sebagai contoh tanah biasa (disturbed soil sample), merupakan contoh tanah yang diambil dengan menggunakan cangkul, sekop atau bor tanah dari kedalaman tertentu sebanyak 1-2 kg. Contoh tanah terganggu digunakan untuk keperluan analisis kandungan air, tekstur tanah, perkolasi, batas cair, batas plastis, batas kerut, dan lain-lain.

Gambar 4.2. contoh tanah tidak utuh

  • Contoh Tanah Agregat Utuh (Undisturbed Soil Agregat) untuk penetapan stabilitas agregat, berupa bongkahan alami yang kokoh dan tidak mudah pecah. Contoh tanah ini diperuntukkan bagi analisis indeks kestabilitas agregat (IKA). Contoh diambil menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm. Bongkahan tanah dimasukkan ke dalam boks yang terbuat dari kotak seng, kotak kayu atau kantong plastik tebal. Dalam mengangkut contoh tanah yang dimasukkan ke dalam kantong plastik harus hati-hati, agar bongkahan tanah tidak hancur di perjalanan, dengan cara dimasukkan ke dalam peti kayu atau kardus yang kokoh.

Gambar 4.3 contoh tanah agregat utuh

 (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • Sifat-Sifat Tanah
    • Sifat Fisik Tanah
  • Tekstur

Ukuran relatif  partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur, yang mengacu pada kehalusan atau kekasaran tanah. Lebih khasnya, tekstur adalah perbandingan relatif pasir, debu, dan tanah liat. Laju dan berapa jauh berbagai reaksi fisika dan kimia penting dalam pertumbuhan tanaman diatur oleh tekstur karena tekstur ini menentukan jumlah permukaan tempat terjadinya reaksi (Rayes, 2012).

Menurut Rayes (2012), tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara manual yaitu dengan memijit tanah basah di antara jari jempol dengan jari telunjuk, sambil dirasakan halus kasarnya yang meliputi rasa keberadaan butir-butir pasir, debu dan liat, dengan cara sebagai berikut:

  1. Pasir : apabila rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola dan gulungan.
  2. Pasir berlempung : apabila rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, dan dapat dibentuk bola tetapi mudah sekali hancur.
  3. Lempung berpasir : apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah hancur.
  4. Lempung : apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat.
  5. Lempung berdebu : apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan dengan permukaan mengkilat.
  6. Debu : apabila terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan dapat digulung dengan permukaan mengkilat.
  7. Lempung berliat : apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan yang agak mudah hancur.
  8. Lempung liat berpasir : apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur.
  9. Lempung liat berdebu : apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat.
  10. Liat berpasir : apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan.
  11. Berdebu : apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan.
  12. Liat : apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan mudah dibuat gulungan.
  • Struktur

Struktur tanah adalah pengelompokan/pengaturan partikel tanah kedalam agregat atau kumpulan yang mantap. Struktur yang baik ditandai dengan penetrasi air menjadi lebih baik, kemampuan tanah memegang air tinggi, mudah untuk digarap, mudah ditembus akar, air dapat mengalir dengan baik, tersedianya nutrisi dan internal drainasenya bagus. Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpulan kecil dari tanah akibat melekatnya butir-butir tanah satu sama lain (Sutanto, 2005). Struktur tanah menurut Sutanto (2005) dikelompokkan dalam 6 bentuk yaitu :

  1. Granular, yaitu struktur tanah yang berbentuk granul, bulat dan porous, struktur ini terdapat pada horison A.
  2. Gumpal (blocky), yaitu struktur tanah yang berbentuk gumpal membuat dan gumpal bersudut, bentuknya menyerupai kubus dengan sudut-sudut membulat untuk gumpal membulat dan bersudut tajam untuk gumpal bersudut, dengan sumbu horisontal setara dengan sumbu vertikal, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim basah.
  3. Prisma (prismatik), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertikal lebih besar daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya rata, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim kering.
  4. Tiang (columnar), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya membulot, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim kering.
  5. Lempeng (platy), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertikal lebih kecil daripada sumbu horizontal, struktur ini ditemukan di horison A2 atau pada lapisan padas liat.
  6. Remah (single grain), yaitu struktur tanah dengan bentuk bulat dan sangat porous, struktur ini terdapat pada horizon A.
  • Konsistensi

