(a) f(x) = x^3 + 4x – 6 (b)f(x) = (x – 2)(2x + 3) (c)f(x) = 1/4(x^4 + 4) (d) f(x) = – 2x/x^5 (e) f(x) = √(5&x) + 4√(x^5 ) (f) f(x) = (x^2+ 4x+3)/√x , Tentukan turunannya!
Tentukanlah turunan setiap fungsi beriku!
(a) f(x) = x^3 + 4x – 6
Jwb: f(x)^’ = (d(x^3))/dx + (d(4x))/dx – (d (6))/dx = 3x^2+ 4
(b) f(x) = (x – 2)(2x + 3)
Jwb: f(x)^’ = (1)(2x + 3) + (x – 2)(2) = 2x + 3 + 2x – 4 = 4x – 1
(c) f(x) = 1/4(x^4 + 4)
Jwb: f(x)^’ = x^3
(d) f(x) = – 2x/x^5
Jwb: f(x)^’ = ((- 2)(x^5 )- (2x)(5x^4))/x^5^2 = (-2x^5- 10x^5)/x^10 = (-12x^5)/x^10 = -12x^(-5)
(e) f(x) = √(5&x) + 4√(x^5 )
Jwb: f(x)^’= (d(x^(1/5)))/dx + (d(4 x^(5/2))/dx = 1/5 x^((- 4)/5) + 10 x^(3/2)
(f) f(x) = (x^2+ 4x+3)/√x
Jwb:
f(x)^’= ((d(x^2+ 4x+3)/dx)(√x)- (x^2+ 4x+3)((d(√(x)))/dx))/√x^2
f(x)^’= ((2x+4)(√x)-(x^2+ 4x+3)(1/(2√(x)))))/x
f(x)^’= (2x^(3/2)+ 4x^(1/2)-x^(3/2)/2-2x^(1/2)- (3x^((-1)/2))/2)/x
f(x)^’= (3x^(3/2)/2+2x^(1/2)- (3x^((-1)/2))/2 )/x
for more detailed writing click on the following link (a) f(x) = x^3 + 4x – 6 (b)f(x) = (x – 2)(2x + 3) (c)f(x) = 1/4(x^4 + 4) (d) f(x) = – 2x/x^5 (e) f(x) = √(5&x) + 4√(x^5 ) (f) f(x) = (x^2+ 4x+3)/√x , Tentukan turunannya!
Tentukanlah nilai dari lim (x → 1) [lnx/(x-1)] dan lim (x → 0^+ ) (x ln x) !
1. Tentukanlah nilai dari lim(x → 1) lnx/(x-1) !
Jawab:
lim(x → 1) ln x = ln 1 = 0
dan lim(x → 1) (x-1)= 0
maka akan menghasilkan bentuk 0/0
maka gunakan aturan l’ Hospital’s
lim(x → 1) lnx/(x-1)= lim(x → 1) d (lnx)/dx)/d (x-1)/dx = lim(x → 1) ( (1/x)/1) = 1
2. Tentukanlah nilai dari lim(x → 0^+ ) (x ln x) !
Jawab :
ln 0 = ∞,
maka gunakan aturan l’ Hospital’s
lim(x → 0^+ ) x ln x = lim(x → 0^+ ) (lnx/(1/x)) = lim(x → 0^+ ) (d(lnx)/dx/d(1/x)/dx)
dimana (d(1/x))/dx= -1/x^(2 )
dan (d (lnx))/dx= 1/x
maka : lim(x → 0^+ ) (d(lnx)/dx/d(1/x)/dx) = lim(x → 0^+ ) (1/x) / (-1/x^(2 ) ) = lim(x → 0^+ ) (-x) = 0
for more detailed writing click on the following link Tentukanlah nilai dari lim (x → 1) [lnx/(x-1)] dan lim (x → 0^+ ) (x ln x) !
Mewujudkan Toleransi Beragama di Indonesia
Mewujudkan Toleransi Beragama di Indonesia
Oleh : Andi Telaumbanua
Indonesia merupakan negara yang sangat majemuk. Kemajemukan Indonesia itu hampir terdapat diseluruh aspek kehidupan masyarakatnya, salah satunya adalah dalam hal agama. Hingga kini Indonesia mengakui 6 agama sebagai agama resmi yakni Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu.
Tentu saja, dengan adanya keberagaman dalam masyarakat Indonesia sangat rentan terjadinya konflik-konflik yang berujung pada pertikaian. Akar dari konflik tersebut adalah perbedaan-perbedaan paham dalam melihat sesuatu hal, yang mana masing-masing pihak menganggap ajarannya agamanya paling benar.
Konflik-konflik agama di Indonesia terus meningkat, hal itu dapat dilihat dari laporan tahunan 2016 yang disampaikan oleh Komnas HAM tentang kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Ruang Pengaduan Komnas HAM pada 9 Januari 2017.