Konsistensi tanah merupakan kekuatan daya kohesi butir – butir tanah atau daya adhesi butir – butir tanah dengan benda ain. Hal ini ditunjukan oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Tanah yang memilki konsistensi yang baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Oleh karena tanah dapat ditemukan dalam keadaan lembab, basah atau kering maka penyifatan konsistensi tanah harus disesuaikan dengan keadaan tanah tersebut (Rahayu dkk., 2014). Konsistensi tanah dapat dibedakan antara lain:

  1. Konsistensi basah
    1. tidak lekat
    1. agak lekat
    1. lekat sangat
    1. lekat
  2. Konsistensi lembab
  3. Lepas-lepas
  4. Sangat gembur
  5. Gembur
  6. Teguh
  7. Sangat teguh
  8. Luar biasa teguh
  9. Konsistensi kering
  10. Lepas-lepas
  11. Lunak
  12. Agak keras
  13. Keras
  14. Sangat keras
  15. Luar biasa keras
  16. Porositas

Porositas adalah total pori dalam tanah yaitu ruang dalam tanah yang ditempati oleh air dan udara. Pada keadaan basah seluruh pori baik makro, meso, maupun mikro terisi oleh air, pada keadaan kering pori makro dan sebagian pori meso terisi oleh udara. Porositas perlu diketahui karena merupakan gambaran aerasi dan drainase tanah Pori tanah adalah ruang antara butiran padat tanah yang pada umumnya pori kasar ditempati udara dan pori kecil ditempati air, kecuali bila tanah kurang. Porositas tanah adalah persentase volume tanah yang ditempati butiran padat (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • Suhu

Suhu tanah demikian berpengaruh pada tanaman, pengukuran biasanya dilakukan pada kedalam 5 cm, 10 cm, 20 cm, 50 cm dan 100cm. Pengaruh suhu tanah terhadap tanaman yaitu pada perkecambahan biji, pada aktivasi mikroorganisme, dan perkembangan penyakit tanaman. Faktor pengaruh suhu tanah yaitu faktor luar (eksternal) dan faktor dalam (internal). Faktor eksternal yaitu radiasi matahari keawanan,curah hujan, angin dan kelembapan udara sedangkan faktor internal yaitu tekstur tanah, struktur dan kadar air tanah, kandungan bahan organik dan warna tanah (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • Warna tanah

Warna tanah yang sering kita jumpai adalah warna kuning, merah, coklat, putih, dan hitam serta warna-warna tanah di antara warna-warna tersebut, sedangkan yang berwarna hijau dan lembayung jarang sekali ditemui. Warna tanah itu tidak murni, dalam suatu warna coklat misalnya, di sana sini sering terdapat tambahan berupa kumpulan titik dan corengan merah, kuning, atau warna gelap (hitam). Warna coklat merupakan warna dasar, sedangkan warna merah, kuning, ataupun hitam merupakan warna noda atau warna bercak. Warna tanah sangat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya kadar bahan organic, kadar mineral, kadar lengas, dan tingkat drainase tanah. Tanah dengan kadar bahan organic tinggi ditandai oleh warna tanah gelap (Ulfiyah. 2009).

Dalam Darmawidjaya (1980), Ulfiyah mengaatkan bahwa warna tanah dapat menunjukkan : (a) jenis dan kadar bahan organik, (b) keadaan pengatusan dan aerasi tanah yang berhubungan dengan hidratasi, oksidasi dan proses pencucian, (c) tingkat perkembangan tanah, (d) kadar air tanah termasuk pula dalamnya permukaan air tanah, dan atau (e) adanya bahan bahan tetentu. Warna tanah dipengaruhi oleh empat jenis bahan, yaitu senyawa-senyawa besi, senyawa mangan dan magnesium, kuarsa dan feldspar, dan bahan organik. Berdasarkan Munsell Soil Color Chart,yang berupa buku yang berupa diagram warna baku yang tersusun atas 3 variabel yaitu:

  1. Hue : warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya.
  2. Value: menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan.
  3. Chroma : menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefiniskan juga sebagai gradasi kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral (0) ke warna lainnya.

(Ulfiyah. 2009).

2.2.2    Sifat Kimia Tanah

  1. Derajat Kemasaman Tanah (pH)

pH tanah adalah satuan derajat yang dipergunakan untuk menentukan tingkat keasaman atau kebasaan terhadap tanah. pH tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung berupa ion hidrogen sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu tersedianya unsur-unsur hara tertentu dan adanya unsur beracun. Kisaran pH tanah mineral biasanya antara 3,5–10 atau lebih. Sebaliknya untuk tanah gembur, pH tanah dapat kurang dari 3,0. Alkalis dapat menunjukkan pH lebih dari 3,6. Kebanyakan pH tanah toleran pada yang ekstrim rendah atau tinggi, asalkan tanah mempunyai persediaan hara yang cukup bagi pertumbuhan suatu tanaman (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • C-Organik

Bahan organik tanah merupakan hasil perombakan dan penyusunan yang dilakukan jasad renik tanah, senyawa penyusunnya adalah tidak jauh berbeda dengan senyawa aslinya, yang tentunya dalam hal ini ada berbagai tambahan bahan seperti glukosamin (hasil metabolis jasad renik) Sifat fisika yang dipengaruhi bahan organik adalah kemantapan agregat tanah, dan selain itu sebagai penyedia unsur-unsur hara, tenaga maupun komponen pembentuk tubuh jasad dalam tanah (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

  • N-Total

Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein. Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah (bahan organik halus dan bahan organik kasar), pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, pupuk, dan air hujan (Pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2004).

No Deskripsi Profil Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3 Lapisan 4 Lapisan 5
1 25 24 23 15
2 Nature Lower Boundary bergelombang bergelombang bergelombang bergelombang bergelombang
3 Kedalaman Horizon (cm) 0 – 25 25-49 49-72 72-87 >87
4 Karakteristik Horizon          
5 Kelembapan Sangat kering kering agak basah basah basah
6 Bahan Organik  ada sedikit  Sangat sedikit   Sangat sedikit  Sangat sedikit
7 Warna 7,5 YR 5/6 (strong brown) 10 YR 5/6 (yellowish brown)      
8 Tekstur lempung liat berdebu lempung berliat      
9 Konsistensi kering: keras lembap: lepas lepas basah: agak kuat kering: keras      
lembap: teguh
basah: lekat
10 Struktur blocky granular      
11 Pori Sangat banyak banyak banyak  sedikit  Lebih sedikit 
12 Akar ada ada ada ada ada
13 Aktivitas Biologis Sangat banyak banyak sedikit sedikit Sangat sedikit
14 Keberadaan Garam tidak ada tidak ada      
15 pH 5 6.6      

BAB 3

METODOLOGI

3.1. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini  antara lain: aquadest untuk membasahi massa tanah, sampel tanah sebagai objek yang diamati, kantong plastik untuk tempat sampel tanah terusik, karet gelang untuk mengikat kantong plastik, kertas label untuk memberi tanda pada sampel tanah, munsell soil color chart pedoman penentuan warna tanah, kertas formulir untuk mengisi data sampel tanah yang diamati, buku petunjuk praktikum, dan alat tulis.

Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain: cangkul dan sekop untuk mengambil sampel tanah terusik, GPS(Global Positioning system) untuk menentukan posisi koordinat, palu geologi untuk memasukkan ring sampler, pisau belati untuk menandai batas lapisan tanah, sekop tanah untuk membantu mengelurkan ring sampler, ring sampler tempat sampel tanah tak terusik, rol meter untuk mengukur ketebalan lapisan tanah, balok kayu, kaca pembesar (lup) untuk mengamati bentuk partikel tanah, dan pH stick untuk mengukur pH.

3.2. Cara Kerja

1. Pengamatan dan Deskripsi Profil Tanah

Untuk mengetahui perbedaan batas lapisan pada profil tanah yang telah tersedia di lapangan, dilakukan dengan tanah ditusuk-tusuk dengan pisau belati dan sekop tanah sambil dirasakan kekerasan tanah sebagai parameter pembeda antar lapisan. Setelah diketahui adanya horizon yang berbeda, lalu diukur ketebalan dan kedalaman  antar lapisan dengan rol meter. Kemudian horizon satu dengan horizon yang lainnya diamati nature lower boundary, kelembaban, kandungan bahan organik, warna, motel, pori, perakaran, aktivitas biologis, konkresi , rockiness dan stoniness. Lalu, disekitar profil tanah diamati vegetasi tanaman yang ada, pengaruh manusia, overwashed, erosi, banjir, dan drainase hasilnya dicatat di kertas tabel pengamatan

2. Pengambilan Sampel Tanah

a. Sampel tanah terusik

Permukaan tanah dibersihkan dari seresah dan akar tanama, lalu tanah diambil dengan pisau belati dan sekop tanah pada lapisan 1, satu kantong plastik dan pada lapisan kedua diambil 1 kantong plasik. Kemudian diberi kertas label dengan keterangan jenis lapisan, hari, dan kelopok. Lalu kertas label, dimasukkan kedalam kantong plastik tadi dan diikat dengan karet gelang.

b. Sampel tanah tak terusik

Untuk pengambilan sampel tanah tidak terusik dilakukan dengan cara membersihkan permukaan tanah sekitar terlebih dahulu yang hendak diambil sampel tanahnya, kemudian ring sampler diletakkan diatas permukaan tanah. Lalu, di atas ring sampler ditaruh balok kayu kecil sebagai alas agar tekanan merata, kemudian dipalu ke dalam hingga ring sampel masuk kepermukaan tanah. Setelah masuk, diambil dengan sekop kecil yang datar dan denag pisau belati. Lalu, permukaan tanah di ring sampler diratakan. Kemudian Ring sampler dimasukkan ke dalam plastik, lalu diberi kertas label dengan keterangan berupa jenis lapisan, hari, golongan. kemudian ditutup rapat dan diikat.

3. Identifikasi sifat dan karakteristik tanah

a. Warna tanah

Warna tanah diidentifikasi dengan cara sampel tanah terusik yang telah diambil pada horizon yang bersangkutan diambil dan ditentukan warnanya dengan buku warna tanah (munsell soil color chart). Warna yang dipilih adalah warna yang sesuai dengan buku warna tanah dan ditulis “hue”, “value”, dan “chrome” pada tabel pengamatan.

b. Tekstur Tanah

Tekstur tanah diidentifikasi dengan cara sampel tanah terusik diambil secukupnya dan diletakkan dalam tapak tangan. Kemudian dibasahi dengan air dan diremas-remas diantara jari-jari dengan tapak tangan. Kemudian dirasakan kekasarannya lalu dicocokkan dengan tabel tekstur tanah pada buku panduan.Lalu hasilnya dicatat dan dimasukkan kedalam tabel pengamatan.

c. Struktur tanah

Struktur tanah diamati dengan mengambil sebongkah sampel tanah terusik yang telah diambil tadi, diambil dan dijatuhkan di atas permukaan kertas. Kemudian, diamati bentuk partikel tanahnya dengan kaca pembeasar (lup). Tipe struktur yang terjadi dan besar struktur tersebut diamati lalu ditentukan berdasarkan gambar 1.3 pada buku panduan praktikum.