Dalam laporan tahunannya, Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat menyampaikan adanya peningkatan kasus intoleransi atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Sepanjang 2016, berdasarkan pengaduan yang diterima Komnas HAM, tercatat ada 97 kasus. Data ini meningkat, karena pada 2014 tercatat ada 76 kasus dan 87 kasus pada 2015.
Menurut Jayadi Damanik, staf Komnas HAM, berdasarkan data yang diterima Komnas HAM pada 2016, Jawa Barat adalah daerah dengan jumlah aduan tertinggi. Di urutan kedua adalah DKI Jakarta.Di Jawa Barat ada 21 pengaduan dan di DKI Jakarta ada 19 pengaduan.
Bentuk-bentuk pelanggaran yang sering terjadi adalah melarang aktivitas keagamaan, merusak rumah ibadah, diskriminasi atas dasar keyakinan atau agama, intimidasi, pemaksaan keyakinan, dan penyampaian ujaran kebencian di media sosial.
Bahkan parahnya lagi, Komnas HAM juga mencatat bahwa pelaku intoleran masih didominasi oleh pemerintah daerah karena membatasi kebebasan beragama dan berkeyakinan melalui kewenangan dan kebijakannya yang tidak selaras dengan HAM.
Hal itu jelas sangat memprihatinkan, pemda yang lebih mengetahui seluk-beluk kehidupan masyarakatnya sehari-hari, justru membuat kebijakan yang merugikan salah satu pihak dalam masyarakatnya.
Jika intoleransi masuk ke dalam birokrasi, dimana seharusnya birokrasi tersebut dianggap sebagai contoh bagi rakyat, maka hal itu akan menjadi contoh yang sangat tidak baik bagi warga negara biasa. Masyarakat tentunya akan ikut mencontoh hal yang tidak benar itu dan intoleransi akan mendapat legitimasi oleh karena pemangku kebijakan.
Di Indonesia sendiri, kebebasan beragama mempunyai jaminan konstitusional. Konstitusi Republik Indonesia yakni UUD RI 1945 menjamin kebebasan beragama dalam Pasal 28E ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.”
Juga di Pasal 28E ayat (2) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.” Jaminan tersebut diperkuat oleh Pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi:
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Hal tersebut ditegaskan kembali pada Pasal 4 UU no. 39 tahun 1999 tentang HAM yang berbunyi: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.”
Oleh karena itu, jelaslah bahwa agama merupakan hak dasar setiap orang. Sehingga konflik-konflik dalam beragama merupakan pelanggaran terhadap konstitusi Indonesia. Hal-hal itu merupakan suatu bentuk penghinaan dan pengkhianatan terhadap konstitusi negara.
Jadi, pemerintah melalui penegak hukum harus gencar-gencar memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa negara melindungi hak-hak beragama tiap-tiap penduduk melalui undang-undang yang telah ada. Hal ini akan menambah wawasan masyarakat, sehingga dapat lebih menghargai hak orang lain.
Juga negara melalui aparat keamanan harus menangkal segala isu-isu yang rentan terhadap munculnya konflik, terutama ujaran kebencian yang disebar di media sosial. Karena masyarakat sangat peka terhadap informasi seperti itu dan tak jarang menjadi pemicu konflik akhir-akhir ini.
Urusan negara harus pisah dari agama. Namun, negara harus menghormati hak-hak kebebasan beragama dan berkeyakinan dan bertindak aktif untuk melindungi hak-hak tersebut.
Agama tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik, untuk melindungi kepentingan sendiri dan untuk menjatuhkan orang lain, karena akan menimbulkan sejuta konflik yang melibatkan masyarakat banyak juga rasa dendam yang dapat memicu pertikaian dikemudian hari.
Namun, untuk mencegah terjadinya konflik dalam hidup beragama tidak cukup hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga masyarakat yang menjadi agen utamanya. Untuk itu, masyarakat haruslah bijak dalam memahami dan mempraktikan ajaran agamanya juga undang-undang yang telah dibuat pemerintah.
Masyarakat harus memahami betul bahwa agama merupakan hak setiap warga negara yang dilindungi oleh negara, sehingga tidak boleh memaksakan seseorang untuk masuk keagama tertentu dan menjelek-jelekkan agama lain. Masyarakat juga tidak boleh terlalu fanatik dengan agamanya dan menganggap rendah agama lain, karena sifat seperti itu sangat bahaya untuk hidup di Indonesia yang masyarakatnya sangat majemuk.
Dengan demikian,kerjasama pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan untuk mewujudkan toleransi umat beragama di Indonesia karena itu merupakan hal yang amat fundamental. Toleransi masih merupakan hal yang harus diperjuangkan di Indonesia yang majemuk ini, dan peranan aktif pemerintah dan masyarakat adalah mutlak diperlukan untuk menjalankan toleransi itu.