d. Konsistensi

Konsistensi tanah diidentifikasi dengan cara sebongkah tanah diambil, kemudian diletakkan di tapak tangan dan diberi tekanan, lalu diamati apakah tanah mudah pecah atau tidak, ada adhesi tanah pada tapak tangan, tanah lengket atau tidak pada tapak tangan. Tanah tersebut diklasifikasikan berdasarkan teori dan Tabel 2.2 pada buku panduan praktikum.

pH tanah diidentifikasi dengan cara tanah diambil lalu dimasukkan ke dalam tabung plastik kecil dan diberi aquades dengan perbandingan tanah-aquades 1:2. Lalu dikocok sampai tanah dan aquades bercampur, kemudian pH tanah tersebut diukur dengan pH stik. Kemudian kejadian-kejadian lain seperti konkresi, bercak-bercak, perakaran, dan pori-pori tanah diamati.

  1. Pengambilan Sampel Tanah Utuh
  2. Ratakan dan bersihkan lapisan yang akan diambil, kemudian letakkan ring sampel tegak lurus.
  3. Tekan ring sampel sampai ¾ bagiannya masuk ke dalam tanah.
  4. Letakkan ring sampel lain tepat diatas ring sampel pertama, kemudian tekan lagi sampai bagian bawah dari ring sampel kedua masuk ke dalam tanah (± 10 cm).
  5. Ring sampel beserta tanah di dalamnya digali dengan skop atau linggis.
  6. Pisahkan ring kedua dari ring sampel pertama dengan hati-hati, kemudian potonglah kelebihan tanah yang ada pada permukaan dan bawah ring smpel sampai permukaan tanah rata dengan permukaan ring sampel.
  7. Tutuplah ring sampel denga plastik, lalu simpan dalam tempat yang telah disediakan.
    1. Pengambilan Sampel Tanah Terganggu

BAB V

Daftar Pustaka

Darmawijaya, M. Isa. 1990. Klasifikasi Tanah : Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah                 Dan Pelaksana Pertanian Di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada                   University Press.

Ekosari, R. 2011. Pedogenesis. http://staff.uny.ac.id/sites/default/file                                    s/PEDOGENESIS %2 0E KO%20[Com patibility%20Mode].pdf .              Diakses pada tanggal 27 September 2018.

Fitriani, N.A., Ganjar, F., dan Enriyani, R. 2018. Pengujian Kualitas Tanah             sebagai Indikator Cemaran Lingkungan di Sekitar Pantai Tanjung Lesung.                      Indonesian Journal of Chemical Analysis  1(1) : 29.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2004. Badan                           penelitian dan Pengembangan pertanian. Departemen Pertanian.

Rayes, M.L. 2012. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Malang: UB press.

Rahayu, A. Utami, S.R.,dan  Mochtar, L. 2014. 2014. Karakteristik Dan    Klasifikasi Tanah Pada Lahan Kering Dan Lahan Yang Disawahkan Di       Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya                    Lahan 1(2):81.

Sugeng. 2012. Morfologi dan Sifat fisik Tanah         .http://sugeng.lecture.ub.ac.id/files/2012/09/Bab-3-Morfologi-dan-Sifat-        Fisik.pdf . Diakses pada tanggal 27 September.

Sutanto, R. 2005. Dasar-dasar ilmu tanah, konsep dan kenyataan. Yogyakarta :      Kanisius. Halaman 119-125.

Ulfiyah , A.R. 2009. Kajian Tingkat Perkembangan Tanah Pada Lahan       Persawahan Di Desa Kaluku Tinggu Kabupaten Donggala Sulawesi                       Tengah. Jurnal  Agroland 16 (1) : 48.

Reply

Copyright © 2024 All rights reserved. Theme by Laptop Geek.